Hanya karena Fadila berasal dari panti asuhan, sang suami yang awalnya sangat mencintai istrinya lama kelamaan jadi bosan.
Rasa bosan sang suami di sebabkan dari ulah sang ibu sendiri yang tak pernah setuju dengan istri anaknya. Hingga akhirnya menjodohkan seseorang untuk anaknya yang masih beristri.
Perselingkuhan yang di tutupi suami dan ibu mertua Fadila akhirnya terungkap.
Fadila pun di ceraikan oleh suaminya karena hasutan sang ibu. Tapi Fadila cukup cerdik untuk mengatasi masalahnya.
Setelah perceraian Fadila membuktikan dirinya mampu dan menjadi sukses. Hingga kesuksesan itu membawanya bertemu dengan cinta yang baru.
Bagaimana dengan kehidupan Fadila setelah bercerai?
Mampukah Fadila mengatasi semua konflik dalam hidupnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lijun, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13
Arnan pergi ke mall untuk mengilangkan penatnya. Meski ia harus menjadi pusat perhatian para wanita yang menatapnya penuh minat.
Namun entah dorongan dari mana, pria itu merasa sangat ingin mendatangi mall. Jack sang Asisten terus mengikuti kemana atasannya pergi.
"Kita mau kemana, Bos?" Tanya Jack yang sebenarnya bingung dengan apa yang ingin di lakukan Arnan.
"Entah, yang penting gak di rumah." Santai Arnan yang membuat Jack melongo.
Tapi sedetik kemudian Jack mengerti dengan maksud bosnya.
Saat sampai di lantai dua dan berjalan beberapa menit. Suara anak kecil yang tak asing di telinga Arnan terdengar.
Pria itu menoleh ke sumber suara, mendapati anak kecil yang kemarin di gendongnya hingga tidur.
"Itu teman-teman Anda, Bos." Jack menunjuk ke arah sumber suara.
Arnan tak menyahuti ucapan Jack dan memilih untuk bergerak mendekati orang yang memanggilnya.
"Daddy!" Anan mengulurkan kedua tangannya minta di gendong saat Arnan sudah mendekat.
"Hey, Boy. Kamu di sini juga?" Tanya Arnan dengan lembut pada Anan.
Bukannya menjawab ucapan Arnan, bocah kecil itu malah menyusupkan wajahnya ke leher Arnan.
"Daddy? Kamu daddynya, Anan?" Tanya Devan menunjuk Arnan dengan wajah kaget.
"Bukan! Aku juga gak tahu, kenapa tiba-tiba bisa punya anak?" Arnan mengelus punggung Anan.
Arnan mengerutkan keningnya saat merasakan lehernya basah. Bahkan suara sesegukan kecil dari bocah di pelukannya mulai terdengar.
"Anan! Kamu kenapa, Nak?" Fadila yang melihat tubuh anaknya bergetar langsung panik.
Begitupun dengan yang lainnya, ikutan panik.
"Anan!" Fadila berusaha mengambil tubuh kecil anaknya.
Namun Anan malah semakin memeluk erat leher Arnan.
"Daddy ... Jangan pelgi. Jangan tinggalin aku ..."
Mendengar suara lirih anaknya, Fadila ikutan menangis juga. Tapi wanita itu segera menghapus air matanya, karena sadar mereka sedang di tempat umum.
"Daddy gak akan pergi, Nak." Arnan semakin mengusap lembut kepala Anan.
"Daddy tipu, cemalam juga bilang ndak pelgi. Tapi, aku banun Daddy ndak ada." Anan cemberut menatap Arnan dengan air mata yang membasahi wajah imutnya.
"Ya, ampun. Gemesin banget sih kamu, Nak." Arnan terkekeh sembari menghapus air mata Anan.
"Anan! Sama Mami, yuk! Jangan ganggu, om." Fadila memegang tangan Anan.
"Daddy, Mami! Daddy cudah pulang kelja. Daddy halus itut main capit-capit." Anan menatap Fadila protes.
"Dia bukan ..."
