Keidupan normal Karina gadis 17 tahun yang baru saja putus cinta seketika berubah, Dengan kedatangan Dion yang merupakan artis terkenal, Yang secara tidak terduga datang kedalam kehidupan Karina, Dion yang telah mempunyai kekasih harus terlibat pernikahan yang terpaksa di lakukan dengan Karina, siapakah yang akan Dion pilih?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lucky One, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Penasaran
"Rin, lo mau kuliah di mana? Bareng yuk, kuliahnya," ajak Intan sambil menatap Karina yang duduk lesu.
Karina menghela napas panjang. "Gak tau, Tan. Lo kan tahu gue gak punya duit. Gimana mau kuliah? Gue pikir mendingan kerja aja," jawabnya, mengeluh.
Intan terkejut. "Lo masih belum minta duit ke Dion?"
"Gak akan gue minta sama dia, Tan," balas Karina tegas, meski di dalam hatinya terasa berat. Intan mendengus, mencoba menahan kekesalannya. "Bentar ya, Rin, gue ke toilet dulu," katanya sambil berdiri. Namun, bukannya menuju toilet, Intan langsung berjalan cepat ke arah kantin, matanya mencari-cari seseorang di tengah kerumunan.
"Dioooon!" teriak Intan begitu melihat orang yang ia cari.
Dion, yang sedang menikmati makan siangnya, menoleh ke arah suara yang memanggilnya. "Ada apa, Tan?" tanyanya heran, melihat ekspresi serius Intan. "Ikut gue," kata Intan tanpa basa-basi, langsung menarik tangan Dion dan membawanya ke rooftop sekolah. "Ada apa sih, Tan? Tarik-tarik gue kayak gini," protes Dion kesal. Intan menatapnya tajam. "Gue mau ngomongin hal penting." Dion menatap balik, penasaran. "Soal apa? "Karina," jawab Intan ragu.
"Kenapa Karina?" Dion semakin bingung. Intan menarik napas dalam-dalam. "Gue to the point aja ya. Lo gak ngasih nafkah ke Karina?" Dion terdiam, matanya membulat penuh kebingungan. "Nafkah? Maksud lo?"
"Dion," Intan mulai kehilangan kesabarannya. "Gue tau pernikahan lo sama Karina itu cuma formalitas, tapi ngasih nafkah itu kewajiban lo! Apalagi lo punya penghasilan. Tau nggak, Karina udah dua minggu gak ada duit. Dia udah gak dikasih uang sama ibunya."
"Apa? Gak ada duit?" Dion tampak terkejut. "Tapi tadi malam dia ngasih gue makanan, Tan." Wajah Dion mulai menunjukkan rasa bersalah.
Intan tertegun. "Makanan? Tapi dia gak pernah jajan di kantin, loh. Dia punya duit dari mana?" Dion berpikir keras. "Bentar deh, tiap hari Karina beneran ke rumah lo? "Enggak, dia selalu langsung pulang tiap hari. Gak pernah ke rumah gue," jawab Intan, masih kebingungan. Tanpa pikir panjang, Dion langsung berbalik dan pergi begitu saja. "Eh, Dion, lo mau ke mana?" teriak Intan, namun Dion sudah menghilang di balik tangga.
...****************...
Sepulang sekolah, rasa penasaran Dion semakin menggunung. Ia memutuskan untuk mengikuti Karina dari jauh. Ketika Karina naik angkutan umum, Dion mengikuti dari belakang dengan mobilnya. Namun, tak lama kemudian, ponselnya berdering. "Dion, katanya kamu mau ke sini?" suara Alisha terdengar di seberang.
Dion mengerutkan kening, sadar bahwa dia lupa janji. "Aduh, gue lupa lagi," batinnya. "Iya, aku ke sana sekarang, sabar ya," jawab Dion dengan nada tergesa, merasa bersalah pada Alisha. Akhirnya, Dion memutar balik mobilnya, meninggalkan rencana untuk mengikuti Karina. Dengan enggan, ia memutuskan untuk menemui Alisha, sementara rasa penasarannya tentang Karina masih menghantuinya.
POV DION
Dion tiba di apartemen Alisha, dan begitu ia membuka pintu, Alisha langsung menyambutnya dengan kecupan di pipi. "Cup... Dion sayang, kamu kemana aja sih? Kita hampir sebulan gak ketemu. Kamu gak kangen sama aku?" tanya Alisha dengan manja, wajahnya penuh rindu.
