Lyra terpaksa cuti dari pekerjaannya untuk menjenguk neneknya yang sakit di kota N, hanya untuk menemukan bahwa neneknya baik-baik saja. Alih-alih beristirahat, Lyra malah terlibat dalam cerita konyol neneknya yang justru lebih mengenalkan Lyra pada Nenek Luna, teman sesama pasien di rumah sakit. Karena kebaikan hati Lyra merawat nenek-nenek itu, Nenek Luna pun merasa terharu dan menjodohkannya dengan cucunya, seorang pria tampan namun dingin. Setelah nenek-nenek itu sembuh, mereka membawa Lyra bertemu dengan cucu Nenek Luna, yang ternyata adalah pria yang akan menjadi suaminya, meski hanya dalam pernikahan kontrak. Apa yang dimulai sebagai perjanjian semata, akhirnya menjadi permainan penuh teka-teki yang mengungkap rahasia masa lalu dan perasaan tersembunyi di antara keduanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chu-Chan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 21
"Nona Lyra, ini kamar Nona," ujar Kepala Pelayan dengan sopan.
"Terima kasih," sahut Lyra sambil tersenyum tipis.
"Jika ada yang Nona butuhkan, silakan panggil saya," lanjut Kepala Pelayan ramah. "Baiklah, Nona, silakan masuk. Saya permisi dulu," katanya sebelum meninggalkan Lyra.
Lyra berdiri di depan pintu kamar, memandangnya sejenak sebelum membuka pintu. Ia melangkah masuk, lalu menutup pintu dan bersandar sejenak di belakangnya, menghela napas panjang.
"Hari yang melelahkan. Kapan semua ini akan berakhir? Berbohong seperti ini benar-benar bukan gayaku," batinnya sambil kembali menghela napas.
Tiba-tiba, Jun keluar dari kamar mandi dengan hanya mengenakan handuk yang melilit pinggangnya. Tubuhnya masih basah, dan ia mengusap rambutnya yang basah kuyup. Langkahnya terhenti ketika melihat Lyra berdiri melamun di depan pintu, wajahnya tampak lesu seolah sedang memikul beban berat.
"Sampai kapan kau akan berdiri di situ sambil menghela napas seperti itu?" tanya Jun dingin.
Suara itu menyadarkan Lyra. Ia menoleh ke arah Jun, matanya perlahan melirik dari atas ke bawah. Begitu sadar dengan apa yang dilihatnya, ia berteriak panik.
"Aaaa! Apa yang kau lakukan?!" jerit Lyra, buru-buru menutup matanya dengan kedua tangan.
Jun sempat terkejut dengan reaksi itu, tapi ia kembali bersikap dingin. "Apa yang aku lakukan? Tentu saja baru selesai mandi," balasnya santai sambil terus mengeringkan rambutnya.
"Ya, aku tahu! Tapi kenapa kau ada di kamar ini?!" balas Lyra dengan nada kesal dan bingung.
Jun menatap Lyra dengan tatapan bingung. "Apa maksudmu? Ini kamarku. Kenapa kau bertanya hal aneh seperti itu?"
"Kamar... Jun?" gumam Lyra pelan. "Apa Kepala Pelayan salah menunjukkan kamar?" pikirnya panik.
Masih menutup matanya dengan satu tangan, Lyra meraih gagang pintu dengan tangan lain dan bergegas keluar dari kamar. Ia berdiri di lorong, memandangi pintu dengan ekspresi kebingungan. Matanya menyusuri lorong panjang mansion yang terasa begitu luas. Namun, hanya ada satu kamar dilorong ini.
Seorang pelayan wanita datang menghampirinya. "Nona, ada apa? Kenapa berdiri di depan pintu?" tanyanya sopan.
Lyra menoleh, wajahnya masih memerah.
"Nona, apa Nona sakit? Wajah Anda terlihat merah sekali," ucap pelayan khawatir.
"Ah, tidak, aku baik-baik saja," balas Lyra cepat. "Oh, iya. Apa benar ini kamarku?" tanyanya ragu.
"Iya, benar, Nona. Ini kamar Anda," jawab pelayan.
"Kamarku? Tapi Jun bilang ini kamarnya," pikir Lyra semakin bingung. "Kalau begitu, di mana kamar Tuan Jun?" tanyanya lagi.
Pelayan tampak bingung, namun akhirnya menunjuk kamar di depan meraka. "Ini kamar Tuan Jun," jelasnya. “Kenapa Nona menyebut Tuan Jun dengan sebutan Tuan? Bukankah mereka sepasang suami istri?”batin Pelayan.
Lyra melongo. "Tunggu, kau bilang ini kamar Tuan Jun, tapi kau juga bilang ini kamarku?" tanyanya dengan nada terkejut.
Pelayan mengangguk. "Iya, ini kamar Tuan Jun dan Nona. Bukankah wajar? Tuan dan Nona adalah suami istri, jadi kamar ini memang untuk kalian berdua."
Mendengar itu, Lyra langsung memukul dahinya. "Oh astaga, aku lupa kalau kami sedang berpura-pura menjadi suami istri!" pikirnya kesal.
Pelayan semakin bingung melihat tingkah Lyra. "Nona, apa Anda baik-baik saja?" tanyanya lagi.
"Hahaha... Iya, aku baik-baik saja. Heheh... Terima kasih," balas Lyra sambil tertawa kaku. "Saya masuk dulu, ya."
