Pacaran bertahun² bukan berarti berjodoh, begitulah yang terjadi pada Hera dan pacarnya. Penasaran? Ikuti terus karya Hani_Hany hanya di noveltoon ☆☆☆
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hani_Hany, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB ENAM BELAS
Hera berusaha sekuat tenaga menahan agar air matanya tidak tumpah. Dia mendongak untuk memahan lajunya air mata yang akan keluar. Hera berbalik berniat pergi dari sana tapi siapa sangka justru menyenggol pot yang tidak jauh darinya.
"Hera." Ucap Aldo lirih, dia melihat Hera sedang menahan tangisnya. Teman Aldo hanya menatap Aldo dan Hera bergantian. Mereka curiga jika itulah kekasih Aldo sesungguhnya.
Hera lari meninggalkan tiga orang tersebut yang berada di Gazebo. Dia menuju kamar mandi untuk melampiaskan emosinya.
"Kenapa serumit ini?" Gumamnya. Tangisnya pecah tidak tertahan lagi. Lima menit menangis, Hera puas karena sudah mengeluarkan air mata yang membuat dadanya sesak.
"Ini lebih baik dari pada aku harus tahu nanti dan nanti. Ternyata kata kak Udin benar jika Aldo banci?" Batinnya mengingat ucapan sang kakak sulung.
Hera menarik nafas dalam lalu dihembuskan perlahan, untuk mendapatkan udara yang baru. Dia merapikan make up lalu keluar dari kamar mandi.
"Sayang. Aku ingin bicara." Tegur Aldo. Siapa sangka jika Aldo telah menyusulnya. Atau bahkan menunggunya? Aldo berusaha meraih tangan Hera tapi ditepis.
"Mau bicara apa lagi sih?" Tanya Hera ketus. Susah payah Aldo mendekati Hera hingga menjadikannya kekasih, hingga dia sayang dan cinta. Semua hancur begitu saja karena kesalahpahaman ini.
"Ini penting sayang. Beri aku kesempatan untuk menjelaskan semuanya." Ujar Aldo meyakinkan. Awalnya Aldo tidak berniat menyusul karena memberikan Hera waktu untuk tenang. Tapi teman perempuannya mengatakan jika dia tenang dia butuh bicara.
Biasanya begitu katanya. Maka dari itu, mau tidak mau Aldo harus segera menyusul Hera ke kamar mandi hingga menunggu lebih tenang.
"Ayo lah. Ya sayang." Bujuknya sambil mengatupkan kedua tangannya di depan dada. Hera merasa kasihan tapi dia juga sakit.
"Aku butuh waktu Aldo, bisa bicaranya besok-besok saja." Jawab Hera meninggalkan Aldo yang memelas. Dia pergi ke Gedung SR karena hendak menyusul Rika.
Aldo membiarkan Hera pergi begitu saja. Temannya datang menepuk pundak Aldo.
"Kenapa membiarkan dia pergi? Masalah hanya tertunda, jangan sampai besok dia meminta putus darimu." Ujar sang teman namanya Rayyan. Sandra hanya mengangguk setuju.
"Biarlah." Jawab Aldo singkat. Dia menghembuskan nafas kasar tanda dia lelah dengan semua masalahnya. Dia menjadi dingin hanya karena untuk menutupi jati dirinya yang berpacaran dengan sesama jenis.
Begitu juga dengan kedekatannya dengan Hera, supaya orang yakin dan percaya jika dia masih normal. Awalnya dia tidak mau berkenalan dengan Hera karena tidak mau jika orang yang dia suka masuk dalam masalahnya. Makanya dia bersikap cuek dan dingin.
Kembali ke Hera yang melangkah cepat menuju jalan raya untuk mencari angkutan umum. Tanpa sengaja justru Hasyim yang melintas.
"Hai tetangga." Sapa Hasyim berhenti di seberang jalan. Hasyim putar motornya untuk menyebrangi jalanan. Melintas dengan hati-hati dan mendekat pada posisi Hera dipinggil jalan.
"Kamu dari kampus?" Tanya Hera basa-basi. Dia bersuara serak, suara khas habis menangis.
"Kamu kenapa?" Tanya Hasyim curiga. Bukan menjawab malah balik nanya. Hasyim memandang Hera penuh curiga, mata Hera sembab.
"Ke taman yuk." Ajak Hera pada Hasyim, dia naik keboncengan Hasyim tanpa helm. Begitu juga Hasyim yang hanya mengenakan topi sebagai pelindung kepala dari panasnya matahari.
Hasyim melajukan kendaraan roda duanya ke taman dekat kampus. Taman Baca! Suasana ramai orang berlalu lalang, yang banyak anak-anak bermain sambil membaca.