Dion tersenyum tipis, mencoba meredam rasa bersalah yang mulai tumbuh di dalam dirinya. "Ya kangen lah, tapi gimana lagi? Aku seminggu di Bali, terus dua minggu ada syuting. Jadi jadwal aku padat banget, sayang," jawabnya sambil memeluk Alisha erat, mencoba menutupi kegelisahan yang mengintai di pikirannya.
Mereka duduk di ruang televisi, dan Alisha mulai bermanja-manja, memeluk Dion erat seolah tak mau melepasnya. "Sayang, tiga hari lagi aku harus ke Paris buat syuting iklan. Jadi, kamu nginep di sini ya, tiga hari aja," ucap Alisha sambil memohon, matanya penuh harap.
Dion menghela napas dalam, berusaha mencari alasan. "Gak bisa dong, sayang. Nanti Mama aku nyariin. Kamu kan tahu sendiri, Mama aku itu ribet banget," ujarnya, mencoba mengelak. Alisha mendesah kecewa, namun tetap berusaha memaklumi. "Yah... Kamu mah. Aku masih kangen banget tau," Alisha merengek, tapi kemudian menambahkan, "Tapi nanti kamu anterin aku ke bandara, ya?"Dion mengangguk, mengusap kepala Alisha dengan lembut. "Iya, aku pasti anterin deh kalau itu."
Namun, tak lama kemudian, Dion melihat jam di tangannya dan tersadar. "Eh, kayaknya aku harus pergi sekarang. Aku ada syuting dua jam lagi," katanya, sambil bersiap-siap untuk pergi. "Yah, kok cepet banget sih?" Alisha kembali merengek, tapi matanya tiba-tiba berbinar saat dia ingat sesuatu. "Yaudah, mana kartu kredit kamu? Udah dua minggu loh kamu gak belanjain aku," katanya, menagih jatah belanja.
Mendadak, pikiran Dion langsung beralih ke Karina. Karina yang tak pernah minta uang, Karina yang bekerja keras sendirian, sementara Alisha selalu meminta jatah belanja darinya. Rasa bersalah tiba-tiba menghantam hatinya. "Aduh, yang, aku lupa bawa kartu kredit. Kayaknya ketinggalan di rumah," jawab Dion cepat, mencoba mengelak. "Aku buru buru banget. Aku pergi dulu ya," tambahnya, lalu cepat-cepat mencium dahi Alisha sebelum ia bisa protes lebih jauh, dan langsung pergi meninggalkan apartemen.
...****************...
Dalam perjalanan menuju lokasi syuting, pikiran Dion terus berkecamuk. Karina. Ada apa dengan Karina? Kemana dia pergi setelah pulang sekolah? Dari mana dia dapat uang, kalau dia gak minta sama dia atau ibunya? Pikiran Dion semakin kacau, membuatnya sulit berkonsentrasi pada pekerjaan yang menunggunya. Meskipun Karina sudah bilang untuk mengurus hidup masing-masing, entah kenapa hati Dion tidak bisa mengabaikannya."Ah, kenapa sih sama gue?" gumam Dion frustrasi, memukul setir mobilnya dengan emosi yang tertahan. Rasa bersalah terus merongrong pikirannya, sementara perasaan yang tak jelas mulai tumbuh di hatinya.
"Karina, mau gue anterin pulangnya?" tanya Anton sambil melirik ke arah Karina, yang sedang menatap hujan deras di luar. Karina menoleh sebentar dan tersenyum tipis, "Gak usah, Ton. Gue bisa pulang sendiri. Eh iya, gue mau bilang makasih karena lo waktu itu udah bantuin gue pas gue pingsan."
Anton tersenyum hangat, "Oh, yang waktu itu Sama-sama. Semoga lo dapat pengganti Ricky yang jauh lebih baik." Mendengar nama mantannya disebut, Karina hanya tersenyum kecil, meskipun hatinya terasa berat. Ricky masih menyisakan luka yang belum sembuh.
Anton adalah teman sekelas Karina di SMA Maju Bangsa, sama-sama kelas IPS 2. Dia juga satu kelas dengan Ricky, mantan pacar Karina. Anton memiliki postur tubuh yang tinggi, wajah yang cukup tampan, dan kulit eksotis yang sering membuat teman-teman sekelasnya iri. Secara kebetulan, Anton juga bekerja part-time di kafe yang sama dengan Karina. Melihat hujan yang terus turun, Anton merasa perlu menegaskan tawarannya lagi, "Tapi, hujan loh di luar. Biasanya kalau hujan gini, ojek online suka susah dapetnya." Anton mencoba meyakinkan Karina, sambil menatap langit yang semakin gelap.