800 setelah perang nuklir dahsyat yang melibatkan Amerika Serikat, Rusia, dan Tiongkok, dunia telah berubah menjadi bayangan suram dari masa lalunya. Peradaban runtuh, teknologi menjadi mitos yang terlupakan, dan umat manusia kembali ke era primitif di mana kekerasan dan kelangkaan menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari.
Di tengah reruntuhan ini, legenda tentang The Mockingbird menyebar seperti bisikan di antara para penyintas. Simbol harapan ini diyakini menyimpan rahasia untuk membangun kembali dunia, namun tak seorang pun tahu apakah legenda itu nyata. Athena, seorang wanita muda yang keras hati dan yatim piatu, menemukan dirinya berada di tengah takdir besar ini. Membawa warisan rahasia dari dunia lama yang tersimpan dalam dirinya, Athena memulai perjalanan berbahaya untuk mengungkap kebenaran di balik simbol legendaris itu.
Dalam perjalanan ini, Athena bergabung dengan kelompok pejuang yang memiliki latar belakang & keyakinan berbeda, menghadapi ancaman mematikan dari sisa-s
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Doni arda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7: Bayang-bayang Penindasan
Angin dingin menusuk kulit Athena saat ia melangkah keluar dari hutan lebat menuju dataran terbuka. Dari kejauhan, ia melihat asap tipis mengepul dari sebuah kota kecil yang terlihat rapuh. Kota itu tampak seperti sisa-sisa peradaban tua, dikelilingi oleh pagar kayu yang setengah runtuh, seolah-olah tidak mampu melindungi penduduknya dari bahaya.
Athena menghela napas panjang. Sejak meninggalkan reruntuhan kuil, ia telah berjalan jauh melewati desa-desa kosong yang ditinggalkan, ladang tandus yang tidak lagi dapat ditanami, dan sungai-sungai yang mengering. Namun, ini berbeda. Kota ini masih hidup, tapi kehidupan di dalamnya tidak tampak seperti sesuatu yang layak disebut "hidup."
---
Athena yang sudah datang di Kota Hakar
Athena memasuki gerbang kayu kota yang sudah hampir runtuh, mencoba menyembunyikan kehadirannya. Penduduk kota itu tampak lesu dan kurus, dengan pakaian compang-camping dan wajah penuh luka. Mereka berjalan lamban, memikul beban berat di pundak, sementara pasukan berseragam gelap berdiri mengawasi mereka.
Para penjaga itu mengenakan seragam hitam dengan lambang burung elang yang dicengkeram oleh cakar mekanik—simbol Militer Timur. Senjata otomatis tergantung di pinggang mereka, dan wajah mereka tersembunyi di balik topeng logam yang membuat mereka terlihat seperti mesin pembunuh tanpa emosi.
Athena memutuskan untuk tetap rendah hati, berjalan di antara bayang-bayang, mengamati apa yang sebenarnya terjadi di tempat itu.
"Lebih cepat!" seru salah satu penjaga, mendorong seorang pria tua yang berusaha mengangkut sekantong besar logam bekas ke gerobak. Pria itu tersandung dan jatuh, tapi penjaga tidak menunjukkan belas kasihan. Dengan kejam, ia menendang tubuh tua itu hingga berguling di tanah.
"Jangan buang waktu kami. Kalau kau tidak bisa bekerja, kau akan mati," katanya dingin.
Athena mengepalkan tangan, kemarahan membara dalam dadanya. Namun, ia tahu bahwa melawan sekarang hanya akan membuatnya terbunuh, dan itu tidak akan membantu siapa pun di sini.
---
Setelah mengamati lebih jauh, Athena mulai memahami situasi di kota kecil yang disebut Hakar itu. Penduduknya dipaksa bekerja untuk memenuhi kuota sumber daya yang dikirim ke Atlantis. Setiap hari, mereka harus menggali logam dari reruntuhan bangunan tua, memotong kayu dari hutan sekitar, dan menyerahkan semua hasil kerja keras mereka kepada para penjaga.
Anak-anak tidak dikecualikan dari penderitaan ini. Athena melihat seorang anak kecil, tidak lebih dari sepuluh tahun, menyeret balok kayu yang terlalu besar untuk tubuh mungilnya. Peluh mengalir di wajahnya yang kotor, tapi tidak ada tanda-tanda ia akan menyerah. Seorang wanita, mungkin ibunya, berusaha membantu, tapi penjaga dengan cepat menahan langkahnya.
"Anak itu bisa bekerja sendiri," kata penjaga itu sambil menodongkan senjata ke arah wanita itu. "Jangan coba-coba mengurangi beban kami."
Wanita itu hanya bisa menunduk, menahan air matanya.
