Cindra gadis yatim piatu yang dipermainkan takdir, terpaksa menikah dengan anak dari sahabat orangtuanya; Hafiz, seorang tentara berpangkat letnan satu.
Namun perjalanan rumah tangganya tidak berjalan dengan mulus, dia harus menderita menahan dinginnya hidup berumah tangga.
Hingga takdir mempertemukannya dengan seorang pria tampan yang mewarnai hari-harinya.
🩷🩷🩷 Happy Reading_
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aksara_dee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33~ Ranty
(Masih) POV RANTY
Kupersembahkan keperaw****ku untuk Gavin.
Ting..!
Suara pesan masuk di ponselku
"Pagi ini berangkat ke Jakarta, papa mau kenalkan kamu dengan 'Sisun' papa" Isi pesan dari papaku
Kulirik lelaki yang terbaring di sebelahku, wajah lelahnya terlihat makin tampan di mataku. Kukevup pipinya dengan lembut. Dia menggeliat.
"Jam berapa sekarang" Suara bangun tidurnya sangat enak di dengar
"Jam Tujuh sayang.."
"Hah?! Gil*!! Aku terlambat Ranty!! Kenapa baru bangunkan aku sekarang!" Gavin langsung bergegas memakai baju dan berlari dari apartemenku
Aku pun segera bergegas mempersiapkan keberangkatan ke Jakarta
#Tiba di Jakarta
"Cepat ganti pakaianmu sayang, kita bisa terlambat" Seru mama
"Mau kemana sih kita mam? Ko buru-buru sekali" Aku protes karena aku baru saja sampai rumah
"Peresmian bangunan *****, papamu sebagai pejabat yang meletakkan batu pertama" Mama begitu panik melihatku yang malas berbenah diri
"Iya..iya mam, pelan-pelan mam, pipiku bisa merah karena tabokan mama bukan karena blush on" Aku merengut
Selesai berdandan aku langsung di geret ke lobi Hotel untuk menunggu jemputan
"Kamu nanti naik mobil mas Hafiz, mama dan papa berangkat duluan"
"Cik!! Kenapa sama dia sih. Si cowo caper!" Aku menggerutu
Tak berapa lama ada sebuah mobil berhenti di depanku. Seseorang keluar dengan menggunakan Kacamata hitam branded, PDH lengkap dengan pangkat, tanda jasa, dll khasnya Perwira Utama (Pama). Dia adalah Hafiz, lelaki yang aku hindari.
"Hai Ranty, sudah siap?" Tanyanya
"Sudahlah, dari tadi aku nungguin. Lelet banget jemputnya! Ga tau apa kakiku capek!" Aku menggomel, tapi dia hanya tersenyum manis.
"Maaf" Katanya
Sepanjang perjalanan dia selalu mengajakku ngobrol, selalu aku jawab dengan ketus. Tapi dia tidak pernah menyerah. Seringkali membuat lelucon tapi tidak aku tanggapi, situasi menjadi garing. Akhirnya keheningan melanda. Dia lelah mencairkan suasana.
Aku sibuk dengan pikiranku sendiri, masih segar di ingatanku penyatuan semalam dengan Gavin. Baru beberapa jam aku berjauhan, kerinduan sudah melanda.
Perjalanan selama dua jam dengan Hafiz membuatku tidak nyaman. Aku tidak suka cara pendekatan dia padaku, yang kunilai cupu dan norak.
'Ganteng sih, ganteng banget malah..lebih ganteng dari Gavin. Tapi aku ga suka cowo polos kayak dia' batinku
"Kita sudah sampai, tunggu di sini. Aku bukakan pintu" Dia menyambutku di depan pintu yang sudah dibukanya.
Kalo saja Gavin yang melakukannya, sudah pasti aku akan salting brutal karena diperlakukan seperti ratu.
Aku berjalan beriringan dengannya. Kakiku sakit karena sisa penyatuan semalam, langkahku agak menga_ngkan* , jalanku tertatih.
"Gara-gara nungguin aku, kaki kamu jadi sakit ya, Ran" nadanya cemas
"Umm.."
'Bodoh! Aku begini karena pera***ku udah ilang' Batinku
Acara peresmian sebuah gedung ***** pun telah selesai. Dilanjut dengan ramah-tamah dengan para investor dan pejabat tertinggi. Papa memanggilku bergabung dengan mereka. Papa mengenalkanku pada para pengusaha dan pejabat tinggi militer sebagai kekasih dari Hafiz, dari raut wajah papa menggambarkan dia begitu bangga akan mempunyai calon menantu yang sukses di karier militer sekaligus pebisnis terkenal.
