Di balik kehidupan mereka yang penuh bahaya dan ketegangan sebagai anggota organisasi rahasia, Alya, Alyss, Akira, dan Asahi terjebak dalam hubungan rumit yang dibalut dengan rahasia masa lalu. Alya, si kembar yang pendiam namun tajam, dan Alyss, yang ceria serta spontan, tak pernah menyangka bahwa kehidupan mereka akan berubah drastis setelah bertemu Akira dan Asahi, sepupu yang memimpin di tengah kekacauan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Azky Lyss, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17: Perjalanan Pulang tak Terduga
Sore itu, setelah seharian berkutat dengan kuliah, kampus mulai sepi. Akira sudah lebih dulu pulang dengan motornya, sementara Asahi tertinggal sedikit karena urusan kecil di kampus. Alya, seharusnya pulang bersama Alyss seperti biasanya, tapi Alyss entah pergi ke mana dengan motornya tanpa memberi kabar. Alya berdiri di depan gerbang kampus, menatap layar ponselnya sambil berkali-kali mencoba menelepon Alyss, namun panggilan itu tidak tersambung.
"Alyss, ke mana kau kali ini?" gumamnya, kesal. Hatinya sedikit cemas, tapi ini bukan pertama kalinya Alyss bertindak spontan seperti itu. Hanya saja, kali ini terasa berbeda. Alya tidak pernah suka menunggu tanpa tahu apa yang sebenarnya terjadi.
Saat ia hendak menelepon sekali lagi, suara deru motor terdengar dari kejauhan. Alya menoleh dan melihat Asahi datang dengan motornya, mengurangi kecepatan saat mendekati gerbang kampus.
Asahi memperhatikan Alya yang berdiri sendirian. "Hei, kenapa kau masih di sini?" tanyanya begitu ia berhenti di dekatnya, membuka helmnya sambil tersenyum kecil.
"Alyss hilang entah ke mana lagi dengan motornya," jawab Alya tanpa banyak basa-basi, jelas terlihat jengkel. "Aku sudah coba hubungi dia, tapi tidak ada jawaban."
Asahi mengangkat alis. "Oh, begitu. Dia memang suka menghilang tiba-tiba, ya?" Katanya setengah bercanda, berusaha mencairkan suasana.
Alya hanya mengangguk pelan, sedikit tidak tertarik pada candaannya. Namun, Asahi bisa melihat sedikit kekhawatiran di balik ekspresi dinginnya itu.
"Kalau begitu, mau aku antar pulang?" tawar Asahi, menunjuk motornya. "Tidak baik menunggu di sini sendirian."
Alya ragu sejenak. Ia sebenarnya tidak suka bergantung pada orang lain, apalagi Asahi, yang sering kali bersikap santai dan sedikit sembrono. Tapi, dia juga tahu tak ada gunanya menunggu lebih lama, terutama ketika hari mulai semakin gelap.
"Oke, tapi jangan ngebut," jawab Alya akhirnya, meski hatinya masih merasa sedikit canggung.
Asahi tersenyum kecil melihat respon Alya. "Tenang saja, aku akan hati-hati. Naiklah," katanya, menepuk bagian belakang motornya.
Alya naik ke motor, duduk di belakang Asahi dengan perasaan sedikit aneh. Tidak sering ia berada di situasi seperti ini—berdua dengan Asahi. Biasanya mereka selalu bersama dalam misi atau di markas, dan tak pernah benar-benar ada momen seperti ini, di luar urusan pekerjaan.
Mereka berdua berangkat dengan tenang, menyusuri jalanan kampus yang mulai sepi. Suasana sore berubah pelan menjadi malam, lampu-lampu jalanan mulai menyala, dan angin dingin menyapu wajah mereka. Alya berusaha menjaga jarak agar tidak terlalu dekat dengan Asahi, meski dalam hatinya ia merasa canggung.
Asahi, di sisi lain, meski tampak santai, sesekali melirik dari kaca spionnya untuk melihat Alya di belakangnya. Ada sesuatu tentang Alya yang selalu membuatnya penasaran—dingin dan pendiam, namun dalam situasi seperti ini, ia bisa melihat sedikit sisi lain dari Alya yang jarang muncul.
Setelah beberapa menit berkendara dalam keheningan, Asahi akhirnya bicara. "Kau sering khawatir tentang Alyss, ya?"
Alya mendesah, masih memandang lurus ke jalan. "Dia kembaranku. Tentu saja aku khawatir," jawabnya, singkat dan padat, namun ada nada protektif di balik kata-katanya.
Asahi tersenyum tipis. "Tapi kau tahu dia selalu bisa menjaga dirinya sendiri. Kau juga sama, kan? Kalian berdua sama-sama kuat."
"Ya, mungkin," gumam Alya. Ia tidak ingin membahas lebih jauh, tapi kata-kata Asahi memang benar. Alyss memang spontan dan kadang ceroboh, tapi ia juga tahu bagaimana menjaga dirinya sendiri. Namun, tetap saja, Alya tidak bisa menyingkirkan perasaan cemas itu.
Perjalanan kembali hening, hanya suara angin dan motor yang menemani mereka. Hingga akhirnya, Asahi bicara lagi, kali ini dengan nada yang lebih serius.
"Kau tahu... meskipun Alyss sering kali bertindak semaunya, dia selalu bicara tentang kau. Tentang bagaimana kau selalu ada untuknya. Aku bisa lihat, meskipun kau tidak suka menunjukkan perasaanmu, kau sangat peduli padanya."
Alya terdiam mendengar kata-kata itu. Baginya, apa yang dikatakan Asahi benar, tapi mendengarnya dari orang lain, terutama dari Asahi, membuatnya merasa aneh. Ada sesuatu yang sedikit mengusik di hatinya, tapi ia tidak ingin memikirkan itu terlalu dalam.
"Aku hanya melakukan apa yang seharusnya," jawab Alya akhirnya, tetap datar.
Asahi tertawa kecil. "Ya, aku tahu. Kau selalu begitu."
Setelah beberapa menit lagi dalam keheningan, mereka akhirnya tiba di depan apartemen Alya dan Alyss. Asahi menghentikan motornya dengan lembut, dan Alya segera turun, melepas helmnya dengan cepat.
"Terima kasih sudah mengantar," kata Alya, suaranya sedikit lebih lembut kali ini.
"Tak masalah," balas Asahi sambil tersenyum. "Jika kau butuh bantuan lagi, kau tahu di mana mencariku."
Alya mengangguk singkat sebelum berbalik menuju pintu apartemen. Namun, sebelum masuk, ia berbalik sekali lagi, menatap Asahi yang masih duduk di atas motornya.
"Asahi," panggilnya pelan.
Asahi menatapnya, menunggu apa yang akan dikatakan Alya.
"Jangan bilang ke Alyss kalau aku khawatir seperti ini. Dia pasti akan menertawakanku," katanya, dengan nada yang sedikit jengkel tapi juga mengandung kehangatan yang terselubung.
Asahi tersenyum lebar. "Tenang saja. Itu rahasia kita."
Alya mengangguk sebelum akhirnya masuk ke dalam apartemen, meninggalkan Asahi yang masih tersenyum sendiri di luar.
"Dia memang keras kepala," gumam Asahi, sebelum akhirnya menyalakan motornya dan melanjutkan perjalanannya.