Orang bilang punya istri dua itu enak, tapi tidak untuk Kelana Alsaki Bragha.
Istrinya ada dua tapi dia tetap perjaka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mega Biru, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 15
“Bu –“
“Jawab pertanyaan ibu. Maksud ucapan kamu tadi apa, Dara? Jadi selama ini anak ibu nggak pernah mau sentuh kamu?” tanya Agustina.
Kadara gelagapan sambil meremas-remas jari tangan. Rautnya tampak bingung memikirkan jawaban yang akan ia keluarkan.
“Kata Mbak Harum, kamu udah nggak perawan? Kalo anak ibu nggak pernah sentuh kamu, terus kenapa kamu bisa nggak perawan?” tanya Agustina.
“Aku diperkosa, Bu.”
“DIPERKOSA?” sahut Agustina dan Kelana.
Kadara spontan memeluk Agustina dalam mata berkaca-kaca. “Tolong maafin aku yang udah bohongin ibu. Aku cuma malu kalau harus ngakuin masa lalu aku. Oke, aku ngaku memang udah bohongin ibu, Mas Kelana memang nggak pernah mau sentuh aku, Mas Kelana memang pria baik yang selalu jaga aku. Ibu udah berhasil mendidik putra ibu.”
“Jadi kamu beneran nggak bohong, Kelana?” tanya Agustina.
“Sekarang ibu percaya?” tanya Kelana.
“Ibu percaya sama kamu, maafin ibu yang sempat suudzon sama kamu.”
“Tapi aku nggak percaya sama kata-katanya Dara, Bu. Mana mungkin dia pernah diperkosa. Dia itu punya jengger ayam. Masa sekali perkosa langsung kena jengger ayam, itu mustahil.”
“Jengger ayam itu apa?” tanya Agustina, di tengah Bening dan Ajeng yang tak tahu artinya juga.
“Ibu tanya Mbak Harum atau Mas Unggul aja biar tau lebih jelasnya. Yang jelas aku nggak percaya kalau Dara pernah diperkosa, dia dapet jengger ayam itu pasti dari selingkuhannya.”
“Selingkuhan apa sih yang kamu maksud, Mas? Apa selama kita pacaran kamu pernah liat tanda-tanda aku yang selingkuh?”
Kelana hanya diam karena tak pernah melihat tanda-tanda itu, namun alasan diperkosanya itu tak bisa membuatnya percaya begitu saja.
“Bu, aku memang pernah diperkosa. Kalau ibu nggak percaya, ibu tanya aja sama masa ibu dan bapak aku. Aku nggak pernah selingkuh seperti yang Mas Kelana tuduhkan, Bu.”
“BOHONG!” sentak Kelana.
“Ya udah kalau gitu kamu tanya aja sama ibu dan bapak aku, Mas. Kamu akan tau sendiri jawabannya.”
“Aku tetap nggak percaya.” Kelana pun pergi meninggalkan ke empat wanita itu.
“Bu, tolong percaya sama aku. Tolong jangan marah sama aku, aku sayang sama ibu, aku juga sayang sama Mas Kelana sampe mau dimadu.” Kadara menangis di hadapan ibu mertuanya itu.
“Tapi ibu masih kecewa, Dara. Ibu nggak nyangka kamu berani bohongin ibu sampe ibu marah sama anak kandung ibu sendiri.” Agustina pun pergi membawa rasa kecewa pada menantu kesayangannya.
“Jadi Mbak Dara pernah diperkosa?” tanya Bening.
“Diam kamu, anak kecil jangan ikut campur urusan orang dewasa,” sahut Kadara.
“Oh, oke.” Bening melanjutkan membuka kado dengan mimik riangnya.
**
**
**
Kelana melamun di teras rumahnya. Hari sudah semakin malam namun ia enggan masuk ke dalam. Ia masih memikirkan alasan Kadara yang pernah diperkosa, namun lagi-lagi ia tak percaya dengan alasan itu.
“Aku yakin Dara dapet penyakit itu bukan karena diperkosa, dia pasti selingkuh dengan laki-laki penyakitan sampai kena jengger ayam. Lagian kata Mbak Harum juga jengger Ayam Kadara belum terlalu parah, itu artinya Dara punya penyakit itu belum lama. Masa iya Dara diperkosa saat masih jadi pacarku? Dia dan orang tuanya nggak pernah cerita apa-apa, dan nggak pernah ngeliatin muka trauma juga. Padahal kan aku dan mereka hampir tiap hari ketemu,” gumam Kelana.
“Nging ngung nging ngung ngung nging ngung nging.”
Itu bukan suara nyamuk yang berterbangan di telinga Kelana, melainkan suara suling si Mamat yang sedang memainkan melodi lagu Ahmad Dani, di pos kamling yang ada depan rumahnya.
“Si Mamat bibirnya nggak pegel kah niup suling mulu?” Kelana mengorek-ngorek lubang telinganya yang dimasuki suara suling.
