Aku hidup kembali dengan kemampuan tangan Dewa. Kemampuan yang bisa mewujudkan segala hal yang ada di dalam kepalaku.
Bukan hanya itu, banyak hal yang terjadi kepadaku di dunia lain yang penuh dengan fantasi itu.
Hingga akhirnya aku memiliki banyak wanita, dan menjadi Raja Harem yang membuat semua pria di dunia ini merasa iri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Karma-Kun, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ritual Sesat
“Hu ha hu ha hu ha … Na na na na na … Hu ha hu ha hu ha … Na na na na ….”
Aku terbangun saat kudengar suara ribut-ribut di sekitarku, lalu kulihat sekeliling dengan waspada dan ternyata aku sedang berada di tengah-tengah sebuah desa.
Sementara para wanita kanibal itu tampak duduk melingkar di sekitar ku sembari terus mengelurkan suara-suara aneh.
‘Astaga, apa yang terjadi? Mungkinkah mereka sedang berdoa sebelum makan?’ Batinku menebak-nebak.
“Catrine! Leon!” Aku lanjut berteriak memanggil kedua orang itu, tapi aku tak bisa menemukannya meski sudah ku cari di mana-mana.
‘Jangan bilang mereka sudah menjadi hidangan untuk makan malam? Tidak, aku tidak boleh membiarkan mereka terbunuh di tempat ini,’ pikirku, spontan berontak melepaskan tali yang menjeratku.
“Berhentilah memberontak, kedua temanmu baik-baik saja di dalam penjara.”
Sebuah suara lembut dari seroang wanita tiba-tiba terdengar di belakangku.
“Kalian siapa? Cepat lepaskan aku!” Ucapku masih dengan suara keras.
“Maaf, kami tak bisa melepaskanmu sebelum kamu menyelesaikan ritual membuat anak. Aku sebagai kepala suku mengizinkanmu untuk menyentuh tubuh putriku,” ucap wanita yang mengaku sebagai kepala suku.
Seorang gadis cantik muncul di dari arah depan tak lama kemudian, ternyata ia gadis yang sudah menghentikan gerakan wanita jangkung tadi siang.
“Apa yang harus aku lakukan sekarang? Ritual membut anak apa yang kamu maksud?” Tanyaku kepada kepala suku.
“Berapa usiamu anak muda? Apa kamu belum paham cara membuat anak?” Kepala suku bertanya balik.
“Usiaku lima belas tahun, aku belum paham tentang hal seperti itu,” alasanku, padahal aku sangat mahir kalau urusan begituan.
Seorang wanita jangkung bernama Zola tiba-tiba membisikan sesuatu kepada kepala suku sembari menatapku dengan sinis.
Kepala langsung menghampiriku, ia membuka tali yang mengikat sekujur tubuhku.
“Kamu jangan berpura-pura polos, anak muda. Aku tahu kamu sangat berpengalaman dalam hal seperti itu. Kalau tidak, kamu tak mungkin berani berbuat cabul saat melewati wilayah kami,” bisik kepala suku.
“Kamu benar, aku memang sangat berpengalaman. Tapi, apa masalahnya? Aku tak mungkin bersetubuh dengan orang yang baru saja aku temui, kan?” Tanyaku agak bingung.
“Tak masalah, karena ini adalah ritual tahunan suku kami. Sekarang kamu hanya perlu menyemburkan benih sebanyak mungkin hingga pagi nanti,” jelas kepala suku.
Aku tertegun sejenak usai mendengarnya, masa aku harus bersetubuh sampai pagi? Belum lagi aku harus melakukannya di depan semu wanita ini?
“Kamu yakin ingin aku melakukannya dengan putrimu di sini? Tidakkah ini terlihat sangat memalukan?” Tanyaku memastikan.
“Tidak memalukan sama sekali, justru ini sebuah kesenangan bagi suku kami karena bisa melihatnya secara langsung. Kami pasti akan ikut menikmatinya bila kamu bisa membahagiakan putriku. Namun, kami akan langsung membunuhmu serta kedua temanmu bila kamu tak mampu bertahan sampai pagi,” ungkap kepala suku.
Glup!