Lyra buru-buru masuk ke kamar, menutup pintu dengan wajah memerah. Ia menyandarkan diri ke pintu sambil menghela napas panjang.
"Huft... Memalukan sekali," batinnya.
Mata Lyra tertuju pada seorang pria yang duduk di atas ranjang besar. Jun tampak sibuk mengutak-atik ponselnya, sementara tubuh bagian bawahnya tertutup selimut. Tubuh bagian atasnya dibiarkan terbuka, memperlihatkan bentuk tubuhnya yang atletis dan menggoda.
"Apa aku harus tidur seranjang dengannya? Walaupun ranjang itu luas, tetap saja... Aku seorang wanita, dan dia seorang pria," pikir Lyra dengan gelisah.
Ia buru-buru memalingkan pandangan, matanya beralih menyusuri setiap sudut kamar yang mewah itu. Perhatiannya tertuju pada sebuah sofa besar yang terletak dekat jendela.
"Uhm, aku tidur di sofa itu saja," pikirnya lega setelah melihat sofa.
Tanpa banyak bicara, Lyra melangkah menuju kamar mandi untuk membersihkan diri sebelum tidur. Matanya berbinar melihat luas dan megahnya kamar mandi itu. Semua perlengkapan mandi tertata rapi dan lengkap.
Namun, kegembiraannya seketika memudar saat ia menyadari sesuatu.
"Aku tidak membawa pakaian ganti! Haish, aku tidak tahu kalau akan ada kejadian seperti ini. Jadi, aku harus bagaimana sekarang?" gumamnya.
Lyra kembali keluar dari kamar mandi, berdiri ragu di depan pintunya. Sesekali, ia melirik ke arah Jun yang masih sibuk dengan ponselnya.
"Haruskah aku bertanya padanya? Tapi... Apa dia mau membantu?" pikir Lyra, hatinya dipenuhi keraguan.
Jun yang menyadari Lyra sedang melirik ke arahnya, menghentikan sejenak aktivitasnya.
"Kenapa?" tanyanya dengan nada datar.
Lyra tersentak, lalu buru-buru menjawab, "Aku... Aku tidak membawa pakaian ganti."
Jun mengangkat alis, tapi tanpa banyak reaksi, ia menjawab, "Pintu sebelah kiri. Masuk saja ke sana. Semua pakaian sudah disiapkan pelayan." Jawabannya singkat dan to the point, sebelum ia kembali menunduk pada ponselnya.
Lyra kembali memasuki kamar mandi, matanya mencari pintu yang tadi ditunjukkan oleh Jun. Dengan sedikit ragu, ia membuka pintu itu dan melangkah masuk ke dalam ruangan yang ternyata adalah ruang pakaian.
Matanya langsung tertuju pada deretan lemari kaca besar yang memamerkan koleksi pakaian yang tertata rapi. Ia menyusuri satu per satu lemari itu, matanya terbelalak melihat betapa terorganisirnya koleksi pakaian Jun. Semua diatur berdasarkan merek, jenis, hingga situasi penggunaannya.
Beranjak ke lemari kaca lainnya, Lyra menemukan beberapa setelan pakaian wanita. Dengan rasa penasaran, ia membuka pintu lemari itu dan mulai meneliti pakaian-pakaian yang tergantung rapi.
Ia menggeser pakaian satu per satu, mencari sesuatu yang sesuai dengan seleranya. Namun, alih-alih menemukan pakaian yang cocok, ia malah memandang dengan ekspresi bingung.
"Pakaian apa ini?" tanyanya pada dirinya sendiri, menatap beberapa potong baju dengan alis berkerut.
"Selera orang kaya memang unik. Pakaian seperti ini... siapa yang mau pakai?" gumam Lyra sambil mendesah.
Setiap pakaian yang ia lihat memiliki desain berlengan tali tipis, dengan bahan yang meski tebal tetap menonjolkan bentuk tubuh dan pakaian dalam. Panjangnya pun hanya sebatas lutut.
Lyra akhirnya berhenti mencari. Rasa frustrasi terlihat jelas di wajahnya.
"Aku ingin pulang saja," ucapnya pelan. Namun, ia segera menghela napas dan berkata lagi,
"Setidaknya aku bisa mengganti pakaian dalam."
Ia membuka laci di bawah salah satu lemari kaca, mendapati deretan pakaian dalam wanita yang tertata rapi. Namun, setelah mengamati lebih dekat, wajahnya semakin memerah.
"Ini bahkan tidak bisa disebut pakaian dalam," pikirnya tanpa bisa berkata-kata.
Setelah mencari dengan hati-hati, ia akhirnya menemukan satu set pakaian dalam berwarna pink dengan aksen pita. Meskipun warnanya bukan favoritnya, setelan itu adalah satu-satunya yang terlihat cukup normal.
Setelah mengambil pakaian dalam tersebut, Lyra mengalihkan perhatiannya ke lemari pakaian milik Jun. Matanya tertuju pada kaos putih polos yang masih memiliki label harga, menandakan belum pernah dikenakan. Ia juga mengambil celana training milik Jun yang terlihat cukup nyaman.
Setelah mendapatkan semua yang ia butuhkan, Lyra keluar dari ruang pakaian itu dengan membawa pakaian ganti seadanya. Dengan langkah cepat, ia bersiap untuk mandi.