“Senangnya dalam hati, kalau beristri dua. Seperti dunia, ana yang punya.” Mamat menyanyikan lagu Ahmad dani itu sambil senyum-senyum pada Kelana.
“Kiw kiw, Mas Kelana udah punya istri dua? Kirain Mas Kelana nggak jadi nikahin Mbak Dara karena udah nikahin Mbak yang kemarin,” ucap Mamat dengan cara bicara yang tak seperti orang normal.
“Kalau saya udah punya istri dua, kenapa? Kamu iri?” tanya Kelana.
“Iri banget lah, Mas. Punya istri dua kan enak.” Mamat tertawa sampai gigi gigisnya kentara.
“Enak gigimu, mendingan kamu introspeksi diri Mamat, kemarin kamu itu salah ambil gambar. Malah muka kamu yang kerekam.”
“Salah gimana, Mas?”
“Ah, udah lah. Saya capek ngomong sama kamu.” Kelana pun masuk ke dalam rumah diiringi suara suling Mamat yang dimainkan kembali.
Di depan kamarnya, Kelana memandang ke dua kamar yang bersebelahan. Satu kamar milik istri pertama, satu kamar lagi milik istri ke dua.
“Miris banget sih hidupku, diliat orang memang enak bisa punya istri dua. Tapi nyatanya nggak bisa disentuh semua. Harusnya ini malam pertamaku dengan Dara, tapi semuanya hancur gara-gara jengger ayam. Terus aku harus buang perjaka ke mana?” gumamnya frustrasi.
Namun ditengah rasa stresnya, tiba-tiba ke dua pintu kamar itu terbuka secara bersama. Kelana melihat penghuni kamar yang keluar sama-sama juga, ke dua istri Kelana itu sama-sama sudah memakai baju tidur juga.
“Mas, kamu ke mana aja? Ini kan malam pertama kita. Aku udah tunggu kamu dari tadi,” ucap Kadara yang memakai baju tidur sangat tipis hingga isi di dalamnya bisa Kelana lihat.
“Aku mau tidur sama Bening.” Sahut Kelana. “Bening, kamu mau ke mana? Mau cari saya?” Kelana memandang Bening yang memakai baju tidur bergambar Upin Ipin.
“Aku mau pipis, om. Udah kebelet.” Bening pun pergi sambil lari-lari, menahan air seni yang sudah diujung tanduk.
“Mas, kamu harus tidur sama aku. Kemarin-kemarin kan kamu udah tidur sama Bening. Mau bagaimana pun ini malam pertama kita, Mas,” ujar Kadara, ia pun membusungkan dadanya yang tampak belahannya.
“Aku tetap mau tidur sama Bening.” Kelana hendak masuk ke dalam kamar, namun lengannya ditarik kuat oleh Kadara.
“Kamu harus adil sama aku dan Bening, Mas. Bening udah liat burung kamu, aku juga mau liat burung kamu.” Kadara menarik Kelana hingga masuk ke kamarnya, lantas menguncinya.
“Mau liat?” tanya Kelana.
“Ya tentu mau lah, Mas. Selama ini kamu selalu nolak, kalau aku mau pegang itu kamu, jujur aku kecewa karena Bening duluan yang sentuh kamu.”
“Sama, aku juga kecewa karena laki-laki lain yang duluan sentuh kamu."
"Mas --"
"Mendingan kita udahin aja permainannya, aku mau kita cer –“
Kadara memeluk Kelana sebelum suaminya menuntaskan kata. “Aku nggak mau cerai dari kamu, Mas. Tolong jangan tinggalin aku, aku itu sayang dan cinta sama kamu. Orang tuaku akan malu kalau anaknya jadi janda sebelum malam pertama.”
“Kamu mau pakai alasan orang tua, lagi?”
“Ya memang itu kenyataannya, Mas. Apa kata semua tetanggaku, kalau aku cerai sama kamu. Baru aja resepsi kita selesai. Tolong pikirin perasaan orang tua aku. Lagian aku udah ikhlas kok kalau harus dimadu, aku janji akan terima Bening seperti adik aku.”
“Ucapan kamu nggak bisa sembuhin rasa kecewaku, Dara. Sekarang kamu jujur, kamu bukan diperkosa, kan? Kenapa kamu nggak pernah cerita? Penyakit kamu juga di dapat saat masih jadi pacarku, kan?”
“Mas, bisa nggak sih kamu percaya aku lagi. Aku memang diperkosa, kamu bisa tanya sama bapak.”
“Aku tetap nggak percaya kalau belum liat buktinya. Tolong biarin aku keluar, aku nggak mau sentuh kamu –“
“Mas!” Kadara menarik tubuh Kelana hingga membuat suaminya jatuh di atas ranjang.
“DARA!”
“Malam ini malam pertama kita, Mas. Mau nggak mau kamu harus sentuh aku!” Kadara melepaskan baju tipisnya hingga tak tertinggal sutra sehelai pun.