"Baiklah, Boy. Daddy ikut main sama kamu," ucap Arnan yang membuat Anan senang dan kembali tersenyum bahagia.
Jika ketiga orang itu sedang mendrama, lain halnya dengan orang-orang yang ada di dekat mereka.
Dwi, Sinta, Devan, Robert dan Jack, melongo melihat apa yang di lakukan Arnan. Si pria dingin yang tidak pernah perduli orang-orang di sekitarnya yang tak dekat dengannya.
Bahkan tak pernah bersama anak kecil, kini malah terlihat sangat lembut dan penuh kasih pada Anan.
"Ar! Kamu sehat?" Devan tak bisa lagi menahan dirinya.
Mendekat dan menyentuh kening temannya untuk memastikan sesuatu.
"Gak panas. Tapi, kok aneh."
Arnan mendengus mendengar ucapan Devan, apa maksudnya dia tidak waras.
"Ck, aku masih waras." Malasnya.
"Maaf, maaf, habisnya kamu aneh." Robert mengangguki ucapan Devan.
"Anehnya?" Tanya Arnan.
"Ya, aneh. Gak biasanya kamu bersikap lembut begitu sama orang lain. Apa lagi ini anak kecil." Gantian Devan yang mengangguki ucapan Robert.
Arnan hanya menghela napas saja mendengar ucapan kedua temannya itu.
"Kalian ... Saling kenal?" Sebelah alis Fadila terangkat heran.
"Iya, Arnan sahabat kami sejak lama. Tapi sewaktu kuliah dia ke sini dan menetap di sini lama sembari bangun bisnisnya." Devan menjelaskan.
"Apa kalian pernah ketemu sebelumnya?" Tanya Fadila lagi yang membuatnya jadi perhatian.
"Ya pernahlah, Fa. Namanya juga temenan, seminggu yang lalu juga kita ketemu waktu Dwi ... Adauw! Sakit sayang." Devan menatap Dwi yang baru saja menghadiahinya cubitan sayang di pinggang.
"Dwi, kenapa?" tanya Fadila yang mulai merasa ada yang tak beres.
Mami Anan itu bahkan menatap curiga pada tingkah Dwi dan Sinta yang nampak gugup. Seperti orang yang sedang menjaga rahasia dan takut ketahuan.
"Gak kenapa-kenapa, kok. Ayo kita main capit-capit sekarang, sebelum baby boy kita protes." Dwi segera menggandeng tangan Fadila dan membawanya berjalan.
Semakin curigalah Fadila dengan kedua sahabatnya itu.
"Mau capit-capit, Daddy." Anan menatap wajah Arnan yang memiliki jambang dan kumis tipis.
"Capit-capit apa, Nak?" Tanya Arnan yang tidak paham.
"Mungkin maksudnya permainan capit boneka, Bos." Jack mencoba memahami ucapan bocah di gendongan bosnya.
"Ah, iya. Ayo buruan, Ar. Sebelum tuh bocah nagih." Devan segera menyenggol tangan Arnan agar segera pergi.
Sedangkan para wanita sudah berjalan di depan mereka. Karena Sinta dan Dwi yang sedang mengalihkan perhatian dan kecurigaan Fadila pada mereka berdua.
"Bonekanya lucu banget." Dwi menunjuk sebuah boneka beruang putih di dalam salah satu permainan capit boneka.
"Wah iya, jadi keinget dulu gak bisa dapetin boneka itu." Fadila menatap boneka beruang putih yang sama seperti yang pernah di lihatnya saat hamil Anan.
Saat itu Fadila sangat menginginkan boneka beruang putih yang ada di dalam mesin capit. Tapi karena mereka bertiga tak ada yang bisa mendapatkannya.
Akhirnya Sinta memutuskan untuk membeli boneka beruang besar agar keinginan Fadila terlaksana, meski berbeda ukuran.
"Sekarang aku tahu alasan di balik sukanya Anan sama permainan capit boneka ini," ucap Dwi.
