"Sekarang tugasku sudah selesai sebagai istri tumbalmu, maka talaklah diriku, bebaskanlah saya. Dan semoga Om Edward bahagia selalu dengan mbak Kiren," begitu tenang Ghina berucap.
"Sampai kapan pun, saya tidak akan menceraikan kamu. Ghina Farahditya tetap istri saya sampai kapanpun!" teriak Edward, tubuh pria itu sudah di tahan oleh ajudan papanya, agar tidak mendekati Ghina.
Kepergian Ghina, ternyata membawa kehancuran buat Edward. Begitu terpukul dan menyesal telah menyakiti gadis yang selama ini telah di cintainya, namun tak pernah di sadari oleh hatinya sendiri.
Apa yang akan dilakukan Edward untuk mengambil hati istrinya kembali?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy Ghina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Makan Malam
“Assalamualaikum, sepertinya baru mulai makan ya,” suara Pria yang masuk ke ruang makan.
“Tumben kamu pulang ke mansion papa?”
“Lagi ke pengen pulang Pah,” Edward melirik ke arah Ghina, dan memilih duduk di samping Ghina, gadis yang kabur di siang hari, malam ini ketemu lagi.
Apes gue ... ketemu lagi sama Om Edward.
Ghina mempercepat suapan makannya, agar lebih cepat meninggalkan mansion Thalib.
“Ghina ambilkan aku makan!” perintah Edward.
“Om masih punya tangan kan! Berarti bisa mengambil makan sendiri!” jawab Ghina dengan ketusnya.
“Ini tugas kamu jadi calon istri!”
“HAH ... apa! Gak salah dengar! Calon istri ... calon istri Om itu bukan saya!”
“Hemmm......!” Deheman Opa Thalib jengah dengan orang yang berbicara saat makan.
Ghina kembali menyuapkan makannya, Edward mengambil makannya sendiri.
Benarkan memang dasar bocah belum siap menjadi istri, buat apa papa memilih Ghina jadi istriku, batin Edward.
Mata Ghina melirik ke seluruh ruang makan, terlihat Opa Oma serta kedua adik Edward sudah selesai makan.
“Opa ...," panggil Ghina.
“Ya Ghina."
“Mumpung semuanya ada di sini, Ghina mau menyampaikan, kalau Ghina minta Opa membatalkan perjodohan Ghina dengan Om Edward!”
“Ada masalah apalagi Ghina, kamu tidak perlu khawatir masalah pendidikan sekolah kamu.”
“Bukan begitu Opa, Ghina tidak suka dengan Om Edward, dan rasanya tidak pantas jadi pendamping Om Edward.”
“Apa yang kurang dari anak Opa? Edward pria yang tampan lalu punya usaha dan jabatan CEO.”
DUH gimana ngejelasinnya ya sama Bapak tua ini ... intinya harus batal, tidak ada pernikahan.
“Bukan begitu maksudnya Opa, intinya Ghina menolak menikah dengan Om Edward.”
Edward mulai memegang salah satu tangan Ghina, dengan bermaksud untuk menghentikan ucapan Ghina.
“Baiklah kalau begitu pernikahan kalian berdua, dilaksanakan 2 minggu lagi!” ujar Opa Thalib.
“APA!” kedua mata Ghina terbelalak,, maksud hati menolak perjodohan, malah akan dimajukan.
“Jangan Opa please! Om ngomong dong sama Opa jangan diam saja. Perjuangkan kisah cintanya dengan mbak Kiren! Jangan beraninya bicara dengan saya!” Ghina mencoba melepaskan cengkeraman tangan Edward.
“Maksudnya apa Ghina?” tanya Opa.
“Tidak ada apa-apa Pah, kami berdua permisi dulu,” jawab Edward.
Edward langsung menarik lengan Ghina, sampai badan Ghina terhuyung-huyung.
“Lepasin gak tangannya Om! Oma tolongin Ghina!!” teriak Ghina.
“Mulut kamu bisa diam gak!” hardik Edward menarik Ghina masuk lift menuju lantai 3.
TING ...
Pintu lift terbuka di lantai 3.
“Eeerggh!” ringis Edward tangannya kesakitan karena gigitan Ghina.
Ghina dengan cepat masuk kembali ke lift saat Edward melepaskan tangannya, tapi apa daya langkah cepat dan lebar, Edward kembali menarik pinggang Ghina. Dengan kedua tangannya mengangkat pinggang Ghina.
“LEPASKAN OM!” teriak Ghina, badannya memberontak ketika Edward mulai mengangkatnya.
BRUG!!
“AAAWWW ..!” pekik Ghina saat Edward menghempaskan dirinya ke ranjang Edward.
Dengan tatapan tajam Edward, dia mulai membuka jasnya dan melemparkannya ke sembarang tempat. Lalu digulungnya lengan panjang kemejanya.
“Kamu, selalu saja kabur!” ujar Edward menunjuk Ghina.
Ghina mulai mendudukkan dirinya di ranjang.
“Kenapa Om ... tidak suka. Urusan kita berdua sudah selesai!”
