"Aku, Dia, dan Sahabatku" adalah sebuah novel yang mengeksplorasi kompleksitas persahabatan dan cinta di masa remaja, di mana janji dan pengorbanan menjadi taruhannya. Lia Sasha putri, seorang siswi SMA yang ceria, memiliki ikatan persahabatan yang kuat dengan Pandu Prawinata , sahabatnya sejak SMA . Mereka membuat janji untuk bertemu kembali setelah 8 tahun, dengan konsekuensi yang mengejutkan: jika Pandu tidak datang, berarti Pandu sudah meninggal. Namun, seiring berjalannya waktu, hubungan mereka diuji ketika Lia jatuh cinta dengan Angga, seorang laki-laki yang pengertian dan perhatian. Di tengah gejolak cinta segitiga, persahabatan mereka menghadapi ujian yang berat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Selvia Febri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17
Keesokan harinya, Lia bangun dengan semangat. Ia merasa bahagia bisa menjalani kehidupan baru nya di sekolah dengan penuh semangat dan persahabatan baru. Ia juga merasa bahagia bisa menjalin hubungan yang erat dengan keluarga nya. Ia yakin bahwa perubahan besar yang ia lakukan akan membawa kebahagiaan dan pengalaman baru yang menakjubkan dalam hidupnya.
Lia kemudian bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah. Ia menaruh lukisan yang ia buat untuk Pandu di tas nya. Ia berharap Pandu suka sama lukisan nya.
Setibanya di sekolah, Lia langsung mencari Pandu. Ia ingin memberikan kado nya pada Pandu. Lia menemukan Pandu sedang berbincang dengan Raya dan Clara di kantin.
"Pandu, gue mau ngasih kado buat lo," ujar Lia dengan senyum yang manis.
Pandu terkejut mendengar perkataan Lia. Ia menatap Lia dengan wajah yang penuh keingintahuan.
"Kado? Buat gue?" tanya Pandu dengan nada yang penasaran.
"Iya, buat lo," jawab Lia. "Ini lukisan buat lo."
Lia kemudian mengeluarkan lukisan nya dari tas nya. Pandu menatap lukisan itu dengan mata yang terpesona. Ia merasa terkagum dengan lukisan abstrak yang diciptakan Lia.
"Lia, lukisan lo keren banget!" ujar Pandu dengan wajah yang penuh kekaguman. "Gue suka banget warna-warna nya."
Lia tersenyum lebar. Ia merasa bahagia mendengar pujian Pandu.
"Makasih, Pandu," jawab Lia. "Gue seneng lo suka."
"Lia, lo jago menggambar juga," ujar Raya dengan nada yang kagum.
"Iya, Lia. Nggak nyangka lo bisa menggambar sekeren ini," ujar Clara dengan nada yang kagum.
Lia menangguk mengerti. Ia merasa bahagia mendapat pujian dari teman-teman nya.
"Gue belajar menggambar dari Dina," ujar Lia. "Kakak gue jago menggambar."
"Oh, ya?" tanya Pandu. "Gue pengen liat lukisan kakak lo."
"Nanti kalo ada kesempatan, aku tunjukkan foto nya," jawab Lia.
"Oke, Lia," jawab Pandu. "Gue nanti mau nanya-nanya soal melukis ke lo."
"Oke, Pandu," jawab Lia. "Gue siap ngajarin lo."
Lia kemudian mengajak Pandu untuk menikmati istirahat bersama di kantin. Mereka berbincang tentang berbagai hal.
"Pandu, setelah sekolah nanti lo mau nggak ke tempat teman ku?" tanya Lia. "Gue mau ngajak lo ke tempat teman gue."
Pandu menatap Lia dengan wajah yang penuh keingintahuan. Ia merasa terkejut mendengar ajakan Lia.
"Tempat teman lo? kemana? Oke, gue mau," jawab Pandu dengan senyum yang menawan.
