Rumah tangga Nada Almahira bersama sang suami Pandu Baskara yang harmonis berubah menjadi panas ketika ibu mertua Nada datang.
Semua yang dilakukan Nada selalu salah di mata sang mertua. Pandu selalu tutup mata, dia tidak pernah membela istrinya.
Setelah kelahiran putrinya, rumah tangga mereka semakin memanas. Hingga Nada ingin menyerah.
Akankah rumah tangga mereka langgeng? Atau justru akan berakhir di pengadilan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Budy alifah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17
"Sayang, apa yang mau kamu katakan?" Pandu semakin dibuat ketar ketir pagi ini.
Jantungnya sangat tidak aman, melihat sang istri tampak lebih tenang membuat dirinya was-was.
"Katakan, aku ingin mendengarnya," ujar Wina wajahnya berbinar saat menantunya seperti menantang dirinya.
Pandu berdiri dari kursinya, ia menarik ibunya keluar ruangan.
"Buk, lebih baik ibu pulang saja. Aku tidak mau ibu membuat masalah di sini," usir Pandu, wajahnya memerah karena kesal.
Dia tidak ingin menjadi anak durhaka, tetapi ucapan ibunya itu sudah kelewat batas. Dia bisa saja kehilangan istrinya pagi ini.
"Kamu mengusir ibu demi wanita itu?" tunjuk Wina kesembarang arah. "Bahkan dia mencurigai adikmu sendiri, dia itu perempuan tidak benar!" caci Wina.
"Buk, aku tidak mau bercerai dan berpisah dengan anakku. Bersikap yang baik dengan Nada, jika ibu masih mau uangku," kata Pandu sembari masuk lagi ke ruangannya.
Pandu mencintai Nada, dia tidak bisa berpisah dari ibu anaknya. Dia tidak bisa hidup tanpa Nada, walaupun dia tidak mau menggaulinya saat ini.
Wina menghentakkan kakinya, "Awas saja, aku akan membuat Nada tidak betah bersamamu!" ancam Wina.
Selagi dia hidup, dan Pandu masih bersama Nada. Dia akan terus merecoki hubungan rumah tangga mereka.
Rasa benci yang tertanam dalam dirinya membuat dia tidak bisa melihat sedikit kebaikan dari menantunya itu.
Wina menjatuhkan pantatnya di sofa sembari membanting tasnya di sebelahnya. Dadanya meradang saat diusir oleh anak lelakinya.
"Ibu kenapa?" tanya Ayu sembari mendekati ibunya.
Wina mengambil minuman dingin dari tangan Ayu lalu meneguk sekali habis.
Wina menaruh gelas dengan keras, "Kamu tahu, Nada bisa-bisanya cemburu sama kamu," papar Wina.
Dia menceritakan masalah yang membuatnya meradang kepada putrinya.
"Kenapa bisa?" Ayu heran dengan kakak iparnya.
"Dia bilang kamu ini orang yang ibu jodohkan sama Pandu. Gila tidak?" Wina menatap putrinya dengan melipat kedua tangannya. Masih sangat pagi, tapi sudah dibuat panas oleh Nada.
"Cemburunya Mbak Nada memang berbeda?" Ayu merasa kakak iparnya itu aneh.
"Ayu, menurutmu apa dia masih pantas mendampingi kakakmu?" Wina ingin tahu pendapat Ayu tentang kakak iparnya.
"Pantas saja, memangnya kenapa Buk?" Ayu merasa Nada sangat baik. Dia memperlakukan dirinya, meskipun beberapa kali membuatnya kesal.
"Ibu ingin masmu itu cerai, lalu mencari perempuan yang lebih baik," ucap Wina, dia masih menginginkan ganti menantu.
"Mbak Nada sudah baik lho,Buk" kata Ayu, dia tampak tidak mau mengganti kakak ipar.
"Baik dari mama? Dia mengungkit semua uang yang kakak kamu kasih sama kita. Padahal dia kan tulang punggung keluarga kita." Wina mendengus, ia semakin dibuat emosi karena anak perempuanya tidak berpihak kepadanya.
"Jadi, aku bakalan dapat mobil tidak?" rengek Ayu sembari menggoyangkan tangan ibunya.
Ayu sebenatar lagi ulang tahun, dan menginginkan hadiah mobil. Kalau kakak iparnya pelit pasti tidak akan memberikannya.
"Kau temui kakakmu, dia tidak akan menolakmu," kata Wina.
Semua keinginan Ayu selalu dipenuhi oleh Pandu. Pandu rela membeli rumah yang di tempati Ayu saat ini agar dia lebih dekat dengan kampus. Setelah dia merasa tidak nyaman tinggal bersama kakak iparnya.
