Silva, Marco dan Alex menjalin persahabatan sejak kelas 10. Namun, saat Silva dan Marco jadian, semuanya berubah. Termasuk Alex yang berubah dan selalu berusaha merusak hubungan keduanya.
Seiring berjalannya waktu, Alex perlahan melupakan sejenak perasaan yang tidak terbalaskan pada Silva dan fokus untuk kuliah, lalu meniti karir, sampai nanti dia sukses dan berharap Silva akan jatuh ke pelukannya.
Akankah Silva tetap bersama Marco kelak? Atau justru akan berpaling pada Alex? Simak selengkapnya disini!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pendekar Cahaya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 17 (Salah Paham)
"Tapi, kak, ada yang mau aku sampaikan, biar gak ada kesalahpahaman" kata Silva yang langsung ke mode serius.
"Apa itu, Sil?" Tanya Febi yang terlihat penasaran.
"Sebenarnya Alex itu...." Belum sempat Silva menyelesaikan perkataannya, Febi langsung menyela.
"Alex itu pacar kamu dan bakal jadi suami kamu kelak saat kalian sudah lulus kuliah, kamu mau bilang gitu kan" kata Febi dengan sangat yakin.
Marco yang mendengar itu sontak menjadi terkejut dan hatinya sakit mendengar pernyataan dari Febi. Marco merasa Silva mempermainkan perasaannya. Padahal diawal mereka jadian, Silva mengatakan kalau dia menyayangi Marco. Tapi, setelah mendengar hal itu Marco sadar kalau Silva hanya sekedar ingin menyenangkan hatinya saja dan tidak tulus dari dalam hatinya.
Marco tidak menyangka kalau yang Silva akui sebagai pacarnya pada teman-temannya saat selesai pementasan malam itu adalah Alex, bukan dirinya.
"Kak, bukan itu, tapi, pacar aku itu_" Silva ingin menjelaskan, tapi, lagi-lagi perkataannya disela.
"Alex, pacarnya Silva memang Alex, aku saksinya saat mereka jadian" kata Marco. Silva, Hilda dan Flea melongo. Ketiga wanita itu tidak percaya kalau Marco justru mengatakan hal yang serupa dengan Febi. Bukannya membantu Silva, Marco malah membuat kesalahpahaman itu semakin jauh. Mungkin karena sudah terlanjur sakit hati dengan apa yang di dengarnya sejak tadi.
"Oh iya, aku duluan yah, aku baru ingat, ada hal yang ingin aku urus, aku pamit yah" Marco segera pergi dari tempat itu. Silva mencoba mencegahnya, tapi, Marco seolah tidak mempedulikan Silva karena terlanjur sakit hatinya telah dipermainkan seperti itu oleh Silva.
"Kok Marco malah memperumit masalah ini, bukannya bantuin juga" runtuk Silva. Hilda dan Flea saling menatap dan seolah saling bertanya. Mereka berdua lalu menatap Silva. Silva menatap keduanya, seolah bertanya apa yang harus dia lakukan. Hilda dan Flea mengangkat kedua bahunya pertanda mereka juga tidak tahu harus berbuat apa.
"Nanti aku jelasin deh ke Marco, semoga aja dia mau ngerti kalau saat itu yang ngomong kayak gitu itu Alex, bukan aku" batin Silva.
....
Marco bergegas keluar dari mall dan segera kerumah Silva untuk mengambil motornya, lalu langsung pulang ke rumahnya. Namun, saat Marco baru saja keluar, ada seseorang yang memanggilnya dan berjalan mendekat kearahnya.
"Eh, Zea, kamu kok bisa disini?" Tanya Marco yang terkejut melihatnya.
"Aku mau beli peralatan buat tennis gitu, mau beli raket sama sepatunya juga" jawab Zea.
"Kamu sendiri ngapain disini?" Zea berbalik bertanya.
"Berkebun! Hahaha....." Marco menjawab dengan bercanda, lalu setelah itu tertawa lepas. Zea pun ikut tertawa mendengar jawaban random Marco.
"Kamu tuh ada ada aja, ya kali berkebun di mall, gak sekalian kamu gembala sapi juga disini" Zea tertawa dan menimpali candaan Marco.
"Gak, tadi aku kesini bareng pacar aku dan juga dua orang sahabatnya, maksudnya pengen ngerayain ultah pacar aku hari ini, cuma karena ada insiden gitu, jadinya aku mau langsung pulang" terang Marco.
"Tapi, berhubung ketemu kamu disini, mending aku temani kamu aja belanja di dalam, kan sekarang kamu majikan aku" Marco menambahkan.