---
Saat malam tiba, Athena menyelinap ke salah satu rumah kecil di tepi kota. Di sana, ia bertemu dengan seorang pria tua bernama Varek, yang tampaknya menjadi salah satu penduduk yang masih memiliki semangat perlawanan meski fisiknya sudah melemah.
"Jadi kau orang luar," kata Varek dengan suara serak sambil menyeruput teh hangat yang dibuat dari dedaunan liar. "Kenapa kau datang ke tempat seperti ini? Kau tahu kalau mereka akan membunuhmu jika ketahuan, bukan?"
"Aku sedang mencari sesuatu," jawab Athena dengan hati-hati. "Tapi apa yang kulihat di sini… ini lebih buruk daripada yang pernah kubayangkan."
Varek mengangguk. "Ini bukan hanya Hakar. Kota-kota kecil di seluruh wilayah ini mengalami nasib yang sama. Mereka tidak peduli pada kita. Mereka hanya melihat kita sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan mereka. Logam, kayu, apa pun yang bisa mereka ambil untuk Atlantis, mereka akan ambil, tanpa peduli siapa yang harus menderita."
Athena mendengar kesedihan dalam nada bicara pria itu. "Apa kau tahu siapa yang bertanggung jawab atas semua ini?"
"Militer Timur mungkin terlihat sebagai pelakunya, tapi mereka hanya boneka," jawab Varek. "Atlantis adalah dalangnya. Mereka punya teknologi, kekuatan, dan pengaruh untuk mengendalikan dunia ini. Mereka bahkan tidak perlu datang sendiri—mereka hanya mengirimkan perintah melalui para penjaga ini."
---
Saat fajar menyingsing, Athena mendengar suara gaduh dari alun-alun kota. Ia bergegas keluar, menyelinap di antara bangunan untuk melihat apa yang terjadi.
Di tengah alun-alun, seorang pria muda berlutut, tangannya terikat di belakang punggung. Penjaga berdiri di sekelilingnya, dengan seorang perwira berpakaian lebih megah memimpin.
"Pria ini," kata perwira itu dengan suara lantang, "telah berani mencuri makanan dari gudang militer. Pengkhianatan seperti ini tidak akan ditoleransi."
Athena melihat ke arah kerumunan penduduk yang dipaksa menonton. Wajah mereka penuh ketakutan, tapi tidak ada yang berani berbicara. Pria yang akan dieksekusi itu menatap kerumunan dengan mata penuh kemarahan, bukan penyesalan.
"Aku hanya mencoba menyelamatkan keluargaku!" teriaknya. "Kalian tidak peduli pada kami! Kalian mengambil segalanya dari kami!"
Perwira itu tidak tergoyahkan. Ia mengangkat pistol dan menodongkannya ke kepala pria itu.
"Ini adalah peringatan bagi siapa pun yang mencoba melawan," katanya dingin sebelum menarik pelatuknya.
Tembakan menggema di udara, dan tubuh pria itu roboh ke tanah. Athena merasakan matanya panas, tapi ia tidak membiarkan dirinya menangis. Ia tahu bahwa rasa sakit ini adalah bagian dari kenyataan yang harus ia hadapi.
---
Setelah eksekusi, Athena kembali ke rumah Varek, di mana ia tidak lagi menyembunyikan pikirannya.
"Aku tidak bisa hanya menonton," katanya dengan suara tegas. "Aku harus melakukan sesuatu untuk menghentikan ini."
Varek memandangnya dengan ragu. "Kau tidak bisa melawan mereka sendirian, Nak. Mereka punya senjata, teknologi, dan pasukan yang jauh lebih kuat daripada apapun yang kau miliki."
"Tapi mereka tidak punya kebenaran," jawab Athena. "Jika aku bisa mencapai Puncak Relic dan menemukan apa yang tersembunyi di sana, mungkin aku bisa mengungkapkan sesuatu yang bisa mengubah keadaan. Aku harus mencoba, setidaknya."
Pria tua itu terdiam sejenak sebelum akhirnya mengangguk pelan. "Kalau begitu, aku akan membantumu sebisaku. Ada jaringan perlawanan kecil di wilayah ini, orang-orang yang sudah muak dengan penindasan. Aku akan memperkenalkanmu pada mereka."
Athena tersenyum tipis. Untuk pertama kalinya dalam beberapa hari terakhir, ia merasa bahwa ada secercah harapan.
---
Athena tahu bahwa jalan ke depan akan penuh dengan bahaya. Tapi melihat penderitaan di Hakar, ia menyadari bahwa misinya bukan hanya tentang dirinya sendiri. Ini tentang membebaskan dunia dari belenggu yang telah memenjarakannya selama berabad-abad.
Dengan tekad yang semakin membara, ia bersiap untuk melangkah ke babak berikutnya dalam perjuangannya melawan kekuatan yang jauh lebih besar dari dirinya.
---