Seorang gadis cantik, jenius dan berbakat yang bernama Kara Danvers bekerja sebagai agen ganda harus mati di karena dikhianati oleh rekannya.
Namun, alih-alih ke alam baka. Kara malah bertransmigrasi ke tubuh bocah perempuan cantik dan imut berusia 3 tahun, dimana keluarga bocah itu sedang di landa kehancuran karena kedatangan orang ketiga bersama dengan putrinya.
"Aku bertransmigrasi ke raga bocil?" Kara Danvers terkejut bukan main.
"Wah! Ada pelakor nih! Sepertinya bagus di beri pelajaran!" ucap Kara Danvers menyeringai dalam tubuh bocah cilik itu.
Apa yang yang akan dilakukan sang agen ganda saat di tubuh gadis cilik itu dan menggemaskan itu. Yuk mari baca!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yulianti Azis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dominic
Disinilah Vara sekarang, di taman bunga mansion Mahardika. Bocah perempuan itu terlihat malas, apalagi anak laki-laki tampan itu terus mengikutinya.
"Kamu kenapa telus mengikuti ku?" tanya Vara kesal.
"Vara kan amnesia, jadi aku harus menjaga Vara. Biar Vara tidak tersesat!"
Aku tidak amnesia cuk! teriak Vara dalam hati merasa kesal
Bocah perempuan itu bertambah kesal, pasalnya dia ingin berjalan-jalan untuk melihat semua sudut mansion yang ada. Dia ingin melihat lokasi tempat celakanya Vara asli.
"Aku pernah berjanji, untuk melindungi Vara!" ucap anak laki-laki tampan itu lagi.
Dih! Aku tidak akan tergoda dengan seorang bocah ingusan! batin Vara merasa kesal.
Tidak ada pilihan lain, akhirnya Vara duduk di rumput yang bersih lalu mengambil boneka edisi khusus yang diberikan keluarga Vale. Diikuti oleh Dominic.
Ck, sultan mah bebas! Masa boneka seperti ini seharga mobil batin Vara meringis menelisik boneka yang ada ditangannya.
Walaupun Vara telah memiliki banyak uang, tapi dulu dia pernah merasakan kemiskinan. Makan pun harus berbagi bersama anak-anak panti lainnya.
"Kenapa kau kecini lagi?" tanya Vara mengerutkan dahinya.
"Aku ingin bermain dengan Vara," jawab Dominic lembut.
"Ck, dacal bocah!" sinis Vara.
Dominic terkekeh. "Kamu yang bocah, aku sudah 6 tahun. Sedangkan kamu masih berusia 3 tahun." anak laki-laki tampan itu mengacak rambut Vara.
Bocah ini ternyata ganteng juga yak! Wajahnya kek aktor! Eh! Astaga, apa yang kau pikirkan Kara. Ingat! Dia itu masih bocah! batin Vara menggeleng-gelengkan kepalanya, membuat Dominic khawatir.
"Kamu kenapa? Apa Vara merasa pusing?" tanya Dominic perhatian.
Lah! Bocah ini perhatian banget cuk! Masih kecil aja udah romantis! batin Vara terkekeh.
"Gak ada apa-apa kok!" sahut Vara polos.
"Ya, sudah! Jika kamu tidak ingin diganggu. Kamu harus menerima tantanganku untuk bermain lomba lari!" ucap Dominic lembut.
"Wah! Bocah ini melemehkan aku!" ucap Vara tersinggung.
"Baiklah aku ciap!" sahut Vara tersenyum sombong.
Dominic kembali terkekeh, mendengar celotehan bocah perempuan didepannya itu.
"Kalau aku menang, kamu harus menjadi milikku! Kalau kamu menang, aku tidak akan menggangu mu!" ucap Dominic lagi.
Mata Vara melotot lucu, tapi dia juga tak ingin diganggu oleh bocah laki-laki di depannya itu. Akhirnya dia mengangguk.
Bocah ini tidak akan membiarkan aku! Lebih baik aku terima saja deh! Lari mah kecil! batin Vara tersenyum puas.
"Baiklah! Deal!" Vara menyodorkan tangannya untuk bersalaman.
"Deal!"
Diam-diam Dominic menyeringai, sepertinya Vara tidak menyadari lagi jika sekarang, dia hanya bocah tiga tahun. Bukan seorang agen ganda lagi.
"Aku hitung satu sampai tiga yah! Kita akan memutari mansion ini!" ucap Dominic.
Vara mengangguk. "Hmm ...."
Keduanya kini bersiap, saat hitungan ketiga. Dominic melesat jauh, sedangkan Vara tertinggal di belakang.
"Ya ampun! Aku balu ingat, aku di tubuh ceolang bocil," gumam Vara merasa menyesal sudah menerima tantangan itu.
"Duh! Kenapa tubuh bocah ini cangat belat?!" gerutu Vara berlari.
