mengikuti perjalanan Kaelan, seorang remaja yang terjebak dalam rutinitas membosankan kehidupan sehari-hari. Dikelilingi oleh teman-teman yang tidak memahami hasratnya akan petualangan, Kaelan merasa hampa dan terasing. Dia menghabiskan waktu membayangkan dunia yang penuh dengan tantangan dan kekacauan dunia di mana dia bisa menjadi sosok yang lebih dari sekadar remaja biasa.
Kehidupan Kaelan berakhir tragis setelah tersambar petir misterius saat dia mencoba menyelamatkan seseorang. Namun, kematiannya justru membawanya ke dalam tubuh baru yang memiliki kekuatan luar biasa. Kini, dia terbangun di dunia yang gelap dan misterius, dipenuhi makhluk aneh dan kekuatan yang tak terbayangkan.
Diberkahi dengan kemampuan mengendalikan petir dan regenerasi yang luar biasa, Kaelan menemukan dirinya terjebak dalam konflik antara kebaikan dan kejahatan, bertempur melawan makhluk-makhluk menakutkan dari dimensi lain. Setiap pertarungan mempertemukan dirinya dengan tantangan yang mengerikan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Raven Blackwood, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pertarungan Awal
Hari mulai memasuki sore ketika Kaelan meninggalkan gedung pendaftaran. Sinar matahari perlahan memudar di balik pegunungan yang menjulang di kejauhan, meninggalkan jejak-jejak keemasan di langit. Kota ini seolah tidak pernah tidur. Meskipun hari sudah semakin petang, jalanan masih dipenuhi orang-orang yang beraktivitas, baik penduduk lokal maupun para petualang yang datang dari berbagai penjuru negeri untuk menyaksikan atau mengikuti turnamen.
Turnamen besar ini menjadi sorotan utama selama beberapa bulan terakhir, dan sekarang, semakin mendekati pelaksanaannya, suasana kota semakin terasa tegang. Ada yang menanti dengan penuh antusias, namun tak sedikit yang merasa waswas terutama mereka yang harus bertarung untuk mempertahankan hidup mereka di arena.
Kaelan berjalan dengan langkah santai di tengah keramaian, tapi pikirannya fokus pada apa yang akan dia hadapi. Di depan matanya, bayangan pertarungan, strategi, dan rencana bertarung terus berputar, seakan tubuhnya sudah tidak sabar untuk menyerap semua pengalaman baru yang menanti.
“Ayo kita lihat apa yang terjadi besok,” gumamnya sambil melirik orang-orang di sekitarnya. Banyak dari mereka tampak seperti calon lawan yang kuat, dan Kaelan hanya bisa menebak siapa yang akan menjadi rintangan terbesarnya.
Ketika Kaelan tiba kembali di penginapan, ia menemukan sesuatu yang tak terduga. Di depan pintu kamarnya, ada surat kecil yang ditempelkan di daun pintu dengan pisau kecil yang menusuk tajam. Surat itu hanya terdiri dari beberapa kata singkat yang tertulis dengan tinta hitam tebal:
“Siapkan dirimu. Pertarungan sebenarnya baru dimulai.”
Kaelan menatap surat itu sejenak sebelum menariknya dari pintu dan mencabut pisau yang menancap. Tanpa sedikit pun rasa cemas, ia membaca kalimat itu kembali dan menyeringai. “Tampaknya aku sudah menarik perhatian beberapa orang,” pikirnya sambil memasuki kamarnya. Surat itu bukan ancaman, melainkan tantangan. Dan tantangan adalah sesuatu yang Kaelan selalu sambut dengan terbuka.
Malam itu, Kaelan mempersiapkan diri. Latihan pernapasan, meditasi untuk menyeimbangkan kiryoku, dan tentu saja, membayangkan setiap kemungkinan yang bisa terjadi di turnamen besok. Dia tahu bahwa besok adalah hari di mana para peserta akan diperkenalkan secara resmi kepada publik, dan mungkin ada beberapa ronde pertarungan pembuka untuk mengukur kekuatan mereka. Kaelan tidak sabar menunggu pertarungan itu.
-----------
Keesokan harinya, arena utama sudah dipenuhi oleh orang-orang. Sorak sorai memenuhi udara, membawa suasana yang hidup di seluruh penjuru tempat. Arena ini dibangun dengan batu-batu besar yang kokoh, dikelilingi tembok tinggi yang di atasnya berdiri tribun-tribun penonton. Ribuan orang berkumpul untuk menyaksikan pertarungan yang sudah dinanti-nantikan selama berbulan-bulan.
Di tengah arena, sebuah panggung besar sudah dipersiapkan. Panggung inilah yang akan menjadi tempat perkenalan peserta. Semua orang bisa melihat siapa saja yang akan bertarung dan mengukur seberapa kuat mereka berdasarkan penampilan mereka. Namun, bagi Kaelan, ini hanya pameran. Pertarungan sebenarnya ada di dalam arena, bukan di atas panggung.
Kaelan berdiri di antara para peserta lainnya di belakang panggung. Dari tempat ini, ia bisa merasakan aura-aura kekuatan yang berbeda dari masing-masing peserta. Beberapa dari mereka memancarkan kekuatan yang luar biasa, membuat udara seolah bergetar dengan energi kiryoku mereka. Ini membuat Kaelan semakin bersemangat.
