Karina kembali membina rumah tangga setelah empat tahun bercerai. Ia mendapatkan seorang suami yang benar-benar mencintai dan menyayanginya.
Namun, enam bulan setelah menikah dengan Nino, Karina belum juga disentuh oleh sang suami. Karina mulai bertanya-tanya, apa yang terjadi pada suaminya dan mulai mencari tahu.
Hingga suatu hari, ia mendapati penyebab yang sebenarnya tentang perceraiannya dengan sang mantan suami. Apakah Karina akan bertahan dengan Nino? Atau ia akan mengalami pahitnya perceraian untuk kedua kalinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fahyana Dea, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Trauma?
Karina menyiapkan beberapa potong pakaian untuk dibawa besok pagi oleh Nino. Ia memasukkannya ke dalam koper berukuran kecil. Karina kembali mengecek perlengkapannya, ia tidak boleh melewatkan satu pun, tidak boleh ada barang yang tertinggal.
Nino keluar dari kamar mandi sambil menggosok rambutnya yang basah dengan handuk. Ia melihat istrinya yang belum selesai dengan kegiatan membereskan perlengkapan miliknya. Karina berkacak pinggang sambil tampak berpikir menatap koper yang sudah dipenuhi oleh barang milik Nino.
Nino berjalan menghampiri istrinya, lalu ia memeluknya dari belakang membuat Karina sedikit tersentak. Wanita itu menoleh.
"Aku gak perlu bawa perlengkapan yang banyak. Cuma dua hari, kok," ujar Nino.
"Aku tahu, aku cuma memastikan kalau gak ada yang tertinggal."
Nino tidak menghiraukan ucapan Karina. Ia sibuk menghidu aroma floral dari tubuh wanita itu. Penampilan Karina malam ini cukup menggoda untuk Nino. Walaupun tidak dapat menjamah tubuh istrinya lebih jauh lagi, tetapi insting normalnya sebagai pria dewasa tetap saja ada.
Karina memakai gaun tidur berbahan satin dengan belahan dada rendah, walau Karina memakai outer yang senada dengan gaunnya, tetapi pakaian itu seakan tidak berguna karena selalu melorot dari pundak Karina. Gaun tidur itu dari Tasya—adik Nino—sebagai kado pernikahan mereka. Ia tidak mengerti, kenapa adiknya harus memberi hadiah seperti ini untuk Karina. Apa dia sengaja agar kakaknya ini selalu tergoda melihat Karina berpakaian seperti itu?
Nino melepas pelukannya agar tidak tergoda lebih jauh lagi. Ia tidak ingin membuat Karina kecewa karena permainan mereka tidak pernah usai.
"Sayang, kalau aku panggil Tasya buat nemenin kamu di sini, gimana?" tanya Nino.
Karina menoleh sekilas. "Kayaknya gak usah, Mas. Dia kan kerja sekarang, dari sini ke Bekasi jauh. Aku gak apa-apa kok di sini sendirian."
Karina berjalan ke arah Nino dan duduk di sampingnya.
"Aku udah biasa tinggal sendiri, Mas."
Ada perasaan khawatir yang menghinggapi Nino kali ini. Biasanya ia tidak pernah merasa seperti ini jika meninggalkan Karina sendirian di rumah.
"Kalau gitu, suruh Mbak Tika nginep di sini aja, gimana? Atau temen kamu itu, siapa? Safira, suruh Safira nginep di sini buat nemenin kamu." Nino mendadak terlihat cemas.
"Mas, aku gak akan kenapa-kenapa, kok. Kenapa kamu mendadak sekhawatir ini?"
Nino tertegun, ia baru menyadari, semuanya semakin menjadi-jadi sekarang.
"Mas, kamu sebenarnya kenapa, sih?"
Nino menatap Karina.
"Aku khawatir sama keadaan kamu sekarang. Tidur kamu gak nyenyak, kadang mimpi buruk. Kadang kamu juga suka khawatir atau cemas gak jelas kayak gini."
Nino menarik napas dalam. Ia belum siap untuk jujur. Ia terlalu takut. "Mungkin karena aku kecapekan aja, sama stres karena pekerjaan." Nino tersenyum. "Kamu gak usah khawatir." Nino beranjak dari duduknya dan keluar dari kamar.
Untuk kali ini, Karina tidak percaya dengan ucapan Nino. Itu bukan sekadar rasa lelah dan stres karena pekerjaan. Ini lebih dari itu, bahkan tentang mereka yang tidak bisa berhubungan seksual, tentang Nino yang tidak menyediakan benda tajam di rumah. Itu bukanlah masalah biasa yang umum terjadi, itu sebuah kejanggalan yang tidak biasa.
***
"Aku akan hubungi kalau udah sampai." Nino mencium kening Karina sebelum pergi. "Kamu jaga diri baik-baik, ya. Kalau ada apa-apa, kamu segera telepon aku."
