Sky Rain terlalu gengsi untuk mengatakan jika dirinya mencintai sekretarisnya. Dia selalu beralibi, jika perasaannya pada janda seksi itu hanya sekadar penasaran saja.
Meski sudah cukup kentara perhatiannya, bahkan selalu menjadi seseorang yang ikut memisahkan hubungan Lala dengan lelaki- lelaki lain.
Pun, Sky masih tak mau mengakui jika dirinya
memiliki sebongkah ketulusan di hatinya. Malahan, Sky terus menunjukkan kesan jika dia hanya menginginkan seksinya Lala.
"Di luar sana banyak sekali personil Teletubbies yang mengantri untuk aku kencani, Lala!"
Lala menggerutu pelan. "Aku lebih suka kerja lembur dari pada menerima ajakan kencan boss mesum, galak, playboy, narsistik!"
Follow IG: Pasha_Ayu14 untuk tahu visual para tokoh Pasha yang menggemaskan ya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pasha Ayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MKB bab 14
Ruangan yang amat sangat luas dan berdinding kaca. Background di luar sudah pemandangan kota malam dan gemerlap lampu dari pencakar langit Jakarta.
Lala masih di kantor pusat X-meria. Dia yang sedang mewakili Boss untuk berdiri di depan dan mempresentasikan hasil diskusi terakhir untuk pengendalian stok barang yang baru.
Sky sudah banyak mengoceh, Dominic apa lagi, terlebih direksi yang lain. Mereka lembur demi menyelesaikan pembuatan barcode dan lain sebagainya yang wajib diberondong hingga tuntas sebelum peluncuran beberapa gadget X-meria electronic.
Sky menilik jam tangan miliknya, sudah pukul sembilan malam rupanya. Lala sudah menguap bahkan terlihat amat sangat kantuk, itulah sebabnya Sky ambil keputusan.
"Kita akan lanjut besok!"
Titah yang pada akhirnya menyulut kontra dari beberapa rekan lembur lain. "Tapi sebentar lagi kita selesai, Pak. Akan lebih baik kita selesaikan sampai tuntas, apa lagi besok sudah masuk weekend."
Tanggung sekali jika tidak diselesaikan sampai akhir. Mungkin satu atau dua jam lagi saja mereka selesai dengan urusan ini.
Besok, masih banyak lagi lembur- lembur yang lain dengan pengelolaan lain. Belum lagi kalau sudah bicara kontrol stok dari outlet- outlet yang lumayan menguras tenaga, pikiran dan waktu.
Masalahnya, waktu Sky tidak hanya dibagi untuk X-meria elektronik saja, tapi juga X-meria kontruksi, Kimmy food dan PH, karena yang Sky urus ini sebuah group, bukan hanya menyangkut satu perusahaan.
Karyawan yang lain berharap, X-meria elektronik tidak dibercandai karena sejauh ini perusahaan inilah yang lebih memiliki penghasilan paling besar. Sekali peluncuran satu jenis gadget saja sudah pesta raya.
"Kalau begitu kita istirahat dulu." Sky ambil jalan tengah sebab membiarkan Lala bekerja dalam kondisi mengantuk pun tidak mungkin.
"Okay!" Dominic beri suara. "Lima belas menit, kalian boleh kembali ke sini lagi."
Yang lain setuju dengan ini, sebagian dari mereka memilih tetap tinggal di ruangan, ada yang keluar membuat kopi, mie instan, pesan antar resto, menelepon kekasih, juga hal random lain.
Sementara Lala, wanita itu berjalan keluar dengan langkah gontai tak semangat. Lala mendatangi meja kerjanya, meraih minum dan meneguk sebelum akhirnya duduk dan menjatuhkan wajahnya di atas meja kerja.
Kepala rasanya berat, mata sudah melekat, tak lama dari itu, Lala terlelap. Sedari tadi Sky mengamatinya dari dalam.
Pria itu bangkit dari kursi utama ruang meeting sambil meraih jas yang dia letakkan di mejanya, ia kemudian berjalan mendekati Lala yang agaknya sudah tidak lagi mendengar suara di sekelilingnya.
Sky berdiri tepat di depan wajah itu, sejenak ia pandangi lelahnya Lala. Kata- kata spontan Sky yang kemarin, agaknya membekas di hati Lala, karena bahkan Lala tak lagi membahas tentang ibunya yang butuh pengobatan.
Padahal, kemarin sudah jelas Dominic memberikan saran untuk terima saja lamaran menikahnya. Ini bukan bujukan berkencan satu malam lagi, tapi sebuah pernikahan.