"Hah!! Ada angin apa nih adekku mau ikut acara beginian?" seseorang berbisik di telingaku
"Abang!!!" Aku teriak melihat abangku ternyata hadir di acara peresmian itu.
"Abang sebagai apa hadir disini, heh? Sudah geserkah jabatannya ke tempat basah?" tanyaku
"Diundang calon ipar, ini kan project tersuksesnya dia. Jadi investor terbesar di pembangunan *****" Aaron melirik Hafiz yang tersenyum ke arahku
Aku makin bingung melihat seluruh keluargaku begitu membanggakan Hafiz, mereka tanpa Tedeng aling-aling mengakui kalau Hafiz adalah kekasihku.
Selesai acara kami sekeluarga juga Hafiz makan bersama di sebuah restoran mewah di bilangan Jakarta Utara. Di sana sudah berkumpul keluarga besarku, juga pamanku yang merupakan atasan Hafiz. Aku seperti terjebak dengan situasi ini. Menyesal? Sudah tidak ada guna. Ikuti aja alurnya, pikirku.
"Bagaimana nak Hafiz, apakah kamu menyukai Ranty?"
"Uhuukk...uhuukk.." Aku yang sedang mengunyah dimsum jadi keselek dengan kata-kata papaku yang diangguki oleh Hafiz, wtf!!
"Ko papa tanya dia doang, tanya apa aku juga suka sama dia!" protesku
"Papa yakin kamu akan suka sama Hafiz. Nak Hafiz ganteng, perwira muda berbakat, pebisnis terkenal. Keluarganya juga dari kalangan pebisnis" Seru papa
"Saya tidak akan memaksa Ranty menyukai saya sekarang, mungkin seiring berjalannya waktu setelah kami saling mengenal cinta akan tumbuh dengan sendirinya. Perlu papa, om dan Aaron tau, saya sudah menyukai Ranty sejak pertemuan pertama saat wisuda kejuruan di Magelang. Jadi mohon Ranty mempertimbangkan perasaan saya" Hafiz benar-benar memanfaatkan moment ini untuk nembak aku di depan keluarga
"Dih kepedean lo" batinku
"Gue demen nih punya calon ipar kayak gini. Terima kasih bro udah menerima kucing liar ini. Beban keluarga kami berkurang" Kaka sia***ku malah nambahin omongan gak guna
Keluarga terbahak mendengar omongan Aaron, minta disumpel dimsum emang mulutnya. Aku hanya bisa merengut dan badmood seharian.
Ting!
Suara notif pesan masuk ke ponsel Kakaku. Dia membuka isi pesan grup dengan mata terbelalak.
"Fiz..Neal..letting kita abis di haja* kolonel Franklyn, sampe bony** gini mukanya. Artinya kesalahannya benar-benar fatal nih bocah" seru abangku
"Gimana ga dihaja* , harusnya dia jadi komandan pasukan malah Dateng telat. Selesai upacara baru Dateng. Alasannya neneknya sakit, Neneknya kan udah koit dari dia kecil. Bikin alasan pinteran dikit napeh. Bilang kek dari rumah janda hahaha" Nael letting abangku dan abangku tertawa
Hafiz hanya diam melihat isi pesan. Keningnya mengernyit seperti berpikir keras.
Aku penasaran siapa yang mereka bicarakan. Aku intip ponsel abangku. Mataku terbelalak melihat wajah Gavin yang sudah bonyo* dan berlumur dar**
Aku histeris, menangis sejadinya.
"Aaroonn.. Kamu tau kan adekmu takut dar**. Kenapa dikasih liat foto-foto itu" Mamaku marah ke Abang. Yang dimarahi hanya bengong ga ngerti.
Hafiz segera memelukku. Aku menangis di dadanya.
Aku histeris bukan karena lihat dar** tapi orang yg terluka di foto itu adalah Gavin, kekasihku. Karena aku dia melalaikan tugas pentingnya menjadi komandan pasukan. Karena aku, dia berkorban.
Sepanjang perjalanan aku hanya bisa membisu, pikiranku berkecamuk memikirkan Gavin dan Gavin. Obrolan Kakaku, Hafiz dan Neal yang satu mobil denganku, tidak aku hiraukan. Aku tau dibalik kacamata hitamnya Hafiz, dia menatapku dengan tajam dan dipenuhi tanda tanya. Sesampai di rumah aku dibantu hafiz turun dari mobil, aku menipis tangannya yang ingin memapahku masuk ke rumah.