...----------------...
"Bibi pulang saja ke rumah ya, aku sama Shanum mau ke rumah ibu," ujar Nada memberikan arahan kepada pembantunya.
Dia ingin istirahat total di rumah ibu kandungnya karena ada yang membantu menjada Shanum.
"Nanti kalau Mas Pandu tanya, Minah jawab apa Mbak?" tanya Minah yang sedang sibuk memberesi barang-barang Nada.
Siang hari, Nada sudah diperbolehkan pulang. Dia tidak bilang sama suaminya kalau sudah diperbolehkan pulang. Dia lebih menghubungi Sabrina sahabatnya.
"Jawab saja menginap di rumah ibu satu minggu, nanti aku kirim pesan juga," Nada berjalan pelan.
Nada ingin menenangkan diri, menjauh dari suami dan juga mertuanya.
"Nada, kamu kenapa jalan? Pakai kursi roda ya?" Sabrina mencegat Nada yang jalannya masih limbung karena lemas.
"Tidak perlu aku masih mampu berjalan." Nada menggandeng tangan Sabrina.
"Kau ini sakit seperti ini masih saja sok kuat, di mana sih suamimu?" Sabrina gemas kepada Pandu. Tahu istrinya sakit bukanya menjaganya malah tidak tahu ke mana.
"Mas Pandu kerja," jawab Nada dengab santai.
"Bibi naik taksi ya, nanti sampai rumah istirahat saja dulu," Nada meminta Shanum yang sejak tadi di gendong oleh Minah.
Minah undur diri, dia pulang lebih dulu setelah membantu majikannya naik di mobil Sabrina.
"Nad, sampai kapan kamu mau seperti ini?" tanya Sabrina, ia tidak mengerti kenapa sahabatnya masih mempertahankan rumah tangganya?
"Aku tidak tahu Sab, rasanya berat meninggalkan Mas Pandu. Apa aku bisa?" mata Nada memanas saat menjawab pertanyaan Sabrina.
Dia sangat mencintai Pandu, dia ingin hanya sekali menikah dan jatuh cinta.
"Kamu bisa, lihat, saat ini pun kamu sudah sendiri apa yang tidak bisa?" Sabrina menunjukan gambaran saat dia berpisah dengan Pandu.
Sabrina yakin sahabatnya itu mampu melewati semuanya. Dia wanita karir yang sangat hebat, yang bisa menghidupi dirinya dengan anaknya sampai dia besar.
"Aku tidak bisa tanpa Mas Pandu, hidupku pasti akan hampa tanpa dia Sab. Kamu pasti mengertikan maksudku?" Nada masih saja bersikeras untuk bersama dengan Pandu.
Sabrina menghidupkan mesin mobil, lalu melajukan dengan pelan. "Cinta memang sudah membutakanmu, kurang hampa apalagi hidupmu?"
Sabrina gemas dengan Nada, tapi dia juga tidak bisa berbuat banyak. Karena Sabrina tidak bisa memaksakan kehendaknya.
Lontaran kalimat Sabrina membungkam Nada, ada dan tidak ada Pandu memang tidak ada bedanya. Dia sama-sama tidak tersentuh oleh suaminya.
Sabrina menoleh ke Nada sekilas, "Nada, Pandu selingkuhkan?"
"Sepertinya iya," jawabnya tanpa keraguan.
"Kau diam saja melihat suamimu selingkuh?" Sabrina heran, entah terbuat dari apa hati sahabatnya itu?
Hatinya setiap saat digempur oleh mertua, adik ipar dan juga suaminya yang mengabaikannya. Tapi masih berdiri kokoh.
"Aku belum mendapatkan bukti akurat, masih dugaan takut salah," katanya dengan senyuman kecut.
Meskipun sudah melihat dua kali secara langsung Pandu bersama Eva, tapi dia belum bisa memutuskan kalau suaminya selingkuh.
"Nad, mau sampai kapan kamu menjadi pajangan suamimu?" ujar Sabrina gemas sekali.
Jika Sabrina adalah Nada, ia pasti akan kabur jika hanya menjadi boneka di dalam rumahnya.
"Apa aku juga harus selingkuh?" tanya Nada konyol, tubuhnya yang lemas sampai membuat Nada tak kuat untuk tersenyum.
"Kalau kamu tak masalah, aku akan mencarikanmu lelaki yang kaya raya. Jauh dari suamimu yang pelit." Sabrina setuju dengan ide konyol Nada. Dia hanya menceletuk saja tidak serius.
Nada memandang Sabrina, "Apa semua akan baik-baik saja?"