Lia tersenyum lebar. Ia merasa bahagia mendapat persetujuan dari Pandu.
"Oke, nanti kita ketemu di gerbang sekolah ya," ujar Lia.
"Oke, Lia," jawab Pandu.
Pandu kemudian menikmati makan siang nya bersama Raya dan Clara. Ia merasa bahagia bisa menjalani masa sekolah yang menyenangkan bersama teman-teman baru nya. Ia juga merasa bahagia bisa menjalin persahabatan yang erat dengan Lia.
Setelah jam pelajaran selesai, Lia dan Pandu bertemu di gerbang sekolah. Pandu tampak sedikit bingung, "Lia, kita mau kemana?" tanyanya.
Lia tersenyum misterius, "Sabar, Pandu. Ini tempat spesial." Ia menarik tangan Pandu, mengajaknya berjalan ke seberang jalan. "Ini dia, SMA Nusantara," ujar Lia sambil menunjuk bangunan megah dan elit di seberang jalan.
Pandu tercengang, "Hah? Sekolah? Kok?"
Lia tertawa pelan, "Iya, sekolah. Tapi ini bukan sekolah gue. Ini sekolah temen gue. Sekolahnya keren banget, kan? Penasaran?"
Pandu mengangguk. Ia memang penasaran, tapi juga sedikit heran. Kenapa Lia mengajaknya ke sekolah?
"Kenapa sih kita ke sini?" tanya Pandu lagi, sedikit penasaran.
Lia menunjuk sebuah logo di seragam siswa yang lalu lalang, "Liat tuh! Logo seragamnya. Gue tau Angga Yunanda sekolah di sini. Gue mau ngeliat dia!"
Pandu terdiam. "Angga Yunanda? Serius lo?"
Lia mengangguk semangat. "Iya, serius. Gue mau liat dia, sekalian pengen ngetes perjanjian gue sama Raya dan Clara. Kan gue bilang, Angga bakal jadi pacar gue di masa depan!"
Pandu menggeleng pelan, "Lia, lo terlalu berkhayal."
Lia menggeleng kuat, "Enggak, gue yakin. Coba liat aja!"
Mereka pun menunggu di depan gerbang SMA Nusantara, berharap bisa melihat Angga Yunanda. Lia sesekali menunjuk siswa yang lewat, "Itu mungkin Angga!" teriaknya. Tapi, yang dilihatnya bukanlah Angga.
Pandu menatap Lia dengan wajah yang sedikit terhibur. Ia menyukai semangat Lia yang selalu penuh petualangan dan tak pernah putus asa.
"Ya udah, kita tunggu aja di sini," ujar Pandu sambil mengajak Lia duduk di bangku taman di depan gerbang sekolah.
Mereka berdua kemudian menunggu dengan sabar. Lia sesekali melihat jam tangan nya. Ia merasa tak sabar ingin bertemu dengan Angga Yunanda.
Pandu mencoba mencairkan suasana dengan mengajak Lia berbincang. Mereka berbincang tentang sekolah dan cita-cita mereka. Lia merasa bahagia bisa menjalani masa sekolah yang menyenangkan bersama Pandu.
"Lia, lo mau jadi apa setelah lulus sekolah?" tanya Pandu.
"Gue pengen jadi wanita karir," jawab Lia.
"Wah, keren nih," ujar Pandu. "Gue pengen jadi pelukis terkenal. Tapi, gue lebih suka melukis landscape."
"Oh, ya?" tanya Lia. "Gue pengen liat lukisan lo.
"Oke," jawab Pandu. "Nanti gue buat lukisan landscape buat lo."
Mereka terus berbincang sambil menunggu Angga Yunanda.
"Lia, lo keburu ngantuk, nih," ujar Pandu sambil menatap Lia yang terlihat mengantuk.
