Takdir Cinta Yang Salah

Takdir Cinta Yang Salah

Masa lalu

Di bawah gelapnya langit malam, suasana hening menguasai sekeliling. Bintang-bintang menjadi saksi bisu kesendirian yang merayapi relung hati seorang wanita yang baru saja patah hati. Dua tahun lamanya ia menjalin hubungan, namun kini semua berakhir. Karina, begitu nama wanita itu, duduk di sebuah taman yang ramai oleh lalu lalang orang, namun kesibukan di sekelilingnya tak mampu menembus lamunannya. Dia tetap tenggelam dalam pikirannya, seolah terisolasi dari dunia luar.

Waktu berlalu, dan setelah tiga jam, lamunan Karina pecah oleh dering telepon yang tiba-tiba mengusik. Ia mengangkatnya, dan terdengar suara ibunya yang cemas, "Karin, kamu di mana, nak? Sudah larut malam, kenapa belum juga pulang?" Karina menarik napas panjang, mencoba menghilangkan sisa-sisa kesedihan dari suaranya.

"Iya, Bu. Karina mau pulang sekarang. Ibu mau titip apa buat makan malam? Martabak, donat, pizza?" Di seberang telepon, ibunya menolak dengan lembut. "Tidak perlu. Kamu cepat pulang saja, ini sudah malam. Hati-hati di jalan, ya."

Karina mengangguk meski tahu ibunya tak bisa melihat. "Baik, Karina akan pulang sekarang." Karina Farnisa, wanita muda itu, adalah anak tunggal dari Mira Pertiwi, seorang desainer fashion yang mapan. Hidup mereka cukup, hanya berdua, saling mengisi kesunyian dengan cinta yang sederhana namun hangat.

Ayah dan ibu Karina bercerai saat usianya baru menginjak tujuh tahun. Kini, di usianya yang ke-17, Karina belum pernah lagi bertemu dengan ayahnya. Kebencian yang ia simpan begitu mendalam, karena di masa kecilnya, ia menyaksikan ibunya kerap menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga. Perselingkuhan yang dilakukan ayahnya menorehkan luka yang dalam di hati Karina, membuatnya trauma dan tak lagi percaya pada laki-laki.

...****************...

Pagi harinya…

“Karina, ayo bangun, nak. Ini sudah jam tujuh, nanti kamu terlambat, sayang,” seru ibu Mira lembut sambil membuka jendela kamar, membiarkan cahaya pagi menyusup ke dalam ruangan.

Namun Karina hanya menggeliat dan menutupi wajahnya dengan selimut. “Tidak mau, Bu. Karina mau membolos hari ini, sehari saja,” gumamnya malas, tanpa membuka mata.

Ibu Mira menatap putrinya dengan alis terangkat, “Kenapa? Kamu sakit?” “Tidak, Bu. Karina cuma lagi malas. Nggak mau aja ke sekolah,” jawab Karina dengan suara memelas.

“Ya sudah, terserah kamu. Tapi besok harus sekolah, ya!” Ibu Mira memutuskan untuk membiarkan putrinya tinggal di rumah. Karina tak menjawab, hanya berguling di tempat tidur sementara ibunya keluar, bersiap berangkat ke butik tempat ia bekerja.

Ibu Mira memang tak pernah marah pada anak semata wayangnya. Baginya, Karina sudah cukup dewasa untuk membuat keputusan sendiri. Kasih sayang yang besar dan pengertian yang dalam membuat hubungan ibu dan anak ini sangat erat. Karina selalu terbuka pada ibunya, karena ibulah satu-satunya orang yang ia punya.

Setelah beberapa jam berlalu dalam keheningan, Karina mulai merasa bosan. Pikirannya masih dipenuhi oleh kekecewaan atas pria yang membuatnya patah hati semalam. Namun, tiba-tiba ia bangkit dari tempat tidur, seolah menemukan kembali kekuatannya.

“Pokoknya aku nggak boleh begini terus,” katanya pada dirinya sendiri. “Aku nggak boleh malas-malasan cuma gara-gara cowok selingkuh. Semangat, Karina! Kamu nggak butuh pria kayak Ricky yang berengsek itu!” Karina menguatkan dirinya, mengusir bayangan Ricky dari pikirannya, mencoba bangkit dari luka yang ia rasakan.

Ricky adalah teman sekolah Karina, cinta pertama yang datang saat mereka memasuki tahun pertama sekolah menengah. Dari sekian banyak pria yang mencoba mendekatinya, hanya Ricky yang berhasil menembus dinding hati Karina. Dia membuat Karina percaya bahwa cinta yang tulus bisa hadir, bahkan setelah trauma mendalam yang ditinggalkan oleh ayahnya. Ricky, dengan kelembutan dan perhatian yang selalu ia tunjukkan, berhasil mengubah pandangan Karina tentang laki-laki—meskipun pada akhirnya, dia tetap mengkhianati Karina dengan perselingkuhan yang menghancurkan hati gadis itu.

