Assalamu'alaikum. Wr. Wb.
Ini novel ketigaku.
Novel ini kelanjutan "Ternyata Ada Cinta"
Baca dulu "Ternyata Ada Cinta" biar nyambung...
Setelah kepergian Fariz, dunia terasa gelap gulita. Cahaya yang selama ini selalu menyinari hari serta hati Zafira padam dalam sekejap mata. Meninggalkan kegelapan serta kesunyian yang teramat menyiksa. Ternyata kehilangan seorang sahabat sekaligus suami seperti Fariz jauh lebih menyakitkan dari apapun.
Perjuangan Cinta Zafira untuk menemukan Fariz dan membawa kembali pria itu ke pelukannya tidaklah main-main. Setiap hari Zafira berjuang keras kesana kemari mencari keberadaan Fariz sampai mengorbankan keselamatannya sendiri. Namun perjuangannya tidak menemukan titik terang yang membuatnya ingin menyerah.
Hingga di titik lelah perjuangan Zafira mencari Fariz, penyakit lama Zafira kembali kambuh. Akankah Fariz sempat menyelamatkan Zafira atau justru gadis itu meregang nyawa membawa pergi cintanya yang belum terucap?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rara RD, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2 - Menyesali Diri
Egois! Satu kata yang tepat diperuntukkan bagi Zafira. Merasa bahagia di atas penderitaan sang sahabat. Mengecap kebahagiaan bersama Ronald dan tidak pernah peka seberapa parah luka yang dialami Fariz selama ini karena-nya.
Mengapa mata serta hatinya tertutup selama puluhan tahun? Mengapa tidak bisa melihat betapa besar cinta Fariz untuk dirinya melebihi cinta pria manapun di dunia ini? Mengapa dia tidak mencoba sedetik saja hidup di posisi Fariz? Andai saja itu dilakukannya, pasti keegoisannya akan melebur bersama kebekuan hatinya yang terus menerus menganggap kecil cinta Fariz.
Mengingat itu, membuat Zafira makin meradang karena lebih memilih Ronald dan menentang perjodohan dengan Fariz yang telah disepakati oleh kedua orang tua mereka.
Makin memikirkan hal tersebut, makin besar rasa bersalah yang mendera. Ingin rasanya memutar kembali waktu. Tidak akan ada kata menyia-nyiakan kesempatan. Akan dipergunakan waktu sebaik-baiknya untuk mengungkapkan, mencurahkan seluruh perasaan cintanya kepada Fariz.
Tidak ada guna menyesali diri. Ibarat pepatah mengatakan nasi sudah menjadi bubur. Tak mungkin mengembalikan waktu yang telah berlalu. Tak mungkin memanggil Fariz kembali dan mengungkapkan semua perasaan cintanya saat ini. Semua sudah terlambat. Menyesali diri pun sudah tak berarti apa-apa lagi.
Diusapnya kasur empuk itu perlahan-lahan dengan perasaan sedih.
"Fariz maafkan aku. Kumohon kembalilah. Bagaimana aku bisa hidup tanpamu.., Aku tidak sanggup..." Isaknya yang takkan pernah didengar Fariz, karena pria itu telah pergi entah kemana.
Zafira tidak dapat menghilangkan perasaan sedih serta rasa bersalah. Bahkan lebih dari itu, dia merasa sangat terpukul atas kepergian Fariz yang belum menyelesaikan kesalahan-fahaman yang terjadi di antara mereka. Kesalah-fahaman yang telah membuat Fariz tidak lagi mempercayainya.
Apapun yang kini terjadi dalam rumah tangganya, pertengkaran serta kesalahan-fahaman antara dirinya dengan sang suami akan diterima dan dijalani dengan setitik harapan mudah-mudahan semua berakhir baik dan secepatnya dipertemukan kembali dengan pria yang dicintainya.
Dari semua fase yang terjadi dalam hidupnya, dia tetap merasa sangat bersyukur, Allah telah menyelamatkannya dari pria pilihannya, yakni Ronald.
Takdir Allah telah membatalkan pernikahannya dengan Ronald. Hingga akhirnya takdir Allah pula yang membawanya terpaksa menikah dengan sahabatnya sendiri. Berawal dengan keterpaksaan namun berujung dengan cinta yang sangat besar yang belum sempat diungkapkan.
Zafira beranjak kemudian mendekati pigura besar, foto dirinya dan Fariz saat Ijab Qabul. Diusapnya foto Fariz dengan tatapan luka.
"Kamu jahat" lirihnya kembali tersedu menaruh kening di tembok.
"Harusnya kamu mempercayai ucapanku. Aku istrimu. Mengapa kamu lebih mempercayai apa yang kamu lihat daripada mempercayai aku yang sudah lama kamu kenal" Zafira makin terisak menyesali sikap Fariz terhadap dirinya.
Sepuluh menit berselang, Zafira mengambil ponsel di atas meja kemudian duduk di sofa. Gerakan tangannya tampak masih bergetar saat menekan tombol yang bertuliskan nama "Fariz".
Dan kini bukan hanya tangan yang bergetar, tubuh pun menjadi kian terasa lemas saat melihat notif panggilan WhatsApp bertulisan "memanggil".