"Iya, nih," jawab Lia. "Semalem gue nggak bisa tidur nyenyak. "Iya, nih," jawab Lia. "Semalem gue nggak bisa tidur nyenyak. Gue mikirin kalo gue beneran jadian sama Angga Yunanda. Haha, gue berharap aja bisa ketemu dia."
Lia tersenyum lebar sambil menatap Pandu. Ia menunggu reaksi Pandu. Namun, Pandu terlihat cuek. Ekspresi wajah nya berubah menjadi datar. Ia menatap lurus ke depan, tampak menghindari tatapan Lia.
"Oh, ya," ujar Pandu dengan nada yang datar.
Lia merasa sedikit kecewa dengan reaksi Pandu. Ia mengharapkan Pandu akan memberikan reaksi yang lebih antusias. Namun, Pandu tampak tidak menanggapi perkataan nya dengan serius.
"Pandu, kenapa lo kayak nggak peduli gitu?" tanya Lia dengan nada yang sedikit kecewa.
Pandu menoleh ke Lia dan menatap Lia dengan wajah yang sedikit muram.
"Nggak kok, Lia," jawab Pandu dengan nada yang datar. "Gue cuma nggak ngerti kenapa lo mikirin itu terus."
Lia merasa sedikit terkejut mendengar perkataan Pandu. Ia tidak menyangka Pandu akan bereaksi sekeras ini. Lia berusaha menjelaskan pada Pandu bahwa ia hanya bercanda.
"Pandu, gue cuma bercanda kok," ujar Lia dengan nada yang sedikit gemetar. "Gue nggak serius mikirin Angga Yunanda."
Pandu terdiam sejenak, merenungkan perkataan Lia. Ia tidak menyangka Lia akan bersikap sekeras ini. Ia tahu bahwa Lia adalah wanita yang kuat dan berani, tapi ia tidak menyangka Lia akan menentang keputusan nya sekeras ini.
"Lia, gue nggak mau ngatur-ngatur lo," ujar Pandu dengan nada yang sedikit sedih. "Tapi, gue harap lo bisa fokus pada masa depan lo sendiri. Jangan sampai lo kehilangan fokus karena hal-hal yang nggak penting."
Lia merasa sedih mendengar perkataan Pandu. Ia tidak menyangka Pandu akan bersikap sekeras ini. Lia berusaha tetap tenang dan tidak menunjukkan rasa sedih nya pada Pandu.
Tiba-tiba, seorang pria berpenampilan menarik datang mendekati tempat Lia dan Pandu bertengkar. Pria itu memiliki wajah yang tampan dan rambut yang berantakan. Ia terlihat seperti artis yang sering Lia lihat di televisi.
"Permisi, boleh minta air mineral nya?" tanya pria itu dengan senyum yang menawan.
Lia dan Pandu terkejut mendengar perkataan pria itu. Mereka menatap pria itu dengan wajah yang penuh keingintahuan.
"Eh, iya," jawab Lia dengan suara yang gemetar.
Lia kemudian menunjuk mesin jual air mineral yang berada di dekat mereka. Pria itu kemudian mendekati mesin jual air mineral dan membeli air mineral.
Saat pria itu berbalik menghadap Lia dan Pandu, Lia langsung mengenali siapa pria itu. Ia adalah Angga Yunanda, artis favorit nya.
"Kamu Angga ya?" tanya Lia dengan suara yang gemetar.
Angga menangguk mengerti. "Iya, aku Angga. Kenapa?" jawab Angga dengan senyum yang menawan.
"Kenalin, aku Lia," ujar Lia. "Boleh kah aku minta no hp mu?"
Angga tertawa kecil. "Boleh kok," jawab Angga. "Nomor ku 08123456..."
Angga kemudian memberikan nomor hp nya pada Lia. Lia langsung mencatat nomor hp Angga di ponsel nya. Lia merasa bahagia bisa mendapatkan nomor hp Angga.
"Makasih, Angga," ujar Lia dengan senyum yang lebar.