Karina tersenyum. "Iya, Mas."
Sebenarnya Karina ingin mendebat jika dirinya akan baik-baik saja, tetapi ini masih pagi bahkan di luar masih gelap karena baru jam lima.
Nino memeluknya cukup lama, menciumi puncak kepala istrinya berkali-kali. Mencium kening, pipi, hidung dan bibir berkali-kali, sebelum akhirnya berhenti karena taksi pesanannya sudah datang.
"Aku berangkat, ya."
Karina mengangguk, lalu melambaikan tangan.
Karina kembali ke dalam setelah taksi yang ditumpangi oleh Nino tidak terlihat. Karena masih cukup lama untuk berangkat kerja, Karina akan mencoba masuk ke ruang baca rumah ini. Ia penasaran sudah cukup lama. Padahal Nino mengizinkannya masuk kapanpun Karina mau.
Karina memutar kunci ruangan yang bersebelahan dengan ruang kerjanya. Begitu membuka pintu, ia dibuat berdecak kagum karena terdapat tiga lemari dipenuhi dengan buku. Selain itu ada sofa yang terletak di sudut ruangan di samping jendela besar di sebelah barat. Mungkin agar cahaya masuk lebih banyak dan membuat mata tidak lelah karena kekurangan cahaya saat membaca.
Rumah ini memang terdapat banyak jendela berukuran besar. Di ruang tengah, di kamar, dan juga di ruangan ini. Pintunya juga diselaraskan. Hanya bagian depan saja ukuran jendelanya kecil.
Karina meneliti buku-buku yang terpajang di sana. Hampir semua buku di sana bisa membuat Karina mengantuk saat membaca. Karina tidak suka membaca nonfiksi. Namun, salah satu buku berhasil membuatnya tertarik.
Ia mengambil buku itu, Karina mengernyit karena itu bukanlah buku yang umum dimiliki oleh semua orang. Buku berbahasa Inggris, berjudul "The Cognitive Behavioral Coping Skills Workbook for PTSD".
Karina tertegun. Kenapa Nino punya buku seperti ini? Ia duduk di sofa dengan membawa buku itu, Karina membaca sekilas bagian dalam buku tersebut. Namun, ia tidak mengerti, bukan karena bahasanya, tetapi ia tidak mengerti tentang sesuatu yang berbau seperti ini.
Setelah beberapa saat, Karina menyimpan buku itu kembali. Setelah itu, ia termenung cukup lama di sofa. Karena buku itu, ia tidak bisa berpikir positif. Banyak pertanyaan dalam benaknya, tentang kemungkinan Nino yang mempunyai trauma cukup parah hingga mengalami PTSD, tapi karena apa? Kenapa Nino bisa mengalami hal itu? Apa itu berhubungan dengan semua kejanggalan yang ditemukan oleh Karina dalam beberapa waktu terakhir?
Karina mendesah pelan. Ia menopang kepalanya dengan tangan yang ia tumpukan di paha. Karina akan menyangkal semua pikirannya. Nino baik-baik saja, dia tidak mungkin mempunyai trauma atau apa pun. Nino baik-baik saja. Mungkin Nino mempunyai buku hanya untuk menambah pengetahuan.
***
"Aku baik-baik aja, Mas. Kamu udah empat kali telepon aku cuma buat nanyain kabar aku doang." Karina memindahkan chanel TV yang sebenarnya tidak ada acara yang seru.
"...."
"Iya, Mas. Aku akan telepon kok kalau ada apa-apa. Lagian kan kamu sendiri yang bilang kalau kompleks ini aman. Jadi gak mungkinlah aku kenapa-napa di sini."
"...."
"Kamu fokus kerja aja, oke. Aku bisa jaga diri di sini. Kamu jangan sering khawatirin aku cuma karena pikiran negatif kamu. Besok kamu pulang, kan?"
"...."
"Hmm."
"...."
"Love you too."
Karina membuang napas pelan setelah teleponnya diakhiri. Dalam tiga jam terakhir, pria itu sudah meneleponnya empat kali dan sudah terjadi sejak kemarin. Biasanya Nino tidak pernah seperti ini, kenapa dia menjadi khawatir berlebihan pada Karina?
***
Sementara itu, Nino tidak bisa menghilangkan kegelisahannya sejak tadi. Kekhawatirannya pada Karina tidak bisa hilang, ia takut terjadi sesuatu pada istrinya. Ia takut kejadian seperti dulu terulang lagi, ia takut hal itu terjadi pada Karina. Nino takut kehilangan Karina, Nino takut Karina meninggalkannya.
Nino mengepalkan tangannya yang tampak bergetar. Ia berusaha untuk menenangkan dirinya sendiri. Mengatur napas agar jantungnya berdetak normal. Kenapa mimpi buruk yang telah lama hilang, sekarang menghantuinya kembali?