Setelah dituduh sebagai pemuja iblis, Carvina tewas dengan penuh dendam dan jiwanya terjebak di dunia iblis selama ratusan tahun. Setelah sekian lama, dia akhirnya terlahir kembali di dunia yang berbeda dengan dunia sebelumnya.
Dia merasuki tubuh seorang anak kecil yang ditindas keluarganya, namun berkat kemampuan barunya, dia bertemu dengan paman pemilik tubuh barunya dan mengangkatnya menjadi anak.
Mereka meninggalkan kota, memulai kehidupan baru yang penuh kekacauan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Matatabi no Neko-chan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15
Selama beberapa kehidupan, Reina pernah melakukan teleportasi. Dia juga pernah melakukan perjalanan dengan menggunakan kereta kuda. Tapi tidak seperti hari ini.
Kali ini, gadis kecil itu berusaha mencari tempat nyaman dalam pelukan Joshua. Tangan kecilnya membekap mulut sambil menahan sesuatu yang merangsek hendak keluar dari perutnya. Tubuhnya terasa lemah dan mual, pusing seakan dunia berputar lebih cepat dari yang seharusnya. Reina sesekali merutuk dalam hati, berusaha menahan sakit yang semakin menyiksa, sambil memperbaiki posisinya agar tidak muntah.
Di luar, suara mesin mobil, decitan ban, dan tembakan-tembakan yang terdengar bersahutan hanya semakin membuat suasana semakin kacau. Joshua tak henti-hentinya mengumpat, bahkan sesekali pria itu berteriak heboh seperti saat ini.
"AWAS DI DEPAN!!"
"GYAAA!! HENTIKAN!!"
"INI GILAA!!"
"CHAKRA!! AKU BERSUMPAH AKAN MEMBUNUHMU NANTI!!"
Sementara itu, Chakra, sang pengemudi, hanya tersenyum riang, sesekali melakukan drifting dengan kecepatan tinggi, menantang maut seakan ingin menguji batas keberanian mereka. Jalanan yang berkelok dan lengang seolah memberi kesempatan bagi Chakra untuk melaju lebih cepat, menyalip mobil maupun truk besar dengan kecepatan yang lebih tinggi lagi, sementara Joshua semakin panik, berteriak histeris setiap kali mobil hampir tergelincir atau melewati tikungan tajam.
"Chakra! Kau gila!" teriak Joshua, wajahnya pucat pasi.
Reina, yang tak mampu lagi menahan rasa mual, melirik ke arah spion mobil saat mendengar suara ledakan keras. Dua mobil terlihat meledak jauh di belakang mereka, mengakibatkan kemacetan besar di jalan. Reina meringis, merasakan perutnya bergejolak.
"Aku... Heuk... Mau muntah," ucap Reina dengan suara pelan, mencoba menahan diri meski rasa sakit dan mual tak tertahankan.
Joshua menggertakkan giginya, tubuhnya sedikit menggigil meski berusaha keras menahan rasa mual yang datang begitu kuat. "Aku... Heuk... Juga..." Pria itu berusaha mati-matian menahan apa yang ada di dalam perutnya, meskipun sudah di ujung tanduk.
"Oh? Maafkan aku," kata Chakra santai, tanpa mengurangi kecepatan mobilnya. "Kita akan tiba beberapa saat lagi."
Joshua dan Reina hanya bisa memasang wajah jelek, saling berpandangan dalam keputusasaan. Mobil sedan itu melesat ke jalur tol, semakin mendekati kota G dengan kecepatan tinggi.
Namun, dalam perjalanan yang penuh ketegangan itu, perasaan mual Reina semakin kuat, begitu juga dengan Joshua. Pikirannya terus berpacu dengan setiap detik yang berlalu, berharap perjalanan ini segera berakhir.
Tiba-tiba, tanpa diduga, Chakra menginjak rem dengan keras, membuat mobil meluncur di jalur sempit dengan hampir tidak terkendali.
"Awas!" teriak Joshua, memeluk Reina erat-erat.
Mobil itu hampir terbalik saat Chakra berhasil mengendalikan laju mobil. Reina menahan napas, masih berusaha menahan segala yang ada di dalam tubuhnya. "Kita... harus lebih hati-hati, Chakra!"
Namun, Chakra hanya tersenyum lebar dan menjawab, "Hati-hati itu untuk orang lemah, Joshua."
Joshua hanya bisa menatapnya dengan tatapan kesal, sementara Reina memilih untuk menutup matanya, berharap semua ini segera berakhir.
✨
'Hoeekkk.... Hoeeekkkkk...'
Terlihat dua orang, satu anak kecil dan satu pria dewasa tengah memuntahkan isi perut mereka pada akar pohon. Sementara seorang pria lainnya menepuk-nepuk punggung mereka dengan santai sambil memasang wajah tak bersalah.
