Sebuah perjodohan membuat Infiera Falguni harus terjebak bersama dengan dosennya sendiri, Abimanyu. Dia menerima perjodohan itu hanya demi bisa melanjutkan pendidikannya.
Sikap Abimanyu yang acuh tak acuh membuat Infiera bertekad untuk tidak jatuh cinta pada dosennya yang galak itu. Namun, kehadiran masa lalu Abimanyu membuat Infiera kembali memikirkan hubungannya dengan pria itu.
Haruskah Infiera melepaskan Abimanyu untuk kembali pada masa lalunya atau mempertahankan hubungan yang sudah terikat dengan benang suci yang disebut pernikahan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kunay, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Gara-gara Lingerie
Pagi-pagi sekali, sudah ada kecanggungan yang terjadi di meja makan. Fiera benar-benar tidak berani menatap Abimanyu secara langsung. Sedangkan pria itu kembali bersikap datar seolah semalam tidak pernah terjadi apa-apa pada mereka.
Bagaimana mungkin dia masih bersikap biasa saja setelah perbuatannya semalam?
Fiera bahkan sampai memiliki lingkar hitam di matanya, karena semalam dia tidak bisa tidur. Entah pukul berapa dia baru bisa memejamkan matanya.
“Fier, kita jadi belanja, kan?” tanya ibu tiba-tiba.
Fiera tersentak dari pikirannya tentang Abimanyu yang bersikap biasa saja setelah semalam menciumnya begitu saja. Memang bukan masalah, karena mereka adalah suami istri, tapi seharusnya pria itu juga tahu bagaimana hubungan mereka selama ini.
“Eh, i-iya, jadi, Bu.”
“Bagaimana, Bi?”
“Iya, Abi anterin.”
Ibu tersenyum senang karena putra dan juga menantunya mau mengantarnya berbelanja hari ini. kapan lagi dia memiliki waktu seperti ini.
“Kalian, kalau libur pulang, dong, ke Palembang. Syifa juga pasti merindukan kalian.” Ibu memohon seraya menikmati sarapannya.
“Belum bisa, Bu, kerjaan Abi masih banyak.”
Abimanyu harus fokus dengan usaha cafenya bersama dengan Gerald. Mereka harus segera menemukan suplayer kopi terbaik. Selain itu, rencana ke depannya mereka berniat untuk bekerja sama dengan beberapa brand untuk produk lainnya.
“Kamu saja, Fier, bagaimana? Ibu pesankan tiket pesawat nanti.”
Fiera tersenyum canggung. Libur semester ini dia berniat untuk pulang ke Bandung. Sudah hampir satu tahun dia tidak bertemu orang tuanya. Padahal, jarak Jakarta-Bandung tidak terlalu jauh.
“Fiera mau pulang ke Bandung, Bu,” sesalnya.
“Yahhhh...” Ibu terlihat kecewa.
Ayah yang melihat perubahan di wajah istrinya segera menimpali. “Gantian, Bu, kita sudah bisa ketemu sekarang dengan mereka. Fiera juga pasti merindukan orang tuanya, kan?”
Ibu mengerti dengan hal itu. “Baiklah, Nak, tapi sering-sering hubungi ibu, ya.”
Fiera tersenyum senang dengan kehangatan ibu mertuanya. “Tentu.”
Usai sarapan, mereka semua bersiap untuk pergi. Sedangkan ayah diantar oleh supirnya untuk menemui salah seorang dokter kenalannya.
Fiera terlihat lebih dulu keluar dari kamar. Wanita itu terlihat cantik dengan rambut yang diikat ekor kuda. Kemeja lengan panjang dengan panjang bagian bawah hingga di atas lutut. Celana jeans berwarna biru tua yang menyempurnakan kemejanya.
Setelah beberapa saat, Abimanyu juga turun dari lantai dua, pria itu mengenakan kemeja lengan pendek polos berwarna krem dan juga celana jeans yang senada dengan Infiera, seolah mereka sengaja mengenakan pakaian dengan warna senada.
Tidak lupa, kaca mata hitam bertengger di wajah tampannya. Fiera bahkan sedikit terpesona dengan penampilan Abimanyu yang tak biasa.
Kini, mereka berdua terlihat sangat serasi dengan warna pakaian yang senada. Mereka bergegas pergi dengan menggunakan mobil Abimanyu. Fiera duduk di depan, samping Abimanyu, dan ibu duduk di belakang, di kursi penumpang.
Mereka pergi ke mal yang kemarin Fiera datangi bersama dengan teman-temannya. Tentu saja, toko pertama yang didatangi adalah toko pakaian pertama kali.
“Ayo, Fier, kita habiskan uang ayah dan juga uang suamimu.” Ibu menarik Fiera untuk berkeliling.
Sedangkan Abimanyu hanya menggeleng mendengar ucapan ibunya. Dia melirik salah satu kursi di dalam toko untuk menunggu ibu dan istrinya berbelanja.