"Dek, jalan Lo kenapa ngangkan* begitu? Kayak abis di perawa*** aja Lo!!" Seru abangku dengan suara lantang
Kontan seluruh orang yang ada di situ menatapku dengan heran. Aku mendadak nge-freeze.
Lagi-lagi Hafiz membelaku, "Aku telat jemputnya tadi Ron, jadi Ranty berdiri lama di lobi hotel dengan sepatu high heels" Tiba-tiba Hafiz menggendongku menuju ke kamar.
"Istirahat ya, kamu terlihat pucat". Imbuhnya.
Dia membukakan sepatuku dan menyelimutiku. Aku hanya diam.
Setelah mengecup keningku dia pamit.
Malam selesai makan bersama, aku disidang oleh keluarga. Karena informasi tentang kunjungan Gavin ke apartemenku telah sampai di telinga Papa-ku. Intel Papa-ku sangat hebat, mereka bisa melacak keberadaan Gavin hingga proses hukuman semua adalah campur tangan Papa-ku.
"Apa yang kamu lakukan dengan Gavin, Hah!!" Papa marah besar.
Abangku juga marah. Dia memukul-mukul sofa dengan tangan dikepal.
Aku langsung bersimpuh di kaki Papa. Aku meminta maaf.
"Semua salah aku pap, aku yang memintanya menemaniku di apartemen. Aku mabu* dan kesepian pap, hanya dia yang aku telepon langsung datang dengan cepat. Jangan hukum dia lagi Pap. Aku lebih baik bun** **ri kalau Papa menghukum dia. Hiikkss..hiikkkss" Aku memohon dan bersujud di kaki Papa.
"Mau ditaruh mana muka papa ini Ranty, kamu sudah papa jodohkan dengan Hafiz. Dan kamu liat sendiri tadi kan, dia sangat menyukaimu dan menghargaimu."
"Bod** Lo dek!! Dikasih kayu jati malah Lo ambil bambu reot! Hidup Lo bakal terjamin sama Hafiz!!"
"Papa tetap akan menghukum Gavin, juga kamu Ranty. Kamu tidak boleh berhubungan lagi dengan Gavin. Dan kamu teruskan perjodohan yang sudah papa atur!"
"Dari semua prestasimu yang ga seberapa itu, bisa menikahi Hafiz adalah prestasi yang bisa papa banggakan sampe mati, Camkan itu!!!"
'Gil*! Menikahi Hafiz mereka anggap prestasi gemilang. keluarga sakit!!' aku menggeram
"Gue ga mau ya punya ipar 'garangan sawah' kayak Gavin. Mikir Lo dek! Lo ga bisa apa-apa tanpa suami yang konglomerat. Emang selamanya Papa mau ngurusin Lo mulu" Abangku ga kalah sengit.
"Ran, terimalah Hafiz. Dia akan memenuhi jiwa belanjamu yang menggila. Dan dia bisa jadi kepala rumah tangga yang baik" Mama membujukku.
Mulai hari itu menjadi awal aku membuka hati untuk Hafiz. Pertemuan ketiga kali saat pamanku menjadi penghubung antar aku dan dia setelah dia menghilang tidak pernah menghubungiku. Mungkin dia lelah dengan sikap cuekku, mungkin juga dia tau aku pernah pacaran dengan Gavin.
Dipertemuan itu dia bersikap sangat dominan, dia tidak lagi terlihat bucin denganku. Dia sok jual mahal, tapi aku malah jadi penasaran dan adrenalinku tercipta, aku ingin selalu menggodanya. Dia jadi pria yang menarik tidak norak lagi.
Sampai akhirnya dia rela memfasilitasiku dengan apartemen mewah di jogja, kartu kredit tanpa batas, pelayan dan penjagaan ketat. Aku seperti simpanan mafia yang ada di novel-novel.
Pertahanan ku mulai goyah saat Gavin kembali ke Surabaya setelah dibuang Papaku di hutan Papua selama satu tahun. Ditambah lagi sifat posesif Hafiz yang menjadi-jadi, dia melarangku ke diskotik, melarangku aktif di modeling.
Hafiz menjadi pria yang membosankan bagiku, hingga aku kembali merajut kasih dengan Gavin di belakang Hafiz.
Aku dilema, memilih antara Hafiz dengan kehidupannya yang menjanjikan atau Gavin yang menjadi sumber kebahagiaan.
Aahh author jadi kasian sama Hafiz..hiikks
Gaess kita pasangin Cindra sama Hafiz, Marcel atau Gege nih..? Kasih masukannya dong!