"Apa'an sih, Co, gak usah pake kata majikan gitu lah, gak enak dengarnya, aku bukan tipikal orang yang suka dipanggil dengan panggilan kayak gitu, jadi, santai aja yah" kata Zea.
"Ya udah deh terserah kamu aja" jawab Marco pasrah.
Mereka berdua pun jalan beriringan masuk kedalam mall. Marco dan Zea memilih jalan masuk yang berbeda dengan yang dia lalui dengan Silva dan dua sahabatnya tadi. Marco khawatir dia berpapasan dengan Silva yang bisa mengakibatkan kesalahpahaman diantara mereka. Zea pun mengerti dan mengikuti apa yang diinginkan oleh Marco.
Marco terlihat senang dan mencoba untuk melupakan sejenak masalahnya dengan Silva. Sesekali Marco melemparkan candaan yang membuat Zea kembali tertawa dan merasa sangat senang karena dia ditemani oleh Marco dan tidak merasa bosan selama dia belanja di mall.
Mereka berdua pun melangkah masuk kedalam toko olahraga. Zea mulai memilih barang yang mau dia beli. Sesekali juga Zea meminta pendapat Marco tentang barang pilihannya itu.
"Gimana menurut kamu, Co, ini cocok gak buat aku" Zea meminta pendapat sambil menunjukkan raket yang dia pegang.
"Cocok aja sih menurutku" jawab Marco.
"Kalau yang ini gimana?" Zea kembali bertanya sambil menunjukkan model raket yang lain. Marco memberikan jawaban yang serupa dengan yang tadi. Sampai akhirnya Zea memutuskan untuk mengambil pilihan keduanya itu dan memberikan pada pegawai toko yang berdiri tidak jauh dari mereka berdua.
Zea lalu lanjut memilih sepatu yang sekiranya cocok dengan raket yang dipilihnya barusan. Tak butuh waktu lama Zea sudah menentukan pilihannya dan kembali memberikan pada pegawai toko tadi dan membawanya ke kasir untuk segera dibayar.
Saat Zea tengah membayar belanjaannya, tiba-tiba Silva dan kedua sahabatnya melewati toko olahraga untuk menuju ke bioskop. Marco langsung sembunyi dibalik Mannequin yang terpajang di toko itu, agar tidak terlihat oleh ketiga wanita itu, yang akan membuat Silva salah paham saat melihatnya berdua dengan wanita lain. Marco bernafas lega, saat Silva dan dua wanita lainnya sudah berjalan menjauh dari toko itu.
"Kamu ngapain sih, mau dampingi Mannequin ini, berdiri jadi pajangan juga disini" Zea sedikit tertawa melihat tingkah Marco.
"Gak kok, gak apa-apa, udah selesai kan?" Tanya Marco dan berusaha menyembunyikan sesuatu dari Zea.
"Nih" Zea menunjukkan kantong belanjaannya.
"Ya udah, yuk, kita balik" Marco melangkah keluar dari toko olahraga.
"Loh, kok pulang sih, Co" kata Zea, yang sepertinya belum ingin pulang.
"Terus kemana lagi? Mau beli apa lagi emangnya?" Tanya Marco.
"Aku laper, soalnya aku gak sempat makan dirumah, soalnya asisten di rumah juga tadi pagi pulang kampung, jadi, gak ada yang masak" terang Zea.
"Ya udah, mau makan dimana?" Tanya Marco yang memutuskan mengikuti kemauan Zea.
"Aku lagi kepengen makanan tradisional gitu, hmm... Ahh, disana, yuk" Zea langsung menarik tangan Marco. Marco pun pasrah saja tangannya ditarik oleh Zea dan mengikuti langkahnya.
Zea dan Marco duduk di meja yang masih kosong. Mereka berdua memesan makanan yang ingin mereka makan. Marco hanya memesan minuman saja, karena tadi sudah sempat makan bersama kekasihnya dan dua sahabatnya.
"Yakin kamu gak mau makan, Co?" Tanya Zea memastikan.
"Iya, aku yakin, lagian aku juga masih kenyang kok, minum jus aja udah cukup kok" jawab Marco dengan yakin. Mereka berdua ngobrol sejenak sampai pelayan datang membawa pesanan mereka masing-masing dan menyajikannya diatas meja.
"Zea sayang, kamu ngapain berduaan disini sama cowok lain lagi" seseorang tiba-tiba datang dan menghampiri meja Zea dan Marco. Zea menoleh dan terkejut melihat kekasihnya yang tiba-tiba saja datang.
"Sa.... Sayang, aku bisa jelasin" Zea sedikit gugup melihat pacarnya yang tiba-tiba saja datang.