Meski sudah menikah, Liam Arkand Damien menolak untuk melihat wajah istrinya karena takut jatuh cinta. Pernikahan mereka tidak lebih dari sekedar formalitas di hadapan Publik.
Trauma dari masa lalu nya lah yang membuatnya sangat dingin terhadap wanita bahkan pada istrinya sendiri. Alina Zafirah Al-Mu'tasim, wanita bercadar yang shalihah, menjadi korban dari sikap arogan suaminya yang tak pernah ia pahami.
Ikuti kisah mereka dalam membangun rasa dan cinta di balik cadar Alina🥀
💠Follow fb-ig @pearlysea
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pearlysea, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
•Sandiwara Alina•
Liam meneguk minum dan mengelap mulutnya dengan napkin yang tersedia di atas meja makan. Setelah menikmati sarapan nasi goreng buatan Alina, ia merasa puas dan lebih berenergi, ia lalu beranjak menuju ruang santai, mengambil remote, dan menyalakan televisi.
Ketika televisi dinyalakan, layar segera menampilkan siaran berita utama. Di sana terlihat pengacara Liam pria berusia 40 tahunan tengah diwawancarai oleh sejumlah wartawan dan jurnalis.
"Kami telah mengumpulkan cukup bukti untuk melanjutkan penyelidikan ini ke ranah hukum. Liam akan terus bekerja sama untuk mencari tahu siapa yang sebenarnya terlibat dalam kasus manipulasi saham ini."
Liam mendengarkan dengan seksama, wajahnya serius sambil mengangkat sebelah kaki ke atas pahanya.
Wartawan di layar kemudian bertanya tentang hubungan Liam dan Alina. Pengacara itu tersenyum kecil, lalu menjawab dengan nada membela,
"Saya tegaskan, pernikahan antara Liam dan Alina sama sekali tidak ada hubungannya dengan kasus ini. Pernikahan mereka nyata, dan tuduhan yang mengaitkan hubungan mereka dengan skandal adalah murni spekulasi."
Layar lalu berganti pada Wanita anggun pembawa berita yang berbicara lalu menampilkan video dan foto-foto Liam menggendong Alina di rumah sakit, dengan wajah cemas dan perhatian. Ia membaca Komentar-komentar netizen yanh sebagian besar mulai berpihak pada Liam, menyatakan dukungan mereka untuknya dan Alina.
Liam menyandarkan tubuhnya ke sofa, merasa sedikit lega. Tatapan dinginnya tampak sedikit melunak saat ia memperhatikan video yang menyorot sisi manusiawinya yang jarang terlihat publik.
Tak lama, Alina masuk dengan membawa sepiring kue yang baru saja dipanggangnya, ia lalu duduk di samping Liam yang nampak fokus ke berita utama.
"Kau mau kue?" tawar Alina sambil menyodorkan piring itu kepadanya.
Liam melirik sekilas, menghela napas, lalu mengambil sepotong kue dari piring tanpa sepatah kata apalagi terima kasih. Ia masih dengan wajah dingin dan sikap angkuhnya, menggigit kue itu sambil kembali menatap layar. Meski demikian, Alina bisa melihat bahwa diam-diam Liam menikmati rasa manis kue tersebut.
Setelah beberapa saat terdiam, Alina akhirnya membuka suara sambil menatap layar televisi di depannya.
"Kupikir, rencana berjalan dengan baik. Jadi... apa setelah ini kau akan cepat-cepat menceraikanku?"
Liam langsung menghentikan kunyahannya, matanya beralih ke arah Alina dengan tatapan tajam, rahangnya mengeras. Ia menelan kue itu dengan perlahan.
"Kau sudah tidak tahan lagi bersamaku?" ejeknya dengan nada merendahkan.
"Dasar payah… lemah. Wanita memang seperti itu. Kalian semua sama saja—selalu mencari jalan keluar ketika keadaan tidak sesuai harapan."
Alina mengerutkan dahi, tersinggung dengan ucapan sinis Liam.
"Aku hanya bertanya, Liam. Seharusnya kau menjawab, bukan balik bertanya dengan menghina."
Liam menyandarkan tubuhnya ke sofa, memandang Alina dengan sorot mata dingin.
"Aku akan menceraikanmu setelah kasus ini berakhir. Jadi bersabarlah sedikit lebih lama."
Alina mendesah, berusaha mengendalikan amarah yang mulai membara di dadanya.
"Baik. Aku akan bersabar lebih lama. Tapi beri aku satu alasan yang jelas—kenapa kau begitu membenciku?"
Liam memutar bola matanya, tampak kesal.
"Kau masih saja bertanya soal it_"
"Bukan, Liam!" Alina memotong dengan nada yang lebih tegas.
"Aku tahu pernikahan ini terjadi karena orang tuamu yang memaksamu. Mereka melihatmu, seorang pria berusia 31 tahun yang selalu menolak menikah, lalu menggunakan keadaan untuk menjodohkan kita, seolah pernikahan ini adalah solusi bagi reputasimu. Tapi… apa salahku, Liam? Kenapa kau memperlakukanku seperti musuh? Kita bahkan tidak pernah berbicara sebelum ini. Jadi kenapa?"