Tiba saatnya giliran Kaelan untuk naik ke panggung. Ketika namanya dipanggil, sorak sorai dari penonton mulai bergema di seluruh arena. Kaelan melangkah dengan tenang, namun di dalam dadanya, api semangat bertarung sudah berkobar. Dia bisa merasakan tatapan dari ribuan pasang mata yang memerhatikannya. Meskipun tidak ada yang tahu siapa dirinya, dia tetap menyimpan keyakinan bahwa setelah hari ini, semua orang akan ingat namanya.
Setelah perkenalan para peserta selesai, babak awal turnamen akhirnya dimulai. Tidak ada waktu untuk berlama-lama. Beberapa pertarungan pembuka diadakan segera setelah perkenalan, dan Kaelan termasuk dalam salah satu ronde pertama. Dia melangkah ke arena dengan senyuman penuh percaya diri. Udara di sekitarnya terasa semakin tegang, dan sorak sorai penonton semakin menggema. Inilah yang dia tunggu-tunggu kesempatan untuk merasakan adrenalin dari pertarungan hidup-mati yang sesungguhnya.
Lawannya adalah seorang pria bertubuh besar dengan pedang raksasa di tangan. Kaelan bisa melihat dari postur dan gerak-geriknya bahwa pria ini adalah tipe petarung yang mengandalkan kekuatan fisik murni. Tapi, Kaelan tahu bahwa turnamen ini bukan hanya tentang kekuatan kasar. Kiryoku, kecepatan, dan strategi semua itu akan menjadi faktor penentu dalam setiap pertarungan.
“Siap untuk mati, anak kecil?” ejek pria itu sambil mengacungkan pedangnya ke arah Kaelan.
Kaelan hanya tersenyum tipis. “Kita lihat siapa yang akan mati duluan.”
Tanpa aba-aba lebih lanjut, pertarungan dimulai. Pria besar itu langsung melancarkan serangan brutal, mengayunkan pedangnya dengan kekuatan yang luar biasa. Udara di sekitar mereka berdesis ketika pedang raksasa itu melesat menuju Kaelan dengan kecepatan yang mengejutkan.
Namun, Kaelan sudah terbiasa menghadapi lawan yang lebih besar dan kuat. Dengan gerakan cepat, dia menghindari serangan itu, tubuhnya bergerak seperti bayangan. Pedang besar itu hanya menghantam udara kosong, meninggalkan suara keras “whuusss!” di belakangnya. Kaelan meluncur maju dengan kecepatan kilat, dan dalam sekejap, dia sudah berada di belakang pria itu.
“Scarrrr!” Suara yang tajam terdengar saat Kaelan menghunuskan pedangnya, menargetkan celah kecil di baju besi lawannya. Tapi, sebelum pedang Kaelan benar-benar mengenai sasarannya, pria itu berbalik dengan cepat, menangkis serangan tersebut dengan pedangnya.
Kaelan mundur beberapa langkah, memberikan jarak. “Huh, tidak buruk,” gumamnya sambil menilai kembali lawannya. Pria besar ini ternyata tidak selemot yang dia duga. Meski tubuhnya besar, kecepatannya cukup untuk mengimbangi serangan Kaelan.
“Serangan yang lumayan, bocah, tapi tak cukup untuk mengalahkanku!” teriak pria itu sambil kembali meluncurkan serangan brutal lainnya.
Kaelan hanya tersenyum saat pria itu menyerang lagi. Kali ini, dia memutuskan untuk bermain lebih cerdik. Alih-alih menghindar seperti sebelumnya, Kaelan berdiri diam, menunggu serangan datang. Saat pedang raksasa itu nyaris mengenai dirinya, Kaelan mengeluarkan kiryoku-nya, memanipulasi energi di sekitar untuk mempercepat gerakannya secara tiba-tiba.
“Zzappp!” Suara listrik terdengar ketika tubuh Kaelan seolah menghilang dalam kilatan cahaya, berpindah tempat dalam sekejap mata. Pria itu terkejut, matanya melebar ketika menyadari bahwa Kaelan telah menghilang dari pandangannya.
“Di sini,” suara Kaelan terdengar dari belakangnya, diikuti dengan kilatan pedang.
“Slassss!” Pedang Kaelan akhirnya berhasil menembus pertahanan pria itu, mengenai titik lemah di baju besinya. Pria besar itu tersentak mundur, darah mulai mengalir dari lukanya.
Kaelan melangkah maju dengan tatapan tajam. “Kau terlalu lambat.”
Pria itu mencoba untuk menyerang lagi, tetapi tubuhnya sudah mulai kehilangan tenaga. Dengan satu gerakan cepat, Kaelan mengakhiri pertarungan dengan serangan mematikan yang membuat lawannya jatuh ke tanah dengan bunyi keras “thudd!”.
Penonton terdiam sesaat, sebelum akhirnya sorak sorai menggema di seluruh arena. Kaelan berdiri di tengah arena, napasnya stabil meskipun pertarungan baru saja berakhir. Sorot matanya tetap tajam, menatap ke depan.
“Aku akan menjadi yang terbaik di sini,” pikir Kaelan, yakin bahwa ini hanya awal dari petualangan yang jauh lebih besar.
coba cari novel lain trus cek buat nambah referensi 🙏