Aku menelan salivaku, spontan kutengok putri kepala suku. Dan harus kuakui kalau gadis itu memang sangat cantik meski berasal dari suku aneh ini. Dia juga mungkin masih perawan dan tidak pernah dijamah pria manapun.
Sejujurnya ini sebuah keuntungan kalau situasinya normal, tapi situasiku sekarang bisa dibilang jauh dari kata normal.
“Apa kamu bisa berjanji akan melepaskan kami setelah aku membahagiakan putrimu?” Tanyaku meminta kepastian.
“Aku bisa menjanjikan itu selama kamu memenuhi syarat kami,” sahut kepala suku.
“Baiklah, aku bersedia melakukannya. Tapi, aku ingin makan dulu sekarang, perutku sudah sangat lapar soalnya,” pintaku.
“Tenang saja, kami sudah menyiapkan makanan terbaik untuk peserta ritual malam ini,” ujar kepala suku sembari menjentikan jarinya.
Beberapa wanita tanpa busana atas segera muncul dengan sebuah wadah di tangan masing-masing, mereka sepertinya membawa makanan untuk aku santap sebelum melakukan persetubuhan.
“Itu bukan daging manusia, 'kan?” Tanyaku tanpa sadar.
“Daging manusia? Kenapa kami harus memberimu daging manusia?” Kepala suku bertanya balik.
“Bukankah kalian suku kanibal? Kudengar kalian paling suka makan daging manusia,” ujarku.
“Hahaha! Siapa bilang kami suku kanibal? Kami bukan orang-orang seperti itu, kami adalah suku Gwayan, penduduk asli dari gunung gelap ini,” jelas kepala suku.
“Oh, ternyata kalian penduduk asli gunung ini. Syukurlah, aku bisa merasa tenang kalau begitu,” ujarku sembari menghembuskan nafas panjang.
“Tapi kami akan langsung membunuh siapa saja yang tidak mematahui aturan di gunung ini, termasuk perbuatan cabul seperti yang sudah kamu lakukan sebelumnya,” balas kepala suku.
Aku hanya bisa menundukan kepala, tak berani lagi berkomentar apapun tentang suku ini.
“Silakan dimakan dulu, kita akan makan bersama di sini,” ucap putri kepala suku sembari memberiku makanan di atas sebuah wadah.
“Terima kasih,” sahutku, lalu kuambil beberapa daging dari wadah itu.
‘Enak! Rasanya sungguh enak sekali! Ini sepertinya daging kambing!’ Aku berseru di dalam hati.
“Apa kamu sangat menyukai torpedo kambing itu? Kamu lahap sekali ketika memakannya,” tanya putri kepala suku.
“Eh? Ini torpedo kambing?” Tanyaku, spontan berhenti memakan daging itu.
“Ya, itu sup torpedo kambing, kalau ini sate torpedo kambing.” Jawab putri kepala suku, melahap daging di tangannya tanpa ragu.
Aku jadi ragu untuk meneruskan makan kalau sudah begini, tapi tak enak juga bila harus mengabaikan kebaikan kepala suku.
Singkatnya, aku menghabiskan semu makanan itu dalam waktu kurang dari sepuluh menit, seketika kurasakan hawa panas naik hingga ke ubun-ubun.
“Ayo kita mulai ritualnya,” teriak kepala suku, semua wanita di sekitar menyanyi lagi setelahnya.
‘Hei, tangan sakti. Kau harus membantuku memuaskan gadis itu, berikan aku kekuatan agar bisa bersetubuh sampai pagi,’ pintaku di dalam hati, tangan kananku langsung kesemutan seperti biasanya.
Aku berjalan perlahan ke tempat putri kepala suku, yang kini sudah terbaring pasrah di atas sebuah singgasana kecil terbuat dari anyaman rotan. Kemudian kulepas seluruh pakaian ku di depan semua orang tanpa ragu sama sekali.
“Wow!”
Semua wanita itu langsun terbelalak saat melihat kemaluanku yang sudah berdiri tegak menantang. Mereka terpana dengan ukuran dan panjang dari benda pusaka milikku.
“Senjatamu sepertinya sangat kuat, anak muda. Kuharap durasinya sesuai dengan ukurannya,” ucap kepala suku.