Belum juga ada setengah putaran, Vara sudah sangat ngos-ngosan. Wajah bocah perempuan itu sudah sangat memerah karena terkena sinar matahari.
Sedangkan Brian, Tania, Selvira dan Arvin terkekeh kecil. Mereka memperhatikan tingkah keduanya. Brian masih merasa marah dengan Arvin, jadi posisi mereka terlihat berjauhan.
"Putramu sangat pandai memanipulasi putriku!" ucap Selvira terkekeh geli.
"Keturunan Vale harus bisa menguasai hal itu!" jawab Tania terkekeh.
Akhirnya Dominic tiba lebih dulu, membuat Vara cemberut. Dia hanya berjalan, karena tak kuat untuk berlari lagi.
"Kamu culang! Kaki kamu, cangat panjang!" gerutu Vara.
Dominic terkekeh. "Aku tidak curang! Kakimu saja yang pendek!" balas Dominic mengacak rambut Vara.
"Akhirnya, kamu akan terus menjadi milikku!" ucap Dominic dengan wajah seriusnya.
Vara mengabaikan perkataan bocah laki-laki tampan itu, dia pikir ini hanyalah permainan anak-anak yang akan segera dilupakan. Tak tahu saja dia, jika di masa depan. Dominic akan terus mengingat hal itu.
Kini malam pun menjelang, terlihat keluarga Mahardika makan malam bersama tamunya. Dominic tak henti-hentinya memberikan lauk di piring Vara membuat bocah perempuan itu kesal.
Melihat Vara hanya makan sedikit, Tania bertanya, "Vara sayang! Kenapa kamu makannya sedikit sayang?" tanya wanita elegan itu.
"Vala lagi ploglam diet!" jawab Vara polos.
"Uhuk ... uhuk ..." Mereka kompak tersedak makanan, saat mendengar penuturan bocah perempuan cantik berusia 3 tahun.
"Sayang! Siapa yang mengajari kamu diet? Kamu itu masih perlu makanan bergizi untuk membantu pertumbuhan Vara!" ucap Selvira lembut.
Lah! Aku emang diet cuk! Ini semua gara-gara bocah ini! maki Vara menatap sinis Dominic.
Vara masih kesal, karena merasa telah dipermainkan oleh bocah 6 tahun.
"Tidak ada yang mau cama Vala nanti, kalau Vala gendut!" jawab Vara asal.
"Aku ada kok! Aku akan selalu mau sama Vara, bagaimana pun keadaan Vara?!" sahut Dominic serius.
Dih! Nih bocah mulutnya gampang banget tebar janji! Jangan-jangan bocah ini playboy cap cicak ini! batin Vara melirik Dominic.
"Nah! Lihat putraku! Dia ini gentleman sama seperti aku!" ucap Brian bangga.
"Tidak! Putriku masih kecil! Jangan mendekatinya!" ucap Selvira terkekeh.
"Ayolah! Kita akan menjadi besan di masa depan!" ucap Tania antusias.
Vara menatap horor pada orang tua itu, dia sangat tidak ingin berjodoh dengan bocah laki-laki di depannya ini. Mereka tertawa kecil, kemudian melanjutkan makan malam mereka.
Sedangkan Amara dan anaknya, mereka seolah-olah tidak dianggap oleh keluarga Vale itu. Hanya Arvin yang mencoba menenangkan sang istri kedua.
Setelah makan, mereka berkumpul di ruang keluarga. Terlihat Dominic terus menempeli Vara, sedangkan Lunaira terus menempel pada Dominic, membuat bocah laki-laki itu risih.
"Bagaimana dengan pembicaraan kita tadi? Aku serius ingin menjodohkan Vara dengan Putraku Dominic!" ucap Brian serius.
"Uhuk ... uhuk ..."
Kini giliran Vara tersedak ludahnya sendiri. Dengan sigap Dominic memberikan air minum untuk Vara. Membuat Vara dengan sigap mengambil air tersebut.
"Telima kacih!" kata Vara merasa lega.
Tentu kelakuan dua bocah itu menjadi perhatian sang orang tua. Tania sudah sangat senang.
"Aku setuju dengan Mas Brian, Vara akan menjadi menantuku di masa depan!" sahut Tania antusias.
Lah masih lama cuk! Lagian aku ini wanita dewasa, mana mungkin mau nikah sama bocah! batin Vara menggerutu.
Amara yang sudah tidak tahan, angkat suara, "Apa tidak terlalu jomplang, bukankah lebih baik yang dijodohkan dengan Nak Dominic itu adalah Lunaira. Usia mereka juga sama, benarkan, Mas?!" wanita itu meminta pendapat pada sang suami.
Sedangkan Brian dan Tania kini berwajah dingin, Selvira hanya diam. Karena Amara adalah kesayangan Arvin, dia terlalu bodoh mempertahankan pernikahannya.