(Siapkan kanebo kering untuk menyeka air mata juga mental yang kuat untuk marah-marah!)
Sheila, seorang gadis culun harus rela dinikahi secara diam-diam oleh seorang dokter yang merupakan tunangan mendiang kakaknya.
Penampilannya yang culun dan kampungan membuatnya mendapat pembullyan dari orang-orang di sekitarnya, sehingga menimbulkan kebencian di hatinya.
Hingga suatu hari, Sheila si gadis culun kembali untuk membalas orang-orang yang telah menyakitinya di masa lalu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kolom langit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Cari Dia!!
Sheila duduk melamun di sebuah kamar sempit dan pengap. Baru saja dia menyewa sebuah rumah sederhana yang sangat jauh berbeda dengan rumah Marchel yang mewah.
Kini gadis itu harus terbiasa hidup sendiri, tanpa perlindungan dari siapapun.
Setidaknya aku akan aman di rumah ini. Aku tidak perlu disiksa oleh ibu dan Kak Audry. Kak Marchel... Kenapa Kak Marchel lakukan semua ini padaku? Kenapa dia meninggalkanku dengan cara seperti ini. batin Sheila.
Gadis itu mengusap perutnya yang masih rata. Cairan bening kembali menggenang di kelopak matanya, mengingat di rahimnya kini sedang tumbuh calon anaknya.
Hidup sendirian dalam keadaan hamil memang bukan sesuatu yang mudah. Apalagi di usianya yang masih terbilang sangat muda. Sheila bahkan tidak tahu harus bagaimana saat sedang menginginkan makan sesuatu yang kadang tak tertahan, atau saat mual di pagi hari. Gadis itu hanya dapat menangis saat sisi manjanya sebagai seorang wanita hamil mendominasi.
"Aku benci Kak Marchel." Sheila bergumam dengan setitik air matanya.
Rasa sakit hatinya telah menggunung. Bayang-bayang Marchel saat merenggut kesuciannya menari-nari di benaknya. Bahkan saat itu Marchel menyebut nama Shanum sepanjang malam.
Di kamar itulah Sheila terus menangisi nasibnya yang malang.
****
Gedung perkantoran Darmawan Group.
Seorang pria berjalan dengan sangat tergesa-gesa, dengan wajah sedikit panik. Joe mempercepat langkahnya menuju ruangan Pak Arman.
Setibanya di ruangan itu, tampak Pak Arman sedang membaca beberapa berkas di tangannya.
"Pak..." Suara panggilan Joe terdengar getir.
"Ada apa?"
"Aku mau melaporkan sesuatu yang penting."
Pak Arman meletakkan map itu di meja, kemudian terfokus pada asistennya itu. "Ada apa?"
"Sheila Bianca Az-Zahra dikeluarkan dari SMA pelita."
Pak Arman terlihat sangat terkejut dengan laporan asistennya itu. "Apa maksudmu dikeluarkan? Kenapa itu bisa terjadi?"
Joe menundukkan kepalanya, seperti sedang ragu-ragu memberitahukan pada tuannya tentang keadaan gadis itu. "Dia dikeluarkan secara tidak hormat dengan alasan hamil diluar nikah."
Bagai petir menyambar. Pak Arman semakin terkejut mendengar ucapan asistennya itu. Pria paruh baya itu mengendurkan dasi yang melilit lehernya, dadanya tiba-tiba terasa sesak.
"Kau yakin dia dikeluarkan karena itu?" tanyanya hendak memastikan.
"Iya, Pak. Aku sudah menyelidikinya. Pihak sekolah sudah memeriksa gadis itu. Kepala sekolah membenarkan jika anak itu dikeluarkan karena itu. Beritanya sedang heboh di sekolah, sehingga mereka memilih mengeluarkannya. Dan satu hal lagi, sekarang dia tidak berada di rumah Dokter Marchel. Aku sudah mencarinya ke rumah yang lama, tapi dia tidak ada di sana. Aku belum bisa menemukannya. Nomor teleponnya juga tidak aktif. Tapi aku sudah meminta orang melacak keberadaannya. "
Pak Arman memejamkan matanya, terlihat sangat frustrasi. "Bagaimana semua ini bisa terjadi?" Wajah Pak Arman menggeram. Kali ini kemarahannya seolah tak terbendung. Pikirannya terarah pada satu orang, Dokter Marchel.
"Cepat cari keberadaannya. Temukan dia dalam keadaan baik-baik saja. Tapi ingat! Tetaplah hati-hati dan rahasia. Jangan sampai terlalu mencolok. Kau mengerti kan, nyawa Qiandra benar-benar sedang terancam jika mereka sampai bisa menemukannya, mereka akan mencoba membunuhnya seperti yang mereka lakukan pada Shan dan Rey."
Sang asisten hanya menjawab dengan anggukan kepala. "Baik, Pak!"
Pak Arman pun menyandarkan punggungnya di kursi, memikirkan seorang gadis kecil yang selama ini terus diawasinya dari jauh secara diam-diam. Ia bisa saja mencari gadis itu dengan mengerahkan seluruh bawahannya, termasuk menyewa seorang detektif, namun mengingat ancaman yang ada, pria paruh baya itu tidak ingin mengambil resiko. Cukuplah Shanum dan Rayhan yang menjadi korban, bahkan Pak Herdian mampu menemukan Shanum dan Rayhan walaupun mereka menyembunyikan identitasnya. Sungguh Pak Arman tidak ingin perjuangannya selama ini melindungi gadis itu menjadi sia-sia. Pria itu kemudian meraih gagang telepon, lalu menghubungi seseorang. Setelah beberapa saat menunggu, akhirnya panggilan itu terhubung juga.
"Aku ingin Dokter Marchel segera kembali. Katakan padanya aku memintanya kembali sesegera mungkin!" Perintah Pak Arman pada seseorang yang dihubunginya.
"Tapi daerah itu sedang diisolasi, Pak. Dan di sana adalah daerah pelosok yang bahkan tidak ada jaringan seluler. Lagipula tidak ada warga yang boleh keluar dari sana, sebelum wabah itu mereda," jawab seorang wanita di seberang sana.
"Aku tidak mau tahu. Yang aku mau, perintahkan Dokter Marchel untuk segera kembali atau aku akan memecatmu! Bila perlu kau sendiri yang ke sana untuk menjemputnya." Pak Arman meletakkan kembali gagang telepon dengan kasar, lalu menghela napas panjang setelahnya. Bahkan Joe menegang melihat tuannya begitu marah.
"Anda butuh sesuatu, Pak?" tanya Joe ragu-ragu.
"Tidak! Aku tidak butuh apa-apa. Cepat Joe! Tolong cari keberadaan anak itu. Dia sendirian di luar sana. Sesuatu bisa saja terjadi padanya. Bagaimana pun juga kau harus temukan dia!"
"Baik, Pak! Aku permisi."
****