"Kenapa kalian kompak sekali, sih?" Tanya Chakra tak habis pikir. Padahal menurutnya, dia mengendarai mobil dengan biasa saja.
Joshua menyudahi acara muntahnya dan menatap Chakra kesal. "Kau berniat membunuh kami, hah?! Kalau mau mati jangan ngajak-ngajak, dong!"
Chakra menyeringai, "Aku kebablasan."
Joshua berdecak kesal. Kalau bukan sahabatnya, Joshua akan dengan senang hati menyuntikkan formalin pada Chakra saking jengkelnya.
Reina menghampiri Chakra dengan sempoyongan, membuat pria itu merasa sedikit bersalah pada keponakannya. Pria itu memutuskan untuk menggendong Reina yang kini memasang wajah kesal, tetapi terlihat menggemaskan di matanya.
"Sudah selesai memupuk tanaman? Sebaiknya kita bergegas."
Reina hanya menganggukkan kepalanya lemah. Rasa pusing dan tak nyaman masih menderanya membuat gadis kecil itu enggan berkomentar. Samar-samar dia mendengar suara beberapa mobil di kejauhan membuat Reina menoleh pelan.
"Mereka sudah dekat." Ucap Reina lemah.
Chakra dan Joshua terdiam. Keduanya saling pandang saat melihat Reina yang tampak tenang. Apalagi gadis kecil itu terlihat seperti sudah biasa dalam kondisi berbahaya.
Dan perkataan Reina benar, mereka mendengar suara kendaraan yang membuat keduanya bergegas menuju mobil yang terparkir tak jauh dari sana.
"Biar aku yang menyetir," ujar Joshua dengan cepat.
"Kau yakin?"
"Lalu aku harus pingsan setelah membiarkanmu ngeprank malaikat maut? Tidak terimakasih!"
Joshua segera menuju kursi pengemudi dan menyalakan mobilnya. Sambil menggendong Reina, Chakra segera duduk di sebelah kemudi tanpa memasang sabuk pengaman.
Mobil itu melaju dengan kecepatan delapan puluh kilometer, membelah jalanan yang sedikit padat mengingat saat ini hari sudah sore dan banyak orang yang pulang dari kerja.
"Sebentar lagi malam. Bagaimana jika kita menyewa sebuah penginapan? Aku khawatir jika kita menyewa hotel, mereka berhasil melacak keberadaan kita." Usul Joshua.
"Tidak masalah."
'Brakh'
'Brakh'
Seorang pengendara motor tiba-tiba memukul kaca samping pengemudi, membuat Joshua kaget. Mereka menoleh dan mendapati beberapa pengendara motor mengikuti dengan membawa senjata.
Joshua berusaha mengemudi dengan tenang. Tetapi salah seorang pengendara motor tiba-tiba berhenti mendadak beberapa meter di depannya, membuat pria itu membanting stir ke kiri untuk menghindari tabrakan. Naas, dia malah membawa mobilnya menuruni sebuah turunan yang curam dengan jurang menganga lebar serta terdapat sungai di bawahnya.
Chakra memeluk Reina erat agar gadis kecil itu tidak ketakutan, meski dalam hati pria itu merasa gelisah mengingat mobil sedan yang dia tumpangi melesat menuruni bibir jurang yang curam dan licin.
Joshua berusaha menghentikan laju mobilnya dengan menginjak rem mobil sekuat yang dia bisa. Untungnya mobil itu berhasil berhenti beberapa meter sebelum masuk ke jurang.
"Kalian keluarlah. Biar aku yang menahan mobil ini," lirih Joshua sambil menenangkan diri. Dia menatap Chakra dan Reina penuh harap agar keduanya segera turun dari mobil.
"Bagaimana denganmu?"
"Jangan pedulikan aku. Salah satu dari kita harus hidup, Chakra," Joshua tersenyum. "Terimakasih telah menjadi sahabatku."
"Apa yang kau katakan?! Kita sudah sepakat untuk memulai hidup bersama!" Teriak Chakra marah.
Reina menatap Joshua dan Chakra bergantian. Saat hidup dan mati dipertaruhkan, keduanya tetap mempertahankan tali persahabatan yang membuat gadis kecil itu tersentuh.
"Tapi kita tidak bisa membiarkan Reina dalam bahaya, kan?"
Keduanya berpikir keras.
Joshua melirik ke arah spion mobil yang memantulkan keadaan di pinggir jalan. Terlihat kerumunan orang-orang berpakaian serba hitam lengkap dengan senjata api yang mengarah ke arah mereka. Lalu di antara orang-orang itu, terlihat tiga pria yang mereka kenal yang sukses membuat Joshua kecewa.