Layaknya seorang ibu, hal pertama yang dilakukan bukan memilih untuk diri sendiri, tapi langsung mencari mana yang paling cocok untuk anak-anaknya.
“Ini cocok tidak, ya, untuk Abimanyu? Ini cocok tidak, ya, untuk kamu? Ini cocok tidak, ya, untuk Shopia?” pertanyaan itu terus ibu katakan pada menantunya. Padahal, sejak semalam ibu bilang ingin membeli baju untuk pergi arisan dengan teman-temannya.
“Fier, berapa ukuran dalaman Abimanyu?” tanya ibu tanpa rasa bersalah.
“Hah?” Fiera terkejut dengan pertanyaan itu. Kenapa ibu menanyakan hal seperti itu?
“Berapa Fier? Biar sekalian saja.”
Ibu merasa itu tidak salah karena dirinya juga biasa membelikan untuk suaminya.
Ibu yang merasa kalau Fiera hanya diam saja dan menoleh. “Kenapa? Apa kamu tidak tahu?” tebak ibu, apa lagi saat melihat wajah menantunya yang memerah.
Ibu tertawa, menyadari kalau tebakannya benar. Dia menepuk pundak menantunya. “Tidak apa-apa. Sudah, tanyakan dulu sana.”
“Hah?” Fiera makin tidak karuan dengan perintah ibunya ini. Bagaimana caranya dia untuk menanyakan hal itu pada Abimanyu.
“Cepat, Nak.”
“Ba-baik, Bu.”
Fiera melangkah dengan ragu menghampiri suaminya. Dia melihat Abimanyu yang sedang duduk di kursi tunggu dengan memainkan ponselnya. “Mas,” panggil Fiera ragu.
Abimanyu yang sedang menunduk segera mengangkat kepalanya, menatap wanita yang baru saja memanggilnya. “Ada apa?”
“Emm... anu, itu... ibu... .”
“Ada apa dengan ibu?”
“Itu... .”
Abimanyu mengernyit, tidak mengerti dengan ucapan istrinya yang tidak jelas.
“Kamu ini kenapa, sih? Ibu minta dibayarin?”
Fiera menggeleng.
“Lalu apa? Bicara yang jelas, Fier!” Abimanyu terlihat jengkel.
Fiera menghela napas berat, dia mendekatkan kepalanya ke dekat telinga Abimanyu, lalu membisikan apa yang dia maksudkan. Perlahan wajahnya bahkan mulai bersemu merah saat dia menyelesaikan ucapannya.
“Astaga! Jadi kau hanya ingin bertanya ukuran pakaian dalamku?” tanya Abimanyu dengan suara sedikit keras, membuat Fiera tercengang.
“Sssttt!”
Fiera melirik ke arah sekitarnya. Benar saja, beberapa orang melirik ke arah mereka mendengar suara Abimanyu. Apa lagi, tidak jauh dari mereka ada pelayan toko yang juga tengah menahan senyumnya.
“Kenapa kau teriak-teriak?” tanya Fiera, dia merasa malu sekaligus kesal dengan Abimanyu.
Abimanyu dengan acuh tertawa. Dia sama sekali tidak memedulikan pandangan sekitarnya.
“Kenapa? Apa kau ingin tahu?” tanya Abimanyu dengan menaikkan sebelah alisnya untuk menggoda wanita itu.
“Mas!” geram Fiera, wajahnya semakin memerah.
“Baiklah, baiklah. Ayo, temui ibu.”
Abimanyu tidak menyangka kalau menggoda Fiera bisa sangat menyenangkan. Ekspresi malu dan juga kesal adalah perpaduan yang sangat lucu menurutnya.
Abimanyu melangkah lebih dulu menghampiri ibunya. Sedangkan Fiera hanya bisa menundukkan kepalanya. Dia benar-benar ingin menenggelamkan diri ke dasar kerak bumi.
Abimanyu akhirnya bergabung dengan ibu dan juga istrinya untuk memilih pakaian. Lagi pula, dia juga sudah lama tidak berbelanja. Kemarin, dirinya hanya membeli pakaian untuk Infiera.
“Fier, kamu mau membeli ini?” tanya ibu.
Fiera yang sedang asyik memilih sebuah kardigan menoleh. Wajahnya kembali semerah tomat, saat melihat apa yang ibunya tunjukkan.
Astaga! Apakah ibu memang seperti ini?
Abimanyu yang melihat itu menahan tawanya. Dia melirik Fiera yang sudah merah padam. Abimanyu mendekat dan berbisik, “Ayo, pilih. Kau bisa memakainya nanti.”
Fiera melotot dengan ucapan Abimanyu. Apa dia sudah gila, ya?
Abimanyu hanya tergelak mendapatkan pelototan dari istrinya. Dia menoleh pada ibunya. “Pilihin saja, Bu, dia memang suka malu-malu.”
Sekarang, Fiera ingin sekali memukul kepala Abimanyu yang licin sekali mengatakan hal itu. Tetapi, di balik itu sungguh dia tidak menyangka jika Abimanyu memiliki sifat yang seperti ini.
