Setelah mati secara tiba-tiba, Kazuma Hiroshi, seorang programmer jenius, terlahir kembali di dunia lain sebagai seorang World Breaker, kelas terkuat dengan kekuatan yang tak terbatas. Dilengkapi dengan kemampuan manipulasi mana dan sistem yang bisa ia kendalikan layaknya sebuah game, Kazuma segera menyadari bahwa kekuatannya tidak hanya luar biasa, tetapi juga berbahaya. Dalam dunia penuh monster, sihir, dan ancaman dari Reincarnator lain, Kazuma harus belajar memanfaatkan kekuatannya dengan bijak dan menghadapi musuh yang mengincar kehancuran dunia barunya. Petualangan epik ini menguji batas kekuatan, strategi, dan kemanusiaannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reito(HxA), isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
05. Jejak Bayangan
Pagi itu, matahari bersinar lembut di atas desa, namun Kazuma merasakan hawa yang berbeda di udara. Meskipun ia berhasil istirahat semalaman, pikirannya masih dipenuhi dengan pertanyaan tentang utusan kerajaan dan tawaran yang mereka ajukan. Dunia baru ini semakin terasa seperti jebakan, penuh dengan intrik yang dia belum sepenuhnya pahami.
Kazuma bangun dan segera beranjak dari tempat tidurnya. Dia menemukan Sylvia sudah duduk di dekat jendela, tampak tenang dengan cangkir teh di tangannya.
“Kau bangun lebih awal dari biasanya,” Kazuma membuka percakapan.
Sylvia menoleh sambil tersenyum tipis. “Instingku mengatakan ada sesuatu yang akan terjadi hari ini. Selain itu, kita harus segera bersiap meninggalkan desa ini.”
Kazuma menghela napas panjang. “Kau masih merasa kita harus pergi? Kupikir setelah kita mengalahkan Goblin Chief, desa ini akan aman.”
Sylvia menggeleng. “Bukan soal goblin lagi. Kita menarik perhatian yang terlalu besar. Selain kerajaan, ada kelompok lain yang mungkin sedang memantau pergerakan kita. Kita tidak tahu siapa mereka, tapi lebih baik tidak menunggu sampai mereka menyerang lebih dulu.”
Kazuma merasakan sesuatu yang aneh di sekitarnya, seakan ada mata-mata yang memperhatikan mereka. “Maksudmu... kita sedang diikuti?”
Sylvia berdiri dan menghadap ke luar jendela. “Mungkin. Dunia ini lebih berbahaya daripada yang terlihat. Jika utusan kerajaan sudah sampai di sini, kelompok lain pasti sudah mengetahui keberadaanmu juga.”
“Kelompok lain?” Kazuma semakin bingung. “Apa yang mereka inginkan dariku?”
“Kekuatanmu, tentu saja. Seperti yang kukatakan sebelumnya, Reincarnator tidak hanya dianggap sebagai pahlawan. Mereka juga dianggap sebagai ancaman, tergantung siapa yang melihatnya,” Sylvia menjelaskan. “Itu sebabnya kita harus selalu waspada.”
Kazuma merasa gelisah mendengar penjelasan Sylvia. Sejak tiba di dunia ini, dia berpikir bahwa kekuatannya akan membuat segalanya lebih mudah, tapi sebaliknya, ia semakin terjebak dalam situasi yang rumit.
“Baiklah,” Kazuma menghela napas. “Kalau begitu, apa rencanamu?”
Sylvia mendekatinya, matanya serius. “Kita akan pergi ke kota besar terdekat. Ada beberapa informasi yang bisa kita dapatkan di sana, dan mungkin kita bisa bertemu dengan sekutu yang bisa dipercaya. Selain itu, kau butuh lebih banyak pelatihan.”
Kazuma mengangguk setuju. “Aku belum tahu sepenuhnya bagaimana cara menggunakan kekuatanku. Aku harus lebih siap kalau ingin bertahan di sini.”
Sylvia mengangguk, lalu berbalik untuk mengambil barang-barangnya. “Baiklah, kita akan bergerak cepat. Tapi berhati-hatilah, mungkin ada musuh yang menunggu kita di luar.”
---
Setelah berkemas, mereka berdua meninggalkan desa dengan langkah cepat. Desa itu masih terlihat tenang, namun Kazuma tak bisa menghilangkan perasaan bahwa sesuatu akan terjadi. Di tengah perjalanan, mereka melalui hutan kecil yang membentang menuju kota besar berikutnya.
"Kau bilang ada kelompok lain yang mungkin memantau kita," Kazuma mulai berbicara ketika mereka berjalan di antara pepohonan rindang. "Siapa mereka?"
Sylvia terlihat berpikir sejenak sebelum menjawab. "Di dunia ini, ada beberapa faksi yang saling berebut kekuasaan. Kerajaan hanyalah salah satu di antaranya. Ada juga kelompok mercenary yang dibentuk khusus untuk menangkap Reincarnator, baik untuk digunakan sebagai senjata atau sebagai jaminan politik. Lalu, ada sekte-sekte rahasia yang mempercayai bahwa Reincarnator seperti kau adalah ancaman yang harus dihancurkan sebelum terlalu kuat."
