Sebuah surga impian yang baru saja dibangun terpaksa hancur karena kehadiran orang ketiga. Nadia Mustika Wijayanto harus menelan kenyataan pahit jika sang suami pulang dengan membawa seorang wanita yang merupakan madunya. Pernikahan yang dia kira sebagai surga, nyatanya berubah menjadi neraka. Nadia yang sedari awal tidak ingin dipoligami memutuskan untuk bercerai daripada harus berbagi hati dan suami.
Mengasingkan diri ke luar negeri dengan alasan ingin melanjutkan pendidikan menjadi pilihan Nadia setelah perceraian. Hingga akhirnya dia bertemu dengan sahabat lamanya tanpa sengaja. Devano Kazim Ravendra, pria dengan senyum lembut yang bisa membuatnya tertawa lepas setelah sekian lama.
***
" Terima kasih sudah menghancurkan surga yang aku impikan, Mas " ~ Nadia Mustika Wijayanto.
***
IG: gadis_taurus15
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gadis Taurus, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
17. Malam Terakhir
Setelah seharian pergi dan menghabiskan waktu bersama dengan adik-adiknya, malam ini Nadia akan berkumpul bersama keluarga. Adik-adiknya juga tidak mau ketinggalan, bahkan mereka tidak pulang ke rumah masing-masing dan malah berada di rumah keluarga Wijayanto. Mereka semua benar-benar memanfaatkan waktu bersama Nadia karena malam ini adalah malam terakhir sebelum besok pagi kakak tertua mereka itu pergi ke Inggris.
Malam ini, mereka semua akan mengadakan acara barbeque di halaman samping. Para ibu-ibu sudah menyiapkan daging, sosis, udang, serta yang lainnya yang sudah diberikan bumbu. Untuk masalah panggang-memanggang akan diserahkan pada bapak-bapak dan anak-anak laki-laki. Sedangkan Nadia dan anak-anak perempuan, mereka menyiapkan tempat, minuman dan cemilan untuk mereka semua.
" Gelasnya sudah semua, Lia? " tanya Nadia pada Adelia yang sedang menata gelas di atas meja kecil.
" Sudah, Kak " jawab Adelia tanpa menoleh dan tetap fokus dengan pekerjaannya.
Nadia menganggukkan kepalanya lalu menggelar tikar yang akan menjadi tempat duduk mereka dengan dibantu oleh Amara dan Raila. Ada dua tikar berukuran besar untuk para orang tua dan anak-anak nantinya.
" Adit, Lio, ambil dagingnya. Ini semuanya sudah siap untuk dipanggang " ucap Bibi Tya karena keduanya adalah yang paling besar diantara yang lain.
" Hendra dan Hendri juga bantu bawa semua ini biar cepat dibakar sama Ayah dan yang lainnya " tambah Bunda Siska menyerahkan satu wadah besar yang berisi sosis dan udang pada kedua putranya.
Keempat anak itu pun langsung melakukan apa yang diperintahkan oleh Bunda Siska dan Bibi Tya. Mereka membawa semua itu ke sisi tengah taman yang tidak ada tanamannya yang sudah disiapkan untuk tempat memanggang. Ayah Reno, Om Angga, Om Leon dan Paman Ardi sudah siap untuk memanggang dengan kipas angin serta kipas anyam di tangan mereka.
" Sudah siap semua, Nadia? " tanya Tante Arisa yang mendekat ke arah Nadia.
" Sudah, Tante " jawab Nadia tersenyum.
Kemudian, Nadia dan para ibu-ibu mendudukkan tubuh mereka di atas tikar. Tidak ada yang mereka kerjakan lagi selain menunggu para pria memanggang daging. Mereka mengobrol dengan sesekali tertawa melihat Adelia, Amara dan Raila yang terus bercanda.
.
.
.
Beberapa saat kemudian, semua daging serta sosis dan udang yang dipanggang oleh para pria sudah matang. Mereka membawanya ke atas tikar untuk di makan bersama-sama, para wanita juga sudah menyiapkan nasi dan pelengkap yang lainnya.
" Kamu mau udangnya, Sayang? " tanya Bunda Siska yang mengambilkan makanan untuk Nadia.
" Iya mau, Bun " jawab Nadia menganggukkan kepalanya.
Hari ini Nadia benar-benar tidak boleh melakukan apapun karena semua orang begitu memanjakannya, bahkan untuk makan pun, Bunda Siska yang akan menyuapinya. Jika biasanya Hendri akan selalu protes jika Bunda Siska lebih perhatian dan memanjakan Nadia, kali ini anak itu hanya diam saja. Akan jarang ada saat-saat seperti ini jika nanti Nadia sudah pergi ke Inggris, jadi biarlah Bunda Siska puas-puas bersama dengan putrinya itu.