WhatsApp Fariz tidak aktif. tidak seperti biasanya yang 24 jam saat Zafira menelepon pasti akan langsung terhubung.
Perasaan resah kini menghantui. Zafira berdiri dari sofa dan terus mencoba menelepon sang suami, berjalan mondar mandir menggigiti ujung kuku dengan raut wajah terlihat begitu gelisah. Terus berusaha menghubungi Fariz tetapi gagal. Gadis itu pun mulai putus asa. Tergambar jelas dari wajahnya yang pucat terlihat seperti tidak dialiri darah.
Zafira tetap tidak menyerah. Mencoba menelepon dari nomor biasa. Kembali menekan tombol panggilan hingga berpuluh kali tetapi lagi dan lagi sambungan masih tidak terhubung. Mungkin Fariz sengaja mematikan ponsel atau hal terburuk mungkin sudah memblokir nomornya? Pemikiran itu terus berkecamuk di benak Zafira membuat hatinya semakin cemas dan kian tidak tenang.
Gejolak batin teramat menyiksa diri. Berperang dengan berbagai macam pemikiran, kecemasan serta ketakutan hingga sampai di titik dimana dia menjadi sangat lemah, tidak mau bahkan tidak sanggup melakukan apa-apa.
Dia pun terduduk di lantai bersandar di kaki sofa sambil mencengkeram erat ponsel dengan mata yang kembali mengembun. Ditelungkupkannya muka di dudukan sofa dan mulailah terdengar kembali isakan dari bibir gadis itu.
Untung tadi bi Senah dan Marni bekerja dengan cekatan membersihkan kamar sehingga gadis itu tidak harus duduk di pecahan kaca yang tadinya berserakan memenuhi lantai.
"Mengapa nomormu tidak aktif? Apa yang sudah kamu lakukan padaku? Kamu meninggalkanku dalam keadaan seperti ini. Kamu benar-benar jahat" lirih Zafira pelan di balik wajahnya yang tertelungkup di sofa.
Jarum jam terus bergerak seiring dengan suara sedu sedan yang terdengar semakin lirih menyelubungi, membalut kamar tersebut.
Tanpa Zafira sadari, waktu pun terus berputar dengan cepat. Siang berganti sore. Dan sore pun kini merangkak mulai menggelap. Dunia pun sudah menjelang malam namun tidak ada tanda-tanda kedatangan Fariz kembali ke rumah mewah itu.
Entah sudah berapa lama Zafira berada dengan posisi tersebut. Padahal dia tidak tidur. Tetapi dia merasa posisi itulah yang saat ini menjadi posisi ternyaman untuknya. Menumpahkan tangisan dan memejamkan mata meskipun matanya enggan tertidur. Hanya sesekali Zafira merasakan tertidur sekejap tetapi di menit berikutnya dia kembali terbangun dengan perasaan kacau dan frustasi. Begitulah sampai jarum jam menunjukkan pukul setengah tujuh malam, gadis itu masih dalam keadaan terpuruk di lantai menelungkupkan wajah di sofa.
Hingga akhirnya Zafira dikejutkan dan sontak terbangun karena ketukan dari pintu. Penampilannya tampak sangat berantakan. Bahkan pakaiannya yang sejak pagi belum sempat dia ganti.
"Tok"
"Tok"
"Tok"
Dengan gerakan lemah, Zafira mengangkat wajah dari sofa lalu mengedarkan pandangan melihat jam dinding. Ternyata sudah malam. Untung lampu ruang kamar setiap saat dinyalakan kecuali saat tidur, sehingga saat ini kamar Zafira masih terlihat terang walaupun jendela kamar sebagian masih terbuka.
Zafira mengabaikan ketukan itu yang terus terdengar menggema di seluruh ruangan kamar. Tubuhnya benar-benar terasa lemas. Tidak ada tenaga sekedar untuk bangun dari duduknya atau pun berbicara dengan seseorang di balik pintu.
"Tok"
"Tok"
"Tok"
Ketukan itu kembali terdengar. Tampaknya si pengetuk tidak akan menghentikan ketukannya sebelum dia berhasil masuk ke dalam kamar dan melihat kondisi Zafira.
"Masuk," hanya kata itu yang sanggup dikeluarkan Zafira dari mulutnya dengan posisi tetap duduk di lantai tanpa berniat mengubah posisi duduknya.
Setelah mendapat izin dari si empu kamar, pengetuk di balik pintu pun baru berani memasuki kamar. Daun pintu sedikit terbuka perlahan-lahan sampai akhirnya muncul-lah sosok seorang wanita paruh baya di depan pintu kemudian tampak sosok itu tergopoh-gopoh berlari menghampiri Zafira.
"Neng, neng... Apa yang terjadi dengan neng? Mengapa seharian ini neng tidak keluar kamar sampai melupakan makan siang dan makan malam?" tanya bi Senah cemas duduk di samping Zafira kemudian mengusap lengannya pelan.
Wanita paruh baya itu memperhatikan kondisi Zafira yang tampak sangat berantakan. Kedua kelopak mata bengkak, bibir serta wajah begitu pucat, rambut dan pakaian awut-awutan serta tatapan matanya yang terlihat kosong. Kondisinya amat memprihatinkan.
...*****...