Kazuma merasa jantungnya berdegup kencang mendengar penjelasan itu. "Jadi, kita mungkin diincar dari berbagai arah?"
"Tepat sekali. Itulah mengapa kita harus terus bergerak," Sylvia menambahkan dengan nada tegas.
Tiba-tiba, Sylvia menghentikan langkahnya dan menatap tajam ke depan. Kazuma mengikuti arah pandangannya dan melihat bayangan samar yang bergerak di antara pepohonan. Nalurinya segera menyala.
"Siap-siap!" seru Sylvia sambil merentangkan tangannya, bersiap dengan sihir.
Kazuma merasakan ketegangan di udara. Bayangan-bayangan itu semakin mendekat, dan dalam sekejap, mereka muncul—tiga orang berpakaian hitam dengan penutup wajah, membawa senjata yang tampak mematikan. Mereka jelas bukan penduduk desa biasa.
“Siapa kalian?” Kazuma berseru, mencoba menilai situasi.
Salah satu dari mereka tertawa dingin. "Kami datang untukmu, Reincarnator. Kau sudah terlalu banyak menarik perhatian, dan kami tidak bisa membiarkanmu terus berkeliaran."
Kazuma merasa darahnya mendidih. "Apa yang kalian inginkan dariku?"
"Perintah kami jelas," kata salah satu dari mereka dengan nada penuh keyakinan. "Kau harus disingkirkan sebelum menjadi ancaman bagi keseimbangan dunia ini."
Sebelum Kazuma bisa merespons, salah satu dari mereka melompat cepat, mengayunkan pedang pendek ke arahnya. Refleks Kazuma bekerja dengan cepat, dia menggerakkan tangan dan melantunkan mantra.
“Wind Barrier!”
Sebuah dinding angin muncul, memblokir serangan itu tepat waktu. Namun, serangan mereka tidak berhenti di situ. Dua penyerang lainnya segera bergerak, mengelilingi Sylvia dan Kazuma, mencoba mengepung mereka.
Sylvia tetap tenang di tengah situasi yang mencekam itu. “Kazuma, fokus pada kontrol mana-mu! Gunakan kelebihanmu untuk melumpuhkan mereka.”
Kazuma tahu ini saatnya menguji apa yang sudah ia pelajari. Dia menarik napas dalam-dalam dan merasakan aliran mana di sekitarnya. Dengan cepat, dia melayangkan mantra baru.
“Bind!”
Akar-akar sihir muncul dari tanah, melilit kaki salah satu penyerang. Orang itu tersentak, terjatuh ke tanah sambil mencoba melepaskan diri. Namun, dua yang lainnya masih menyerang tanpa henti.
Sylvia menggerakkan tangannya, melancarkan serangan sihir dengan tepat. “Firebolt!” Sebuah bola api kecil melesat, menghantam dada salah satu penyerang, membuatnya terlempar ke belakang.
Kazuma merasakan sedikit kemenangan di dadanya, namun ia tahu pertarungan ini belum selesai. Penyerang terakhir tampak jauh lebih terampil daripada yang lainnya. Dia bergerak dengan cepat, menghindari serangan-serangan sihir Kazuma dan Sylvia, sambil melancarkan serangannya dengan presisi.
Kazuma merasakan keringat dingin mengalir di dahinya. Dia belum pernah menghadapi lawan yang secepat ini. Tapi kemudian, sesuatu di dalam dirinya terpicu. Entah bagaimana, tubuhnya bergerak lebih cepat, dan dia mulai merasakan aliran energi baru. Dia mengangkat tangannya lagi.
“Mana Burst!”
Bola energi biru melesat keluar dari tangannya dengan kekuatan dahsyat, menghantam langsung penyerang terakhir itu. Orang itu tak sempat menghindar dan terhempas keras ke tanah, tak bergerak lagi.
Kazuma terengah-engah, matanya terbuka lebar. Dia tidak menyangka bisa mengeluarkan serangan sekuat itu dalam waktu yang singkat. Sylvia menghampirinya, tersenyum tipis.
“Kau semakin baik,” katanya dengan nada puas. “Tapi ini baru permulaan. Masih banyak yang harus kau pelajari.”
Kazuma mengangguk, meskipun hatinya masih berdegup kencang. Dunia ini, meskipun berbahaya, mulai membangkitkan sisi dirinya yang baru—sisi yang siap menghadapi setiap tantangan dengan kepala tegak.
Mereka melanjutkan perjalanan, tetapi Kazuma tahu bahwa ini bukan pertempuran terakhirnya. Faksi-faksi yang mengincarnya kini semakin jelas, dan dia harus lebih kuat, lebih cerdas, jika ingin bertahan hidup di dunia ini.