"Dewa Penghancur"
Kisah ini bermula dari seorang pemuda bernama Zhi Hao, yang sepanjang hidupnya selalu menjadi korban penghinaan dan pelecehan. Hidup di pinggiran masyarakat, Zhi Hao dianggap rendah—baik oleh keluarganya sendiri, lingkungan, maupun rekan-rekan sejawat. Setiap harinya, ia menanggung perlakuan kasar dan direndahkan hingga tubuh dan jiwanya lelah. Semua impian dan harga dirinya hancur, meninggalkan kehampaan mendalam.
Namun, dalam keputusasaan itu, lahir tekad baru. Bukan lagi untuk bertahan atau mencari penerimaan, melainkan untuk membalas dendam dan menghancurkan siapa saja yang pernah merendahkannya. Zhi Hao bertekad meninggalkan semua ketidakberdayaannya dan bersumpah: ia tak akan lagi menjadi orang terhina. Dalam pencarian kekuatan ini, ia menemukan cara untuk mengubah dirinya—tidak hanya dalam penampilan, tetapi juga dalam jiwa dan sikap.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jajajuba, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 08: Suara Peringatan
Raut wajah para pengikut Klan Fu yang baru saja kembali itu terlihat pucat dan kelelahan, seakan membawa kabar buruk yang tak terbendung.
"Mengapa kalian pulang dengan Lesu?" Pemimpin Klan Fu menatap orang-orang yang kembali. "Dimana Fu Yao?"
"Tuan Yao terbunuh." Seorang dari mereka, dengan napas tersengal, melaporkan kejadian yang membuat semua orang terdiam dalam ketakutan dan kebingungan.
"Apa?" Fu Tao berdiri saking terkejutnya. "Mana mungkin, dia merupakan ahli siasat, mengalahkan Wi Dar bukan suatu masalah baginya. Apalagi Kultivasinya cukup tinggi juga."
"Tuan, kami telah berjuang sekuat tenaga. Pertarungan melawan Tetua Wi Dar memang keras, namun kami bisa mengatasinya. Kami hampir menguasai sepenuhnya," ujar salah seorang pengikut dengan suara gemetar.
Namun, saat kepercayaan diri mereka mencapai puncak, situasi tiba-tiba berubah drastis. "Tapi, ketika kami merasa sudah hampir menang, datanglah seorang yang misterius. Ia muncul tanpa kami duga, dengan kecepatan dan kekuatan yang luar biasa jatuh dari langit."
Fu Tao, pemimpin klan, mengepalkan tangannya, merasakan kemarahan menguasai hatinya. Harapannya begitu tinggi dan kini ia dihempaakan. "Dan Tuan Yao? Bagaimana dia bisa kalah?" tanyanya dengan suara yang meninggi, nyaris tidak percaya.
Pengikut itu menundukkan kepala, rasa bersalah memenuhi matanya. "Orang misterius itu sangat kuat, Tuan. Mereka bertarung dengan sengit. Tuan Yao menggunakan segala tekniknya, tapi lawan itu... ia memiliki kemampuan yang belum pernah kita saksikan sebelumnya. Dalam sekejap, Tuan Yao terjatuh, tak berdaya."
Suasana menjadi tegang dan sunyi, hanya terdengar suara angin yang berhembus pelan menyusup masuk ke ruangan. Fu Tao berdiri tegak, matanya memandang kosong ke arah luar jendela, mencoba mencerna kenyataan pahit yang baru saja dia terima.
Kegelisahan dan emosi yang mendalam menguar di wajah Fu Tao. "Panggilkan semua Tetua Klan, sekarang juga!" teriaknya dengan suara yang bergema menghantui sudut-sudut aula.
*
Sementara itu, di Klan Wi, suasana jauh lebih tenang namun tidak kalah serius. Wi Dar, Tetua yang bijaksana dan berwibawa, menatap Hao, pemuda yang baru saja mewarisi kekuatan legendaris. "Hao, karena kamu mewarisi Kekuatan Dewa Penghancur, aku harap kamu bisa membantuku," ujarnya dengan nada penuh harap.
Zhi Hao mengangguk perlahan. "Apa itu, Tetua?" tanya Hao dengan rasa ingin tahu yang menggebu.
“Kamu membawa Cincin Dewa Penghancur bukan?” Tanya Wi Dar.
“Apakah ini?” Ia menunjukkan cincin tersebut.
“Benar. Itu cincinnya. Disana ada ruang Khusus yang bisa disebut dunia kecil yang menyerupai Dunia besar dan itu bisa menyimpan makhluk Hidup.”
Zhi Hao menelan ludah, memperhatikan cincin hitam yang terpatri di jari ibunya. Cahaya redup dari lilin yang berkedip-kedip di ruangan itu menyoroti garis-garis misterius yang terukir di permukaan cincin tersebut. "Apa benar, Tetua? Ruang Khusus yang bisa menampung kita semua?"
