Cintanya pada almarhumah ibu membuat dendam tersendiri pada ayah kandungnya membuatnya samam sekali tidak percaya akan adanya cinta. Baginya wanita adalah sosok makhluk yang begitu merepotkan dan patut untuk di singkirkan jauh dalam kehidupannya.
Suatu ketika dirinya bertemu dengan seorang gadis namun sayangnya gadis tersebut adalah kekasih kakaknya. Kakak yang selalu serius dalam segala hal dan kesalah pahaman terjadi hingga akhirnya.........
KONFLIK, Harap SKIP jika tidak biasa dengan KONFLIK.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NaraY, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
2. Penuh amarah.
Bang Rama tersenyum sinis kemudian meninggalkan Bang Panggih bersama kekasihnya.
"Sebenarnya ada apa Bang?" Tanya Hima, kekasih Bang Panggih.
Bang Panggih meraup wajahnya dengan gusar. Ia memeluk Hima dan mengecup kening gadis yang begitu di sayangi nya.
"Tidak ada apa-apa." Jawabnya dengan wajah sendu.
***
Nadila tersadar, kepalanya masih terasa pening. Matanya terbuka lebar saat melihat langit-langit kamar berwarna putih bersih, jarum infus juga terpasang di punggung tangannya.
"Ini dimana?? Rumah sakit??" Nadila panik karena dirinya sama sekali tidak memiliki uang sepeser pun. Ia membelikan seluruh uang yang ia punya untuk membeli minuman keras dan berharap dirinya akan langsung mati setelah meminumnya.
Terdengar suara ricuh di luar sana. Suara membahana yang memekakkan telinga. Suara garang yang membuatnya agak sedikit takut.
Tak lama tidak ada lagi suara disana dan pintu pun terbuka. Ingin rasanya bersembunyi namun seorang pria sudah melihatnya dalam keadaan duduk.
"Bang.. dia sudah bangun.. tolong cek keadaannya sekali lagi..!!" Pinta Bang Rama.
Mau tidak mau dokter senior pun menuruti permintaan Lettu Rama daripada harus ada keributan yang bisa saja akan mengganggu ketenangan pasien lain.
"Bagaimana??"
"Baru juga stetoskop nya nempel, Ram." Kata dokter menghadapi juniornya yang sumbu pendek. Entah darimana sifat pemarahnya itu muncul.
"Bagaimana??" Tanya Bang Rama lagi.
"Hasilnya tetap sama, Ram. Tidak berubah, kamu sendiri sudah membaca hasil cek darahnya. Dia......"
"Oke Bang, cukup..!!" Bang Rama mengurut keningnya. "Abang bisa lanjutkan pekerjaan yang lain. Terima kasih banyak atas bantuannya..!!"
Bang Rama turut mengantar dokter untuk keluar dari ruang rawat kemudian mengarahkan anggota yang lainnya.
Nadila yang ketakutan segera melepas jarum infus dan mengendap keluar dari kamar.
:
"Tidak ada???" Bang Rama semakin sakit kepala memikirkan harinya. Melihat wajah Bang Panggih membuat moodnya berantakan kini malah harus berurusan dengan wanita yang di sinyalir adalah kekasih kakak tirinya itu.
"Siap.. tidak ada, Dan..!!"
"Aseeeemm.. kemana perginya Nadila? Pikiranku jadi semrawut memikirkan Nadila." Gumamnya bagai kehilangan kesabaran.
"Daan.. Mbak Nadila ada di ujung jalan. Meringkuk kedinginan, sendirian." Laporan Prada Decky pada Bang Rama.
"Bagaimana jalan pikiranmu??? Lalu kenapa kau ada disini??? Seharusnya kau amankan Nadila." Bentak Bang Rama kemudian segera mencari keberadaan Nadila.
:
Nadila melihat ada mobil berhenti tak jauh darinya. Tau ada beberapa orang turun dari mobil tersebut, Nadila pun segera berlari.
"Astaga Tuhan, kenapa malah lari??????" Bang Rama pun segera mengejar Nadila dan mendekapnya.
"Lepaskan.. lepaskaaaann..!!" Jerit Nadila.
"Saya baru akan melepaskan kamu kalau kamu bisa tenang..!!!" Bang Rama sampai melotot mengancam Nadila.