Orang yang dianggap sahabat ternyata menginginkan kematiannya.
"Paman, Om, bagaimana jika kita buat mereka senang dulu? Setelah beberapa waktu, kita akan balas mereka," celetuk Reina tiba-tiba.
"Kita tidak bisa keluar, Nak. Jika kita keluar, maka mereka akan menghujani dengan peluru." Chakra menjawab dengan nada bergetar.
Saat ini mereka tidak bisa kabur dari kepungan orang-orang berpakaian hitam yang berdiri di pinggir jalan. Bisa-bisa mereka akan tertangkap dan menjalani penyiksaan.
"Oh? Bagaimana jika menunjukkan kematian kita kepada mereka? Akan lebih bagus jika kita membuat keinginan mereka menjadi nyata." Reina berkata sambil tersenyum smirk.
Joshua menggeleng tak setuju, "Jalan hidupmu masih panjang, Nak. Kau harus hidup."
"Tembak mobil itu!" Suara seseorang terdengar dari sana, membuat Chakra dan Joshua mengepalkan tangannya, menahan emosi yang siap meledak.
Reina menatap mereka dengan senyum smirk, "Apakah kita harus mati sungguhan? Alangkah baiknya jika mereka memiliki pemikiran seperti itu."
"Kau memiliki rencana?"
"Aku tidak akan berkata seperti itu jika tidak memiliki rencana, Paman."
Suara tembakan terdengar yang sukses membuat mereka tiarap menghindari pecahan kaca. Mereka tidak memiliki waktu untuk memikirkan Reina dan kata-katanya.
Joshua yang panik tak sengaja membuat mobil itu mulai berjalan perlahan, menuruni lereng jurang yang curam sebelum akhirnya terjun bebas dan meledak di dasar jurang.
✨
Tiga pria tersenyum puas saat melihat sedan Civic yang meluncur menuruni jurang, meledak di dasar sana. Mereka segera meninggalkan lokasi tersebut, menuju bar yang terletak di pusat kota untuk merayakan kemenangan setelah berhasil menyingkirkan dua orang yang mereka anggap sebagai ancaman.
Theo memimpin jalan, diikuti oleh Kiandra Leorio Asianta, pewaris keluarga Asianta, bersama Ikhsan Arantaya menuju sebuah ruangan VIP. Di sana, beberapa orang sudah duduk sambil meminum vodka.
"Bagaimana? Kalian sudah berhasil menyingkirkan mereka?" Tanya pria paruh baya itu, Aaron Alton Mahesa, dengan nada puas.
"Sudah, Tuan Aaron." Theo menjawab sambil tersenyum puas, "Mobil mereka turun ke jurang dan meledak di sana."
"Hahaha! Kerja bagus!" Aaron tertawa puas sambil tepuk tangan. "Akhirnya anak itu mati juga, hahaha!"
Ketiga pria itu memilih diam sambil melemparkan tatapan penasaran. Yang mereka tahu, Aaron memiliki tiga anak, dan dua di antaranya sudah menikah.
"Siapa yang Anda maksud, Tuan?" Tanya Theo hati-hati. Pasalnya, mobil itu milik Joshua, yang berisi tiga orang penumpang.
"Oh, kalian tidak tahu, ya?" Aaron berkata dengan nada mengejek. "Kalian telah berhasil menyingkirkan salah satu orang yang paling ingin aku singkirkan sejak lama. Chakra Fernando. Keberadaannya membuatku terancam. Dengan bantuan kalian, aku akhirnya bisa menyingkirkannya."
"Dan kalian juga telah berhasil menyingkirkan Joshua. Anak itu memang seharusnya sadar diri." Umpat salah satu pria paruh baya di sana sambil menenggak vodka.
Aaron menuangkan vodka ke dalam sloki dan menawarkan kepada tiga pria yang ada di sana. "Mari kita rayakan keberhasilan kita!" Ucapnya bahagia sambil mengangkat sloki.
Mereka bersulang, merayakan keberhasilan melenyapkan Chakra dan Joshua, mengingat keberadaan dua orang itu bisa saja mengancam mereka. Chakra Fernando dan Joshua Alandero adalah pria muda yang memiliki kecerdasan dan wibawa yang tak biasa. Bahkan jika mereka berdua bekerja sama, mereka bisa mengancam perusahaan besar sekalipun.
Tetapi kini, keberadaan dua orang itu telah hilang dari muka bumi, membuat mereka bisa bernapas lega. Mereka berpesta merayakan keberhasilan tanpa menyadari seekor kupu-kupu merah darah sedang mengamati kegiatan mereka.
Kupu-kupu itu mengepakan sayapnya, terbang menuju ventilasi udara, menerobos gelapnya malam.
.
.
.
Jeremy
Chakra Fernando
Joshua Alandero