Ghina mencoba untuk beranjak bangun dari ranjang, “Urusan kita belum selesai!” tubuh Ghina kembali di dorong Edward ke atas ranjang.
“AAKHH ...!” pekik Ghina.
Edward mulai mengungkung tubuh Ghina “Apa yang Om inginkan!” Ghina mulai panik saat Edward sudah berada di atas tubuhnya.
“Kamu harus menerima perjodohan ini, dan saya akan membayar berapa pun yang kamu minta.”
“Cih ... tidak akan pernah ... sampai kapan pun!” jawab Ghina memalingkan wajahnya ke samping.
“Bagaimana agar kamu setuju! Atau dengan ...." tatapan mata Edward mulai menggoda Ghina, dengan sengaja merapatkan tubuhnya ke tubuh Ghina.
Ghina merasakan sesuatu yang mengeras di bawah sana, dan menempel di bagian sensitifnya “Jangan macam-macam Om! Om jangan menjilat ludahnya sendiri. Kalau Om tidak tertarik dengan saya ... wanita rata!” ucap Ghina ketus, hatinya mulai berdebar cepat.
“Mungkin dengan hal seperti itu, kamu terpaksa menerima perjodohan kita!”
“Om gila, demi wanita lain ... saya dikorbankan!”
Mereka tidak sadar, berbicara dengan gaya intim, tubuh mereka berhimpitan.
“Om ... bisa bangun tidak! Dada Ghina sakit ... tidak bisa bernapas!” napas Ghina mulai terasa sesak.
Edward menatap wajah Ghina yang mulai terlihat pucat. “Om, na—pas Ghi—na se—sak!” ujar Ghina terbata-bata sambil memegang dadanya.
Edward segera bangkit dari atas tubuh Ghina.
Aah pasti pura-pura sakit...
TOK ... TOK ... TOK
“Edward ... buka pintunya!” teriak Oma Ratna dari luar kamar.
Ceklek
Edward membuka pintu kamarnya.
“Ke mana kamu bawa Ghina?” tanya Oma Ratna, langsung masuk mencari Ghina.
“Astaga ... Edward ... kamu apain Ghina. Cepat panggil dokter, asma Ghina kambuh!” teriak Oma Ratna.
“Asma ...!” gumam Edward, segera menelepon dokter keluarga.
Di ranjang Edward, Ghina merasakan asmanya kambuh, wajahnya yang putih semakin terlihat putih. Oma Ratna memberikan air putih hangat.
Dokter keluarga sudah tiba, dan segera ke kamar Edward. Masker oksigen sudah terpasang, Ghina sudah mulai bisa bernapas.
“Jangan terlalu kelelahan ya Non, biar asmanya tidak kambuh,” pinta Dokter Rahmat.
“Sementara cucunya harus banyak istirahat, asmanya kambuh karena kelelahan. Ini resep obatnya yang harus diminumnya.”
“Terima kasih banyak Dokter,” ujar Oma Ratna.
“Gimana gak kelelahan, kerjaannya lari-larian terus!” celetuk Edward.
PUG
Oma Ratna menepuk bahu Edward, “Untuk sementara Ghina malam ini tidur di kamar kamu, dan kamu harus menemaninya ... tanggung jawab membuat asma Ghina kambuh!”
“Lebih baik aku pulang ke mansion sendiri, dari pada mengurus bocah penyakitan!” sahut Edward dengan entengnya, dan dia keluar begitu saja dari kamarnya.
Tangan Ghina memegang salah satu lengan Oma Ratna untuk tidak mengejar Edward.
Opa Thalib menyusul Oma Ratna ke kamar Edward.
“Napasnya sudah enakkan Ghina?” tanya Oma Ratna.
“Lumayan Oma, maaf Ghina sudah merepotkan Oma.”
“Tidak merepotkan Oma.”
“Malam ini kamu menginap di sini, Opa sudah kasih kabar ke papa kamu.”
“Ya Opa.”
“Opa ... Ghina ingin menyampaikan sesuatu.” Ghina mengatur napasnya agak tidak terlalu sesak.
“Ingin menyampaikan apa?” tanya Opa.
“Sejujurnya Ghina tidak ingin menikah dengan Om Edward, begitu juga Om Edward tidak ingin menikah dengan Ghina. Dan apakah benar dengan Om Edward menikah sama Ghina, Opa mengizinkan Om Edward menikahi mbak Kiren?”
“Kata siapa?” tanya Opa Thalib.
“Om Edward sendiri,” jawab Ghina.
Opa Thalib mengerutkan dahinya.
“Andaikan Ghina setuju dengan perjodohan ini, bisakah Opa mengabulkan permintaan Ghina?”
Opa Thalib menganggukkan kepalanya” apa yang Ghina inginkan?”
“Dua minggu setelah menikah, jika memang ternyata Om Edward menikah lagi. Opa dan Oma harus menjemput Ghina dari tempat tinggal di mana pun Ghina berada.”
“Baiklah jika Ghina mau seperti itu, Opa akan menurutinya. Sekarang kamu istirahat dulu, biar Oma yang menemani Ghina di sini,” pinta Opa Thalib.
“Iya Opa.”
.
.
bersambung
n