Wi Dar mengangguk serius, matanya yang tajam menatap Zhi Hao tanpa berkedip. "Ya, Zhi Hao, cincin itu bukan sembarang cincin. Dibuat oleh Dewa Penghancur sendiri, dipercayai memiliki kekuatan untuk memasukkan apapun ke dalam dunia yang tercipta di dalamnya."
Zhi Hao merasa jantungnya berdebar kencang, pertama kali ia merasa takut akan kekuatan yang ia miliki di ujung jarinya. Ia mendongak menatap Wi Dar, mencari kepastian. "Dan jika saya memasukkan kita semua... Apakah kita bisa kembali?"
Wi Dar tersenyum, seolah mengerti kekhawatiran yang berkecamuk di hati Zhi Hao. "Kita bisa kembali, tapi hanya jika kamu yang mengizinkan. Kamu adalah pemegang kunci dari dunia kecil itu, Zhi Hao."
Mata Zhi Hao membesar, realisasi baru diperolehnya tentang tanggung jawab yang kini berada di pundaknya. Kedua tangannya sedikit gemetar saat ia mengangkat cincin itu lebih dekat ke matanya, memperhatikan detail yang lebih dalam.
“Jadi sebelumnya aku berlatih di ruang dalam Cincin ini?” Ia bergumam dalam hati.
"Jangan kamu lakukan!" Bisikan itu menggema di kepala Zhi Hao, misterius dan memaksa. Ia meraba-raba di kegelapan ketidaktahuannya, berusaha memahami siapa yang memberi peringatan itu.
"Maafkan saya, Tetua Wi, saya belum menguasainya," ucap Zhi Hao dengan suara bergetar, memohon pengertian.
Wi Dar, wajahnya diliputi rasa kecewa, menatap Zhi Hao, "Aku mengerti, kau baru saja memulainya, namun waktu kita semakin sempit."
"Sekarang, bagaimana cara saya mempertahankan Desa Wi, Tetua?" tanya Zhi Hao, kecemasan merayap dalam suaranya.
Wi Dar menghela nafas berat, seolah beban dunia bertumpu di bahunya, "Kita harus menahan serbuan mereka yang akan datang."
"Mengapa kita tidak membalas serangan mereka malam ini, atau menyusun perangkap di jalur kedatangan mereka?" Zhi Hao bertanya lagi, matanya berbinar-binar dengan tekad.
"Ah, tidak semudah itu," Wi Dar menggeleng, "Tidak semua orang di Desa Wi mahir bertarung, dan banyak dari pejuang kita yang telah terluka." Rasa putus asa muncul dalam nada suaranya. "Itulah mengapa aku berharap kau bisa menggunakan Cincin tersebut untuk melindungi kita, meski hanya untuk sementara. Namun, aku khawatir kita tidak akan bisa mengandalkannya.”
Wi Dar menatap Zhi Hao, matanya menyala dengan keteguhan dan kecurigaan. Ia sangat yakin bahwa pemuda itu menyembunyikan sesuatu yang mendasar, sebab logika sederhana mengatakan bahwa jika Zhi Hao bisa keluar dari Cincin Dunia, ia juga harus bisa kembali masuk dengan cara yang sama. Namun, Wi Dar memilih untuk tidak menekan lebih lanjut.
"Baiklah, sekarang ambil waktu untuk beristirahat. Renungkan cara kembali ke dalam Cincin itu," ujar Wi Dar dengan suara yang teduh namun penuh wibawa.
"Baik, Tetua," jawab Zhi Hao dengan suara yang lelah namun penuh hormat.
"Kamu bisa menggunakan kamar yang kosong di rumah ini, yang pernah ditempati oleh murid pengkhianat itu. Namun, bersiaplah untuk membersihkan sendiri. Ruangan itu sudah lama tak terpakai dan pastilah kotor, dipenuhi debu serta sarang binatang gelap," lanjut Wi Dar, matanya tak lepas memperhatikan reaksi Zhi Hao.
Zhi Hao membungkuk hormat sebelum berjalan menuju arah yang ditunjukkan oleh Wi Dar.
Saat ia mendorong pintu kamar tersebut, debu tebal langsung menyambutnya, menusuk pernapasannya. Dengan cepat ia mengibaskan tangannya, berusaha mengusir debu-debu yang beterbangan dan mencari jalan keluar melalui ventilasi yang cukup besar di kamar tersebut.
Zhi Hao duduk dan bermeditasi, kemudian suara yang sama terdengar.
“Jangan mengungkapkan pada orang lain tentang keberadaan Cincin itu. Bahaya akan mengintaimu!”
Zhi Hao menatap ke arah Gelang, ia yakin gelang itu yang bicara padanya. “Apa kamu sebenarnya?”
tampar aja.
klo ada kesempatan bunuh sekalian, dri pd jdi duri dalam talam. wkwkwk