Meski selama satu tahun mereka tidak dekat, tapi Fiera selalu melihat Abimanyu yang bersikap serius dan hanya memasang wajah datarnya di mana pun.
“Tidak perlu, Bu.” Fiera tertawa mengusir ketegangannya. “Lebih baik, kita mencari yang lainnya saja.” Dia berusaha mengalihkan pembicaraan, tapi ternyata Abimanyu tidak menyerah begitu saja. “Sudah, beli saja.”
“Haha ... kalian ini malah saling berdebat. Lagian, Fiera yang bakal pakai, kamu Bi yang akan melihatnya.”
Apa yang ibu katakan?
Fiera makin tidak mengerti dengan pembicaraan ibu dan anak ini. namun, Abimanyu malah mengacungkan jari jempolnya.
Fiera menyipitkan matanya, lalu berkata. “Dia mah tidak perlu aku mengenakan itu sudah tergoda bu.”
Ibu tergelak. Sedangkan Abimanyu sekarang gilirannya yang membulatkan mata. Dia tercengang dengan balasan Fiera. Wajahnya bahkan langsung merona mendengar hal itu.
Fiera tertawa, lalu melangkah pergi meninggalkan pria itu dengan membawa dua setel pakaian untuk dicobanya. Abimanyu malah mematung merasakan bagian tubuhnya yang menegang. Padahal, dia yang memulai menggoda wanita, tapi balasannya yang singkat memberikan efek yang luar biasa.
Setelah mendapatkan beberapa setel pakaian. Kini giliran mereka membayar dan Abimanyu yang membayar semua tagihannya.
“Ibu masih butuh apa?” tanya Abimanyu saat mereka keluar dari toko pakaian.
“Adikmu semalam mengatakan membutuhkan peralatan untuk menggambar.” Syifa, adik Abimanyu memang memiliki hobi melukis. Dia juga suka membuat gambar grafis. Beberapa buku milik Abimanyu, juga dibuatkan cover oleh adiknya.
“Baiklah.” Ketiga orang itu berjalan untuk mencari peralatan melukis, tapi dari jarak beberapa meter, seorang wanita dan juga pria berjalan ke arah mereka. Itu adalah adalah Bu Rita, salah seorang dosen, rekan Abimanyu.
“Pak Abi? Ih, saya tidak menyangka kalau bisa bertemu Anda di sini? Anda sedang menemai ibu Anda berbelanja?”
“Eh, Bu Rita? Itu ... saya—“
Abimanyu menoleh ke samping, tapi dia tidak menemukan istrinya di sana. Hanya ada ibunya di sisi kanannya.
Ke mana dia?
“Iya, Bu.” Abimanyu berkata pada ibunya. “Bu, ini rekan Abi di kampus.” Mereka segera berkenalan. Ternyata, pria yang bersama dengan Bu Rita adalah suaminya.
“Kalau begitu, kami permisi, ya, Pak.”
“Silakan, Bu.”
Setelah Bu Rita pergi, Abimanyu bertanya, “Di mana Fiera?” tanyanya pada sang ibu.
“Entah, ibu malah baru sadar dia tidak ada.”
Mereka berdua mencari keberadaan Fiera. Wanita itu tidak terlihat batang hidungnya. Padahal, sejak tadi terus berada di sisi ibunya.
Setelah beberapa saat, Fiera muncul dari arah toko pakaian. Dia menghampiri ibu mertua dan juga suaminya.
“Kamu dari mana, Fier?”
“Itu, Bu... aku dari toilet.” Fiera sedikit gugup dan Abimanyu sudah menangkap gelagatnya. Sepertinya, wanita itu melihat keberadaan Bu Rita dan segera bersembunyi.
“Sudahlah, ayo, kita cari peralatan melukis dulu,” ucap Abimanyu, lalu mendekatkan ke palanya ke samping telinga Infiera. “Biar cepet melihatmu mengenakan lingerie.”
“Diamlah!”
Abimanyu tergelak, lalu merangkul bahu sang istri dan melangkah pergi.
Tanpa mereka sadari, seseorang dari kejauhan melihat semuanya. Seraya menikmati es americano miliknya, dia tergelak puas.
“Gerald, ayo, sudah selesai, kan?”
“Iya, sudah. Kau sudah dapat semua sepatunya?”
“Sudah.”
Benar, dia adalah Gerald. Pria itu melihat semuanya, bahkan saat Fiera berlari untuk bersembunyi. Dirinya sedang menunggu temannya yang sedang membeli sepatu futsal, tidak jauh dari toko tempat Abimanyu berbelanja.
Haha, sialan kau, Bi. Bisa-bisanya kau bersikap tidak kenal pada istrimu sendiri saat di kampus?
Gerald bahkan melihat kehangatan dari cara mereka berinteraksi saat ini.
...Jangan lupa tap tombol like-nya sebelum pergi......