"Ada apa?" Setelah tiba mereka turun dari motor, duduk di gazebo dengan membeli minuman teh kotak. Hasyim bertanya setelah keduanya cukup lama terdiam.
"Aldo selingkuh." Jawab Hera singkat tapi begitu menyakitkan. Dia menunduk sebentar kemudian mendongak supaya air matanya tidak keluar lagi tanpa permisi.
"Terus kamu gimana?" Tanya Hasyim dengan entengnya. Bagi Hasyim jika tidak cinta akan mudah memutuskan begitu saja. Tapi bagi Hasyim hidupnya sudah terlanjur ditangan orang tuanya.
"Aku belum ambil keputusan. Tapi sakit." Ujar Hera memukul dadanya pelan. Dia bersandar dilengan kiri Hasyim untuk menahan berat badannya yang mulai melemah.
"Jangan gini Hera, gak baik dilihat orang." Tolak Hasyim secara halus. Dia merasa risih jika Hera terlalu menempel padanya.
Hasyim sayang pada Hera sebagai sahabat dan tetangga saja.
Hera memperbaiki posisi duduknya mendapat teguran langsung dari Hasyim. Dia harus sadar jika dia hanya sahabat, pikirnya.
"Kamu sabar, kamu harus bersyukur karena kamu tahu dia seperti itu sebelum kamu menikah dengannya. Akan lebih sakit jika kamu telah memiliki ikatan resmi dengannya. Seperti menikah." Ucap Hasyim bijak.
Benar memang, sakitnya Hera saat ini masih belum seberapa jika dibandingkan saat dia menjadi isterinya nanti. Hera telah bercerita jika mereka berencana menikah.
Hera membenarkan ucapan Hasyim, dia menarik nafas dalam untuk menenangkan diri. Air matanya tetap menetes meski tidak sederas tadi saat di kamar mandi kampus.
"Menurutmu aku harus gimana?" Tanya Hera pada Hasyim. Dia menatap Hasyim kagum karena sahabatnya ini menjadi anak yang patuh pada orang tuanya. Jarang ada laki-laki sepertinya, pikir Hera.
"Itu keputusanmu, saranku bicarakan baik-baik. Cari solusinya bersama, jika tidak dapat maka kamu bisa putus. Tapi kembali lagi, semua kamu yang jalani dan keputusanmu ya di tangan kamu!" Nasehat Hasyim serius.
"Tadi dia mau bicara tapi aku menolaknya. Aku pergi dia membiarkanku begitu saja berlalu meninggalkan dia." Ujar Hera sedih tapi sakit hati juga. Dia masih masa galau-galaunya.
"Kalau kamu sudah merasa tenang sebaiknya bicara baik-baik berdua. Tanyakan apa yang ingin kamu ketahui, suruh dia jujur. Kalau dapat solusinya bisa lanjut bisa putus itu keputusan kalian." Sekali lagi itu lah saran Hasyim yang bijak.
"Iya kamu benar." Jawab Hera singkat sambil minum teh kotak dingin untuk melegakan tenggorokannya. Begitu juga hatinya yang butuh didinginkan supaya sejuk dan damai.
Usai bersantai di taman. Hera baru mengingat jika Rika gladi, mungkin sudah selesai. Hera mengambil ponselnya dalam tas untuk memberi kabar pada Rika.
"Besok wisuda Rika kan?" tanya Hera setelah menemukan ponselnya. Hasyim mengangguk. "Beli kado yuk?" tanya Hera antusias.
"Kado apa?" tanya Hasyim mengerutkan kening. "Perempuan itu repot." batinnya. Dia menunggu jawaban Hera yang fokus pada ponselnya.
"Tunggu." ucap Hera. "Sayang maaf ya! Aku kasih kamu waktu sendiri untuk tenang, besok kita bicara ya!" Hera membaca pesan Aldo dalam hatinya. Dia mengutuk dirinya kenapa juga pesan Aldo harus buru-buru terbuka, akhirnya terbaca kan?
"Ada chatnya Rika. Dia pulang duluan." ujar Hera lagi. "Kado apa ya bagus? Tas mungkin. Kita ajak Rudi yuk?" tanya Hera semangat.
"Ayo. Kamu chat dia sekalian." jawab Hasyim iya-iya sajalah daripada repot. Dia juga sudah terbiasa direpotkan ibu dan adik perempuannya Lastri siapa lagi? Pikirnya.
...----------------...
Terima kasih sudah mampir dikarya sederhana ini ♥︎ jangan lupa beri like, komen, penilaian, dan hadiahnya jika berkenan ★
cocok