Lala masih kekeuh untuk tidak akan pernah mempermainkan kesakralan pernikahan yang inginnya hanya satu kali dalam seumur hidup.
Lala sudah pernah gagal, sulit sekali beranjak dari rasa sakitnya. Dia butuh waktu hampir satu tahun untuk bisa terima Raffa setelah Harry.
Belum usai kesakitan Raffa, Lala tak seberani itu memulainya dengan Sky yang sudah jelas jika di mata lelaki itu dia tidak layak. Realistis perlu, tapi pilihan untuk tidak terkungkung di dalam hubungan toxic juga harus.
Raffa yang selembut sutra dan selalu bicara baik tentang dirinya saja menikung. Apa lagi Sky yang tidak pernah berkata baik.
Ungkapan don't judge by its cover sepertinya tidak berlaku pada Sky. Terbukti sudah, Sky tidak memandang Lala spesial, bahkan masih membandingkan dengan almarhumah Leona.
Kalau begitu, mau yang selembut Raffa, mau yang searogan Sky, lelaki sama saja. Dalam pikiran Lala, mereka pengagum paras luar, ini yang menjadi trigger, jika suatu saat Sky akan berpaling pada wanita yang dianggap lebih cantik.
"Kita akan mulai lagi Boss!" Dominic melongok keluar untuk mengingatkan Sky, dan dilihat di dalam, beberapa orang sudah mulai memenuhi kursi di meja panjang.
Gegas, Sky menyelimuti punggung Lala dengan jas abu- abu gelapnya. Lelaki itu lekas masuk kembali tanpa membangunkan Lala.
Di dalam, ketika Sky duduk, Dominic yang beringsut untuk berbisik. "Kau yakin tidak menyukainya, Boss?" tanyanya.
Sky melirik tajam, sudah dia bilang dia lelaki yang pandai menjaga kesetiaan. Dan Dominic masih meragukannya.
"Kau bahkan lebih peduli dari pada Raffa yang ngakunya cinta sampai mati."
Dominic terkikik geli, dan sontak ia mengolah raut wajah agar kembali berwibawa ketika sadar dirinya menjadi pusat perhatian rekan- rekannya.
Sky menyorong pen tablet yang barusan dipakai Lala. "Kau gantikan Lala. Segera selesaikan semuanya lalu cepat pulang!"
Dominic melipat bibir dan segera melangsungkan tugasnya, sementara Sky meraih ponselnya, untuk sesekali dia akses kamera yang menyoroti meja kerja Lala di luar.
Yah, ... dia tenang saat kemudian Lala masih di sana dengan nyaman. Kurang dari dua jam, pekerjaan selesai, satu persatu peserta lembur undur diri setelah itu.
Ketika Sky keluar, Lala sudah terbangun karena dering ponselnya. Terlihat, wanita itu berbicara dengan telepon dan panik.
Persetan dengan dipecat, Lala membereskan tas dan berlari keluar lingkup divisi. Lala masuk ke dalam lift, di belakangnya Sky menyusul dengan langkah gagah dan wajah penasaran yang terkesan sinis.
"Tunggu yaa, tunggu sampai saya datang!"
Sky semakin yakin untuk mengikuti sekretarisnya setelah Lala masuk taksi dengan wajah kecemasan. Sky berlari memasuki mobil sport miliknya, dia tidak pakai Limosin karena dia seorang diri.
Entah kenapa, hatinya tidak bisa membiarkan Lala mengalut sendirian. Dominic sempat cerita jika Lala meminjam uang untuk terapi target ibunya, tapi sengaja tak diberikan demi menekan Lala agar mau terima lamarannya.
Sayangnya, sudah tertekan begitu pun, Lala tetap memilih tidak! ... Bukan kesal dan kapok, Sky semakin dibuat ingin mengejar wanita itu.
Kapan lagi ada wanita seperti Lala yang bisa Sky temui di lingkungannya? Bahkan, Leona pun tak memiliki kepribadian seorang Lala Karmela.
Rupanya, Lala pergi ke Rumah Sakit. Tiba di tempat tujuan, segera Sky datangi resepsionis untuk tahu lebih lanjut.
"Pasien atas nama Rahmi."
Sayangnya perempuan itu mengatakan tidak bisa membocorkan informasi terkait pasien yang sebelumnya pernah mengalami percobaan pem bun uhan oleh Harry.
Namun, bukan Sky jika tidak memaksa, sampai- sampai resepsionis dibuat tak bisa berkata- kata lagi. "Tapi maaf, sebelumnya, Bapak siapanya Nyonya Lala?"
"Calon suaminya."