"Mungkin karena dulu keinginan kamu gak kesampaian, Fa. Untuk dapatin boneka beruang putih itu. Sekarang Anan, penasaran tingkat tinggi sama itu boneka." Sinta menatap Fadila yang mengangguk.
"Bisa jadi," sahut Fadila yang merasa sepemikiran dengan kedua temannya.
Datanglah para lelaki yang tadi tertinggal di belakang.
"Kalian lagi diskusi apa?" Tanya Robert penasaran dengan apa yang jadi pembicara ketiga wanita itu sampai sangat serius.
"Ini, Bang. Dulu Fadila pengen banget boneka beruang putih itu. Eh, kita bertiga gak ada yang bisa dapetin bonekanya. Padahal itu keinginan waktu hamil, Anan." Sinta menjelaskan pada kekasihnya.
"Kamu mau boneka itu, Nak?" Arnan menunjuk boneka beruang putih yang tadi di bahas Fadila dan kedua temannya.
"Mau beluang." Anan yang tak pernah menolak pemberian orang yang di kenalnya langsung menyahut.
"Sama Mami dulu, ya." Fadila mengulurkan kedua tangannya agar Anan berpindah.
"Daddy ndak pelgi, kan." Anan cemberut menatap Arnan.
Arnan terkekeh gemas dan mengecup kedua pipi Anan.
"Gak, Nak. Daddy, mau ambil boneka itu." Arnan menunjuk boneka di dalam boks.
Akhirnya Anan mau melepaskan Arnan dan berpindah ke gendongan Fadila.
Arnan memasukkan uang koin yang di mintanya dari Jack. Setelah melakukan penukaran di tempat khusus penukaran uang koin di situ.
Permainan di mulai dengan alunan musik dari mesin capit itu. Anan yang melihat daddy nya mulai menggerakkan pencapitnya, segera memberi semangat.
"Itu Daddy, itu ..." Senang Anan sembari menunjuk yang di inginkannya.
"Semangat, Daddy." Fadila mengajari anaknya bagaimana memberi semangat.
Anan tentu saja mengikuti ucapan maminya dan terus bersorak menyemangati Arnan.
Semakin bersemangatlah pria itu untuk mendapatkan apa yang di incarnya.
Mereka bertiga layaknya keluarga kecil yang sangat bahagia. Bahkan ketiganya bersorak bersama saat boneka yang di inginkan bisa di dapatkan.
Fadila tertawa lepas setelah boneka yang dulu di inginkannya kini berada di tangan putranya. Saking bahagianya, Fadila sampai tak sadar kalau memegang lengan Arnan.
"Lagi Mas, lagi. Yang itu, ya!" Fadila menunjuk boneka panda.
"Oke, kita mulai." Arnan kembali memulai permainannya lagi dengan bahagia karena mendapatkan semangat dari Fadila dan Anan.
Dwi dan Sinta yang melihat tawa lepas Fadila ikut merasa senang. Sudah lama sekali mereka tak melihat tawa lepas dari sahabat mereka itu.
"Semoga pilihan kita gak salah ya, Sin. Aku berharap banget kalau mereka bisa bahagia seperti kita," ucap Dwi penuh harap.
"Iya, semoga Arnan pilihan yang baik untuk mereka berdua." Sinta tersenyum bahagia melihat kebahagiaan Fadila dan Anan yang terlihat begitu lepas bermain bersama Arnan.
"Kalian tenang saja. Arnan, sebenarnya laki-laki yang baik dan lembut. Cuma karena pernah di sakiti, jadinya dia acuh sama orang lain. Tapi kalau sudah sayang, Arnan bisa jagain orang itu walau harus bertaruh nyawa." Devan mendekap bahu Dwi meyakinkan.
"Iya, Arnan itu orang yang setia kalau sudah menjalin hubungan. Walau lagi gak deketan, tapi kesetiannya gak perlu di ragukan." Robert juga meyakinkan kedua gadis itu.
sangat mengecewakan Thor....
ambisi terlalu tinggi sampai tega menghancurkan rumah tangga anaknya....
😱😱