Nadila mengatur nafasnya hingga denyut jantungnya pun sedikit lebih tenang.
"Ada hubungan spesial apa di antara kamu dan Bang Ge??" Selidik Bang Rama.
"Jangan ikut campur, Om tidak kenal siapa Bang Ge. Dia itu tentara, galak..!!"
"Saya tidak peduli. Kamu hanya tinggal jawab, ada hubungan apa kamu dengan Bang Ge????" Tanya Bang Rama lagi.
"Dila pacarnya Bang Ge. Bang Ge berjanji mau menikahi Dila tapi satu bulan ini Bang Ge begitu sulit di hubungi dan hanya menjawab semaunya saja." Jawab Nadila.
"Kamu ini memang tergila-gila dengan tentara atau memang bo*oh??"
"Awalnya Dila tidak tau kalau Bang Ge adalah seorang tentara tapi setelah semua terbongkar, Bang Ge malah menghilang." Kata Dila.
"Sekarang kamu ikut saya..!!" Bang Rama menarik tangan Nadila.
...
Papa Hanggar usai menunaikan sholat subuh. Di hari yang masih pagi buta, Bang Rama datang bersama Nadila.
Nadila yang melihat rumah sebegitu besarnya menjadi kecil hati. Ingin rasanya kembali kabur, tapi kakinya seakan sulit untuk di gerakkan.
"Ada apa kamu kesini? Tumben." Kata Papa Hanggar pada putra keduanya.
Tak lama Bang Panggih datang ke rumah sang Papa. Ia tidak paham maksud dan tujuan Bang Rama mengajaknya kesana tapi sungguh dirinya terkejut saat melihat Nadila ada disana.
Bang Rama menyerahkan hasil pemeriksaan dokter pada Papa Hanggar. Wajah Bang Panggih pun berubah menjadi gelisah dan panik tapi ternyata saat itu Nadila segera merebutnya.
"Apa-apaan kamu Dila??????" Bang Rama kesal melihat tingkah Nadila padahal dirinya hanya ingin membantu gadis itu.
"Na_dila hamil Pa." Jawab Bang Panggih mencoba untuk tenang.
"Hamil????? Rama menghamilinya????" Papa Hanggar sungguh kaget karena sepengetahuan beliau, putranya itu sedang menjalin hubungan dengan putri Arpuraka sahabatnya.
Sontak raut wajah Bang Panggih dan Bang Rama panik secara bersamaan. Papa Hanggar yang mendengarnya seketika naik darah.
Papa Hanggar menghajar putra keduanya habis-habisan. Mungkin amarahnya itu bisa meremukan tulang putranya.
Nadila pun lemas tanpa kata. Bibirnya terasa kelu. Ingin mengatakan banyak hal namun tak satupun isi hatinya keluar untuk berucap.
"Papaaaaa.. sudah Pa." Mama Arlian menghambur memeluk putra keduanya. Tangis Mama Arlian pecah. "Mama sudah bilang, jangan memukul Rama. Sampai kapan Papa akan terus ringan tangan. Hati Mama sakit, Pa." Teriak Mama Arlian.
Bang Panggih tersenyum kecut lalu keluar meninggalkan ruang tamu. "Bela saja dia, Ma..!!"
Bang Rama tidak bisa mengendalikan emosinya. "Kalau aku menghamilinya memang kenapa???? Bukankah kamu juga menghamili Mamaku tanpa belas kasihan?? Sampai Mamaku menjadi patok beton pun kamu tidak pernah mencintainya padahal Mamaku tidak pernah menikah lagi hanya demi laki-laki b*****t sepertimu..!!"
Nadila menarik ujung pakaian Bang Rama. "Om.. jangan bicara begitu."
"Diam kau, Dila..!!! Apa pedulimu??? Kamu tidak tau apa yang kurasakan..!!! Wanita ini tidak benar mencintaiku..!!!"
Nadila berdiri dengan seluruh tenaganya lalu memeluk Bang Rama dan mengajaknya keluar dari rumah.
"Aku pantang di tantang. Karena aku yang 'menghamilinya', mulai detik ini tidak ada yang boleh 'menyentuh' anak ku..!! Tidak Panggih, tidak juga kau. Dia anak ku..!!!!" Ucap tegas Bang Rama. Sifat kerasnya tidak ubahnya sang ayah.
.
.
.
.