Angga kemudian menunduk dan berjalan meninggalkan Lia dan Pandu. Lia menatap punggung Angga yang menjauh dengan wajah yang penuh kebahagiaan.
"Pandu, gue dapet no hp Angga!" ujar Lia dengan suara yang gembira.
Pandu menatap Lia dengan wajah yang cemberut. Ia merasa kesal melihat kebahagiaan Lia.
"Ya udah, silahkan lo mau ngapain sama dia," ujar Pandu dengan nada yang ketus. "Gue nggak peduli."
Lia terkejut mendengar perkataan Pandu. Ia tidak menyangka Pandu akan bersikap sekeras ini. Lia berusaha tetap tenang dan tidak menunjukkan rasa kecewa nya pada Pandu.
Lia kemudian berjalan pulang dengan wajah yang sedikit sedih. Ia merasa kecewa dengan sikap Pandu. Namun, ia juga merasa bahagia bisa mendapatkan nomor hp Angga Yunanda.
Tiba-tiba, Pandu berlari mengejar Lia. Ia menahan tangan Lia dan menatap Lia dengan wajah yang sedikit bersalah.
"Lia, maaf," ujar Pandu dengan nada yang sedikit gemetar. "Gue nggak bermaksud ngomong kasar ke lo. Gue cuma khawatir sama lo."
Lia menatap Pandu dengan wajah yang penuh keingintahuan. Ia tidak menyangka Pandu akan meminta maaf.
"Lo khawatir sama gue? Kenapa?" tanya Lia dengan nada yang penasaran.
Pandu terdiam sejenak, merenungkan perkataan Lia. Ia tahu bahwa ia tidak berhak untuk menentukan kehidupan Lia. Ia hanya bisa berharap Lia bisa menjalani hidup nya dengan baik dan selamat.
"Gue takut lo kena apa-apa," jawab Pandu dengan nada yang sedikit gemetar. "Gue takut lo kecewa sama gue."
Lia tersenyum lebar. Ia merasa terharu dengan perasaan Pandu.
"Pandu, gue nggak bakal kecewa sama lo," ujar Lia dengan senyum yang tulus. "Gue tau lo cuman khawatir sama gue. Gue nggak marah kok."
Pandu menangguk mengerti. Ia merasa lega mendengar perkataan Lia.
"Ya udah, gue antar lo pulang ya," ujar Pandu. "Gue takut lo jalan sendirian."
Lia menangguk mengerti. Ia merasa bahagia mendapat perhatian dari Pandu.
Mereka kemudian berjalan bersama menuju rumah Lia. Pandu mengantarkan Lia sampai di depan rumah Lia.
"Makasih ya, Pandu," ujar Lia dengan senyum yang tulus. "Gue seneng bisa berteman sama lo."
Pandu menangguk mengerti. Ia juga merasa bahagia bisa berteman dengan Lia.
"Sama-sama, Lia," jawab Pandu dengan senyum yang menawan.
Pandu kemudian berpamitan pada Lia.
"Ya udah, gue pulang dulu," ujar Pandu. "Hati-hati di jalan."
"Iya, Pandu. Hati-hati juga di jalan," jawab Lia.
Pandu kemudian berbalik dan berjalan pulang. Lia menatap punggung Pandu yang menjauh dengan wajah yang penuh kebahagiaan.
Lia kemudian masuk ke dalam rumah nya. Ia merasa lelah setelah menjalani hari yang penuh aktivitas.
kyk"Lia menghela nafas dalam-dalam", "Jangan takut, pandu itu sebenarnya baik" kasih kyk cerita lai gt spy pembaca juga menikmatinya tdk hny kalimat itu" sj dr bab 1-5 Lia cerita k keluarganya, tmn" ny bhkn guru" nya di mohon dong jgn terlalu banyak cerita seperti itu! tolong berikan cerita yang lebih menarik lagi!