Novel ini terinspirasi dari novel lain, namun di kemas dalam versi berbeda. Bocil di larang ikut nimbrung, bijaklah dalam memilih bacaan, dan semua percakapan di pilih untuk kata yang tidak baku
-Entah dorongan dari mana, Dinar berani menempelkan bibirnya pada mertuanya, Dinar mencoba mencium, berharap Mertuanya membalas. Namun, Mertuanya malah menarik diri.
"Kali ini aja, bantu Dinar, Pak."
"Tapi kamu tau kan apa konsekuensinya?"
"Ya, Saya tau." Sahutnya asal, otaknya tidak dapat berfikir jernih.
"Dan itu artinya kamu nggak boleh berenti lepas apa yang udah kamu mulai," kata Pak Arga dengan tegas.
Bagaimana kelanjutan kisahnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon An, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9
Drettt!!! Drettt!! !
Dinar meraih ponselnya, dia melihat siapa yang menelfon. Rupanya, Arga. Sudah berhari-hari dia menunggu suaminya, Dinar tersenyum lalu merapikan penampilannya. Setelah cukup rapi, Dinar menekan tombol hijau kemudian mengangkat panggilannya.
"Halo, Mas?" Dinar mengawali pembicaraan.
"Halo sayang, gimana kabar kamu sayang? Sehat kan?" Dinar tersenyum mendengar kekhawatiran suaminya.
"Sehat, alhamdulillah, Mas. Mas juga sehat kan di sana?"
"Alhamdulillah, Mas juga sehat. Maaf, Mas baru sempat hubungi kamu sekarang. Mas juga masih nunggu kepastian biar bisa cepat pulang, karna beberapa masalah masih belum selesai teratasi di sini."
"Ngak apa-apa, Nara bakal tetap nunggu Mas sampai kembali. Apa masalahnya serius kali Mas?"
"Lumayan. Anak awak kapal di serang sama perampok. Hampir setengahnya terluka. Dan Mas gak bisa ninggalin gitu aja saat mereka lemah gak berdaya di sini."
Jantung Dinar berdebar. Dia merasa khawatir, "Ya Allah Mas! Jantung Nara hampir mau berenti, dengarin cerita Mas Vano!"
"Harusnya Mas udah tiba pulang kalau sekarang perampok itu gak berusaha menjajah kapal kami. Tapi, yang terjadi di luar kuasa Mas. Mas sama yang lain udah ngelakukan transit di desa orang, meminta bantuan. Sampai saat ini beberapa awak masih dalam proses perawatan medis. Tapi, Mas akan Janji, segera buat pulang secepatnya."
"Semoga selalu diberikan perlindungan. Jaga diri Mas baik-baik, kembali harus selamat, Mas." Ujar Dinar dengan menahan isak. Matanya berkaca-kaca menyampaikannya.
"Jangan Nangis. Mas pasti cepat pulang kepadamu, Nara. Terimakasih masih bersedia ngekhawatirkan Mas. Tapi maaf, Mas gak bisa berlama-lama ini ngehubungi kamu. Mas harus cepat kembali siaga, Sayang."
"Nggak masalah Mas. Nara ngerti kok."
"Mas tutup telponnya, Nara, Mas sayang kamu."
"Nara,juga-"
Klik!
Belum sempat Dinar mengakatakan kata sakral itu, panggilan sudah terputus. Dinar sedikit khawatir, tapi, suaminya mengatakan dia akan baik-baik saja. Dinar percaya Vano.
Tok! Tok! Tok!
Mendengar pintunya diketuk. Dinar meletakan ponselnya di nakas, kemudian membuka pintu kamarnya. Saat pintu terbuka, dia melihat Arin yang berdiri di depan kamarnya sambil memegang laptop.
"Kenapa Rin?"
"Mbak, malam ini Arin gak pulang ya?"
"Mau ke mana? Udah pamit sama Bapak?"
Menggelengkan kepalanya, "Bapak gak ada. Arin udah cari di seluruh rumah. Arin izin sama Mbak aja ya? Arin nginap di kosannya Catrine, mau mengerjakan skripsi sama-sama. Butuh refrensi dari temen, Mbak."
"Nanti Bapak marah, kalau kamu gak izin dulu Rin."
"Ah nggak. Bapak pasti ngerti, ini kebutuhan buat kuliahku, Mbak. Biar aku bisa segera menyandang gelar sarjana. Kalau gitu Arin pergi sekarang ya."
"Kamu pergi diantar siapa? Ini udah pukul sembilan malam." Dinar khawatir, dia takut terjadi sesuatu dengan adik iparnya. Bukan hantu, melainkan Entah itu begal atau orang jahat.
"Dijemput mobil sama Catrine kok Mbak, aman. Mbak Dinar gak usah khawatir."
"Yaudah, nanti Mbak coba sampaikan sama Bapak. Kamu hati-hati, cepat segera selesaikan skripsi kamu, kasihan Bapak kalau kamu lulus molor, Dek." Arin mengangguk, lalu menjabat tangan Dinar, dan menciumnya.
"Arin, pamit, assalamualaikum!"
"Wa'alaikumsalam."
Dinar mengantar kepergian Arin ke depan pintu. Benar saja, temannya yang berambut sebahu sudah tersenyum ramah kepadanya sebagai tanda meminta izin. Dinar melempar senyum membalas kepada teman Arin, hingga mobil itu pergi menjauh dari kediaman.
Baru saja akan aku menutup pintu, Pak Arga sudah masuk ke dalam rumah. Dinar menghentikan aktivitasnya, menyapanya.
"Pak, baru pulang?"
Ayah mertuanya itu mengangguk, "Iya."
"Si Arin ke mana, Din? Dia pergi kok gak pamit dengan saya? Anak itu kebiasaan kali!" Gumamnya.
"Katanya mau nginap di kosannya Catrine, Pak. Mau ngerjakan skripsi sama-sama."
"Halah, alasan aja. Minggu kemarin juga bilangnya sama. Nyatanya Bapak cek, skripsinya belum dikerjakan. Dia mau guyon sama Catrine itu Bapak rasa."
...BERSAMBUNG,...