Tak ingin terperangkap dalam kesedihan lebih lama, Karina memutuskan untuk bersiap pergi ke butik ibunya. Tubuhnya yang tinggi dengan kulit seputih susu, ditambah tubuh ideal dan lesung pipit yang manis di pipi kanannya, membuat Karina selalu menarik perhatian. Sebagai putri seorang perancang busana terkenal di kotanya, Karina tentu sangat memperhatikan penampilan. Koleksi pakaian dari butik ibunya adalah andalannya, dan ia mulai sibuk memilih pakaian terbaik untuk dikenakan hari ini.

Sementara itu, di butik, ibu Mira sedang berdiskusi serius dengan dua klien prianya yang tengah mencoba pakaian untuk acara penghargaan. “Desain ini sudah saya perbaiki,” ujar Bu Mira, menunjukkan hasil karyanya.

“Ya, yang ini lebih elegan untuk acaranya,” sahut salah satu pria, mengangguk puas.“Bisa selesai dalam seminggu, Bu? Soalnya waktu kami sudah cukup mepet,” pria di sebelahnya menambahkan, tampak sedikit cemas.

Bu Mira tersenyum penuh keyakinan. “Tenang saja, lima hari sudah selesai. Sabtu bisa diambil.”

“Baik, terima kasih, Bu. Kami akan datang hari Sabtu,” pria itu menutup percakapan, kemudian keduanya bergegas pergi. Namun, saat membuka pintu, salah satu pria itu terkejut melihat seorang wanita berdiri di depan pintu, tampak seperti sedang menguping. “Permisi, Kak. Apa yang kamu lakukan?” tegur pria itu.

Karina, yang memang berada di sana, tersentak kaget. “Maaf, Pak! Eh, Kak! Eh, Pak!” ucapnya tergagap, wajahnya memerah. Pria itu hanya menggelengkan kepala, lalu berjalan pergi tanpa berkata apa-apa lagi. “Karina, apa yang kamu lakukan di sana?” suara tegas Bu Mira mengejutkan Karina yang masih berdiri canggung di depan pintu.

Flashback

Wanita yang berdiri di depan pintu itu tak lain adalah Karina. Ia baru saja tiba di butik ibunya dengan niat menemui sang ibu. Namun, begitu hendak masuk ke ruang kerja, langkahnya terhenti saat melihat bahwa ibunya masih berbicara dengan klien. Rasa penasaran segera menjalar di hatinya, apalagi saat ia melihat sebuah mobil mewah terparkir di depan butik. Siapa gerangan yang datang menemui ibunya? Dengan rasa ingin tahu yang besar, Karina mendekatkan telinganya ke pintu, berharap bisa mendengar pembicaraan di dalam.

...****************...

Begitu kedua pria itu meninggalkan butik, Karina segera masuk ke dalam ruang kerja ibunya. “Bu, siapa itu tadi?” tanyanya, masih diliputi rasa penasaran.

Ibu Mira tersenyum jahil. “Oh, itu klien baru ibu. Kenapa, ganteng ya?” Karina mendengus, wajahnya sedikit memerah. “Bukan gitu, Bu. Tapi kayak nggak asing aja,” jawabnya, mencoba menyangkal meski rasa penasaran belum hilang.

Ibu Mira tertawa kecil. “Itu artis yang lagi naik daun. Mungkin kamu pernah lihat di TV.” Karina mengerutkan dahi, berpikir. “Hmm, iya kali. Ah, bodo amat. Karina mah cuma tahu artis K-pop doang.”

“Iya, iya... si paling pacarnya Jeno, ya?” goda Bu Mira sambil tersenyum lebar.

“Bukan, Bu! Jeno itu NCT, bukan EXO,” Karina cepat-cepat membenarkan, merasa lucu dengan kesalahan ibunya.Ibu Mira hanya terkekeh. “Ya sudah, terserah kamu. Tapi, kamu ngapain ke sini? Tumben.”

“Karina bosen di rumah terus, jadi ke sini aja,” jawab Karina sambil mengamati koleksi baju baru yang dipajang di butik ibunya.

Terpopuler

Comments

putri cobain 347

putri cobain 347

absen kk, follback kak

2024-10-27

1

Cmp

Cmp

Karina sekali-kali nonton Filem india tu

2024-10-12

0

Sof Tia

Sof Tia

mampir keceritaku yah jangan lupa

2024-09-07

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!