“Tentu saja, senjataku juga bisa mengalahkan kalian semua sekaligus,” balasku sekenanya. Lagi pula, aku tak keberatan bila mereka ingin merasakan hantaman dari benda pusaka ini, sekalian saja kupuaskan mereka biar tidak menggangguku lagi nanti.
Putri kepala suku tiba-tiba bergerak ke depanku, disentuhnya bena itu dengan sangat lembut seakan ia baru saja melihat benda antik.
“Sungguh perkasa sekali,” ucap putri kepala suku seraya mencium kepala benda pusaka ku.
“Apa kamu menyukainya?” Tanyaku, kuusap lembut rambut putri kepala suku.
“Aku sangat menyukainya, punya kamu ternyata lebih besar dari yang aku bayangkan,” sahut putri kepala suku.
“Baguslah kalau kamu menyukainya, apa kita bisa langsung memulainya sekarang?”
“Boleh, tapi kita harus mengikrarkan sebuah janji sebelum masuk ke acara utama,” sahut putri kepala suku.
“Maksud kamu gimana ya?” Aku beneran heran, kenapa pula harus membuat sebuah janji sebelum bersetubuh?
Putri kepala suku tidak langsung menjawab pertanyaanku, ia malah melucuti seluruh pakaiannya di depan mataku hingga benar-benar telanjang.
Glup!
Gila memang, tubuh gadis ini sangat bagus sekali, mungkin setara dengan tubuh Laura. Terlebih sikapnya sangat lembut seperti Catrine.
Hawa panas ini semakin naik saja setelah melihat pemandangan indah dari tubuh putri kepala suku. Dan akan naif rasanya bila aku tidak memiliki nafsu.
“Ayo kita teteskan darah di wadah ini, setelahnya kita bisa memulai acara utama,” ujar putri kepala suku sembari menusukan jarum ke telunjuknya, lalu meneteskan darah itu ke sebuah wadah berisi air.
“Baiklah,” sahutku, kemudian melakukan hal serupa seperti putri kepala suku.
“Berikan kami berkah wahai penguasa gunung gelap! Berikan kami keturunan yang bisa memimpin suku kami hingga ribuan tahun ke nanti!” Teriak kepala desa memimpin ritual.
Para wanita bertelanjang dada di sekitarku ikut menggemakan suara seperti kepala desa, lalu mereka bernyanyi lagi untuk mengiringi persetubuhanku dengan putri kepala suku.
“Aku Helena Rashgul akan memberikan tubuh suciku kepada pemuda ini, aku harap penguasa gunung bersedia memberiku seorang anak laki-laki,” ucap putri kepala suku bernama Helena.
“Sekarang giliranmu, ucapkan hal yang sama seperti aku ucapkan barusan,’ ujar Helena.
Aku mengangguk, kemudian kuturuti ucapan Helena.
“Aku Brian Von Argus akan memberikan tubuh suciku kepada gadis ini, aku harap penguasa gunung bersedia memberiku seorang anak laki-laki,” ucapku.
Entah apa maksudnya, yang penting aku ucapkan saja. Lagian aku akan pergi dari tempat ini nanti, jadi tak ada salahnya bila aku mengikuti keinginan daris suku Gwayan ini.
Air di dalam wadah tiba-tiba memancarkan sinar berwarna kemerahan, darah kami tampak menyatuh sepenuhnya seakan mengambulkan permintaan kami.
“Ayo diminum selagi kekuatan sihirnya masih terkumpul,” ucap Helena sembari memberikan wadah itu.
“Oke,” balasku, langsung keteguk saja semua air di dalam wadah.
Aneh sekali, aku merasa kekuatan tubuhku meningkat hingga sepuluh kali lipat usai meminum air bercampur darah itu. Benda ku juga terasa semakin keras seperti pipa besi.
“Berhasil! Penguasa gunung telah menjawab permohonan kita!” Seru kepala suku usai melihat itu.
Aku benar-benar bingung akan situasi ini, tak tahu lagi harus menanggapinya dengan cara apa.
Mungkin, hanya ini satu-satunya cara agar aku keluar dari situasi aneh ini — dengan melakulan ritual sesat bersama putri kepala suku.