Alina menatapnya, menuntut jawaban.
"Jawab, Liam. Kenapa kau hanya diam saja?"
Liam terdiam, wajahnya dingin tanpa ekspresi.
"Keputusanku sudah jelas, Alina. Dalam perjanjian yang kita tanda tangani, kita sudah sepakat untuk menjalani hubungan ini hanya untuk publik. Alasan di balik sikapku, itu bukan urusanmu. Yang perlu kau tahu adalah bahwa aku tidak akan mempertahankan pernikahan ini, apapun yang terjadi." jawabnya seraya bangkit dari sofa.
Melihat suaminya beranjak pergi Alina mengepalkan tangannya, Ia pun berdiri dengan hatinya yang berdegup kencang, menahan emosinya.
"Liam! Kau tak bisa mempermainkanku seperti ini!" teriak Alina.
Liam menghentikan langkah dan memutar badannya menatap Alina.
"Mempermainkanmu? Kau setuju dengan perjanjian itu, Alina. Kau tahu dari awal bahwa ini hanya kesepakatan. Jadi jangan mencoba melanggarnya," ucapnya tajam, dingin.
Alina menatapnya penuh amarah.
"Kalau begitu, setelah kita bercerai, aku akan membocorkan semua kedok busukmu, Liam!”
Liam mendadak tertawa sinis, tatapannya penuh ancaman.
"Kau berani mengancamku?"
Alina mengangkat dagunya, tidak sedikitpun gentar sambil mendekati suaminya
"Lalu apa? Kau mau memukulku? Mau membunuhku? Lakukan saja! Aku sama sekali tidak takut ancamanmu!"
"Alina, jangan mencoba menantangku. Aku bisa menghancurkanmu kapan saja," katanya dengan nada rendah, suaranya mengancam.
Alina mendekatkan wajahnya, sepasang mata itu takam dan membara.
"Kalau begitu, lakukan sekarang! Kau pikir aku akan diam saja lebih lama untuk menjadi bonekamu?!"
"Alina!" Liam berteriak, dalam sekejap amarahnya meledak, tangannya terangkat dengan refleks, siap meluapkan kemarahannya.
Dengan nafas memburu, Alina di balik cadarnya tersenyum sinis.
"Itulah dirimu sebenarnya, Liam. Kau tak bisa menghadapiku tanpa ancaman."
Namun, mendengar kata-kata Alina, tangan Liam terhenti di udara. Ia menatap Alina, tiba-tiba merasa malu dan hancur. Napasnya memburu, dengan gemetar ia menjatuhkan tangannya. Dia sadar, dalam kemarahannya, dia hampir kehilangan kendali. Liam lalu menuduk, gestur itu seolah menunjukan penyesalannya, ia lalu menatap Alina dengan mata yang lebih lembut.
"Alina… aku… aku…" Suaranya tercekat, bibirnya terbuka namun tak ada kata yang keluar.
Alina menggeleng, menatapnya penuh kebencian.
"Kau tak pernah tahu apa itu cinta, Liam. Kau hanya tahu caranya menghancurkan, bahkan orang yang mencoba mengerti dan mendukungmu."
Alina lalu beranjak, meninggalkan Liam yang masih membisu di rayapi perasaan yang campur aduk antara penyesalan dan amarah pada dirinya sendiri.
Dia lalu menyugar rambutnya dengan kasar lalu menendang vas bunga besar hingga hancur berantakan. "Argh!"
Alina yang tengah menuruni tangga mendengar suara pecahannya nyaring menggema ke seluruh ruangan. Ia lalu membuka cadarnya, menampakan wajah ayunya yang tak ingin Liam lihat, lalu tanpa di duga senyum simpul tercipta di bibirnya yang ranum, senyum bangga karena sedikit demi sedikit ia berhasil menyingkap sisi lain dari suaminya, dan ternyata semua emosi dan kemarahan itu hanya sandiwara.
"Kau bisa saja membohongi publik, Liam, tapi aku tidak semudah itu kau perdayakan. Lihat saja, tanpa kau bercerita, aku akan tahu siapa kau sebenarnya. Kali ini biarkan aku yang mengikuti alurmu, lalu pelan pelan kau yang akan terjebak dalam permainanku"
...[••••]...
...Bersambung......
Assalamualaikum...
Terima kasih untuk readers ku yang sudah membaca sampai bab ini. kalian punya pesan dan kesan apa untuk Alina dam Liam? koment ya....
Oh ya... Jangan lupa Vote, coment dan suscribenya dong, biar otak othornya makin lancar ngarangnya..wkwkw..
Matur suwun...🙏🙏🙏🙏
ayo la firaun, ad yg halal gk usah lgi mikiri msa lalu yg gitu2 az. mncoba mengenal alina psti sangt menyenangkn krna dy wanita yg cerdas. semakin k sini alina akn mnunjukn sikp humoris ny dn liam akn mnunjukkn sikap lembut walau pn msih datar.
haaa, liam dengar tu ap kta raka. smga raka, kau memg sahabt yg tulus y raka. cuci trus otak liam biar dia meroboh degn sendiriny benteng tinggi yg ud dy bangun.
doble up kk😄
gitu dong alina, gk usah sikit2 nangis