" Buka mulutnya, Sayang. Aaa... " ucap Bunda Siska mengarahkan sumpit yang mencapit daging ke mulut Nadia.
Nadia pun langsung membuka mulutnya dan menerima suapan itu dari Bunda Siska.
" Bagaimana, Nadia? Apa rasanya enak dan kamu suka? " tanya Ayah Reno pada Nadia.
" Iya Ayah, ini sangat-sangat enak dan aku sangat suka " jawab Nadia sembari mengunyah daging di mulutnya.
" Tentu saja enak, Nadia, itu Paman yang memanggangnya " ucap Paman Ardi membanggakan dirinya.
Diantara keempat pria dewasa yang telah menjadi ayah itu, memang Paman Ardi yang paling banyak bicara dan suka bercanda. Jika Om Angga itu datar dan jarang bicara, apalagi Om Leon, sudah seperti kulkas dua pintu berjalan. Untuk Ayah Reno, tentu yang paling kalem karena memang yang paling tua.
" Bukan lo doang kali, kita juga ikut memanggang " ucap Leon tidak terima karena dia pun berperan banyak.
" Betul itu, bukan hanya Anda saja Tuan Muda " tambah Om Angga yang kali ini ada di pihak Om Leon.
" Wah, sudah berani Kakak melawan aku ya. Oke, gaji Kakak bulan ini akan aku potong " ucap Paman Ardi disertai tatapan tajam dan ancaman.
" Jangan, Tuan Muda! Semua ini memang Anda yang memanggangnya jadi rasanya enak " jawab Om Angga dengan cepat dan wajah panik.
Semua orang yang melihat itu tentu saja tertawa. Sepertinya Om Angga takut sekali jika gajinya akan dipotong oleh Paman Ardi, padahal semua orang pun tahu jika Paman Ardi pasti bercanda saja.
" Kak Angga masih takut saja, Ardi itu cuma bercanda " ucap Tante Yeni masih tertawa kecil.
" Dia memang begitu, Kak. Masih tidak bisa membedakan mana yang serius dan yang bercanda, terlalu asik bergaul dengan anak buahnya yang berwajah datar dan dingin itu " jawab Tante Arisa yang juga tidak habis pikir dengan suaminya.
" Suamimu dan Leon memang begitu, Ris. Sepertinya di sini cuma aku deh yang wajahnya masih lentur dan tidak kaku seperti mereka " ucap Paman Ardi melirik Om Angga dan Om Leon bergantian.
Om Leon tentu langsung melayangkan tatapan tajam karena tidak terima, sedangkan Om Angga hanya diam dan tetap memasang wajah datar karena takut jika gajinya akan benar-benar di potong.
" Kalau di sini sepertinya iya sih, Ar, tapi kalau yang di Surabaya sepertinya tidak " ucap Bunda Siska karena sahabat yang lain masih ada yang lebih suka bercanda dan konyol.
" Jelas itu mah, Dareen dan Aska tidak diragukan lagi, meleleh wajah mereka " jawab Paman Ardi dengan tawa kecil.
Lagi-lagi semua orang pun tertawa mendengar itu. Walaupun persahabatan mereka sudah terjalin sangat lama dan jarang berkumpul karena jarak, tetapi semuanya masih tetap hangat dan selalu ramai seperti ini jika sedang berkumpul.
" Aku akan sangat merindukan saat-saat seperti ini " batin Nadia dengan senyum di bibirnya.
Ah, rasanya Nadia pasti akan merindukan mereka semua karena mereka-mereka inilah yang sangat menyayanginya. Bukan hanya yang ada di sini bersamanya, tetapi juga para sahabat kedua orang tuanya dan adik-adiknya yang tinggal di Surabaya. Meski tidak bisa bertemu, tetapi Nadia sudah memberitahu mereka untuk berpamitan. Mereka sangat penting untuk Nadia karena sudah seperti orang tua dan saudaranya sendiri.
Tak lama kemudian, sebuah suara mengalihkan perhatian mereka semua dan langsung menoleh ke pintu taman.
" Assalamualaikum " salam Paman Amar dan Anas yang baru datang.
" Walaikumsalam " jawab mereka semua.
Paman Amar dan Anas pun langsung bergabung dengan mereka semua dan makan bersama. Mereka datang sedikit terlambat karena sedang ada sebuah urusan. Sedangkan para kakek dan nenek Nadia tidak bisa hadir tetapi Nadia sudah menyempatkan diri untuk mengunjungi mereka dan berpamitan.
Semua orang menikmati makanan masing-masing dengan mengobrol dan sesekali bercanda. Nadia benar-benar menikmati malam terakhirnya bersama dengan orang-orang terdekat dan tersayangnya.
***
Mohon bantuan vote, like dan komentarnya ya 😊 Terima kasih 😊🙏 Tetap dukung saya ya 😘
Tolong follow akun NT saya " Gadis Taurus " ya 😘