NovelToon NovelToon
Gairah Istri Kesepian

Gairah Istri Kesepian

Status: sedang berlangsung
Genre:Selingkuh / Cinta Terlarang / Pelakor
Popularitas:1.4M
Nilai: 4.8
Nama Author: Momoy Dandelion

Di Bawah Umur Harap Minggir!

*****

Salahkah bila seorang istri memiliki gairah? Salahkah seorang istri berharap dipuaskan oleh suaminya?

Mengapa lelaki begitu egois tidak pernah memikirkan bahwa wanita juga butuh kepuasan batin?

Lina memiliki suami yang royal, puluhan juta selalu masuk ke rekening setiap bulan. Hadiah mewah dan mahal kerap didapatkan. Namun, kepuasan batin tidak pernah Lina dapatkan dari Rudi selama pernikahan.

Suaminya hanya memikirkan pekerjaan sampai membuat istrinya kesepian. Tidak pernah suaminya tahu jika istrinya terpaksa menggunakan alat mainan demi mencapai kepuasan.

Lambat laun kecurigaan muncul, Lina penasaran kenapa suaminya jarang mau berhubungan suami istri. Ditambah lagi dengan misteri pembalut yang cepat habis. Ia pernah menemukan pembalutnya ada di dalam tas Rudi.

Sebenarnya, untuk apa Rudi membawa pembalut di dalam tasnya? Apa yang salah dengan suaminya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Momoy Dandelion, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 26: Dimana Suamiku?

Lina membuka matanya. Ia merasakan kepalanya yang masih pusing. Ia mengarahkan pandangan ke sekeliling. Ada selang infus terpasang di tangannya.

"Aku di rumah sakit?" gumamnya.

Ia mengingat kembali kejadian sebelum hilang kesadaran. Kemarin ia merasa tidak enak badan, tubuhnya lemas. Ia mencoba menghubungi suaminya namun tidak bisa tersambung. Ia perlu obat tapi tidak kuat untuk pergi keluar.

Akhirnya Lina menghubungi adiknya untuk datang. Saat ia akan ke lantai atas, tanpa sengaja ia menginjak kertas dan terpeleset jatuh. Setelah itu, ia tidak mengingat apapun.

"Ya, hari ini aku tidak bisa ke kantor. Letakkan saja laporannya. Nanti aku akan cek setelah urusanku selesai."

Lina samar-samar mendengar suara orang dari arah balkon. Suara Trian sedang menelepon.

"Apa dia yang membawaku ke sini?"

Lina tertegun. Berkat kejadian kemarin, ia sangat ingin menghindari Trian. Tapi, lelaki itu justru ada di sana saat ini bersamanya.

Terdengar suara langkah kaki mendekat. Buru-buru Lina memiringkan badan dan memejamkan mata. Ia tidak bisa lagi memperlihatkan wajahnya di hadapan Trian.

Langkah kaki itu semakin mendekat. Bisa Lina rasakan lelaki itu berdiri di hadapannya. Perlahan Trian duduk dan meraih tangannya. Ia berharap lelaki itu bisa segera pergi dari sana.

Akan tetapi, Trian justru mengusap kepalanya dan mencium pipinya. Ia membuka mata memandangi Trian. Lelaki itu terkejut melihat Lina ternyata sudah sadar.

"Kamu ... Sudah bangun?" tanya Trian dengan nada yang canggung. Ia seakan malu merasa telah ketahuan melakukan sesuatu.

Lina mengarahkan pandangannya ke arah lain. Ia tak bisa bertatapan dengan lelaki itu.

"Apa kamu sudah merasa baikan? Apa ada yang sakit? Apa perlu aku panggilkan perawat untuk memeriksamu?" Trian memberondong banyak pertanyaan.

"Tidak usah!" jawab Lina dengan nada bicara yang masih lemah. Ia masih belum mau melihat Trian.

"Syukurlah kamu baik-baik saja." Trian bernapas lega. Semalaman ia tak bisa tidur nyenyak gara-gara mengkhawatirkan wanita itu.

"Kenapa aku bisa ada di sini?" tanya Lina.

"Ah! Kemarin kamu pingsan, jadi aku membawamu ke sini," jawab Trian.

Lina bertanya-tanya, kenapa harus Trian yang menolongnya. Ia sangat ingin menghindarinya. Ia tak tahu harus mengatakan yang sejujurnya atau tidak kepada Rudi.

"Jadi, kamu masuk ke rumahku?" tanyanya.

"Semalam aku lihat Rama kebingungan karena kamu tak kunjung membuka pintu. Jadi aku pecahkan kaca jendela untuk membukanya. Ternyata kamu pingsan di dalam rumah."

Lina terdiam sejenak mendengar cerita Trian. Ia memang semalam meminta Rama datang.

"Sekarang Rama dimana? Kenapa malah kamu yang ada di sini?" tanya Lina heran.

"Rama menjaga rumahmu, takut ada maling. Hari ini dia akan memanggil tukang untuk memperbaiki jendela yang kemarin aku rusak. Suamimu juga belum bisa dihubungi. Jadi aku yang menjagamu di sini," jawab Trian.

Tiba-tiba air mata Lina menetes. Perasaannya sangat sedih. Ia kecewa kenapa suaminya tidak ada saat dirinya membutuhkannya. Justru yang ada di sampingnya sekarang adalah orang yang ingin ia jauhi.

"Apa ada yang sakit? Bagian mana yang sakit? Kenapa kamu menangis?" tanya Trian. Ia mengambil tisu dan mengusap air mata yang menetes di pipi Lina.

"Aku panggilkan perawat, ya?" Trian menawarkan diri.

Lina menggeleng. "Tidak perlu. Aku baik-baik saja," jawabnya.

"Kalau begitu, kamu makan dulu, ya?" bujuk Trian.

"Aku tidak mau," tolak Lina.

Trian menghela napas. Wanita itu sedang menguji kesabarannya.

"Kata dokter kamu kelelahan dan kurang makan. Kamu mau sembuh atau tidak? Kalau mau cepat sembuh, makanlah!"

"Nanti saja. Menunggu Rama," kata Lina.

Trian tetap mengambil nampan berisi jatah makanan untuk pasien. Ia meletakkannya di atas meja makan yang bisa didorong untuk didekatkan kepada pasien.

"Kalau memang yang mengganggu pikiranmu masalah kemarin, lupakan saja! Seperti yang kamu bilang, anggap saja tidak ada apapun yang terjadi di antara kita," ucap Trian.

"Sekarang, hanya ada aku yang menjagamu. Jadi, terima saja. Anggap aku tetangga yang berbaik hati untuk menolong tetangganya yang sedang sakit," lanjutnya.

Lina masih terlihat mengabaikannya. Trian jadi agak kesal. Apalagi ia sudah rela tidak berangkat kerja hanya demi wanita itu. Seolah pengorbanannya tidak dihargai.

"Kalau kamu mau menunggu Rama atau Rudi, nanti kamu keburu mati! Cepat duduk!" perintah Trian.

Merasa tidak enak hati, Lina akhirnya menurut. Ia menggerakkan badannya untuk kemudian dalam posisi duduk. Meja makan sudah tertata tepat di hadapannya bersama jajaran menu yang masih rapi terbungkus plastik wrap.

Trian duduk di sana membantu membukakan satu persatu menu sarapan untuk Lina.

"Aku sudah baik-baik saja. Tolong nanti hubungi dokter agar memulangkanku," pinta Lina.

"Ya, akan aku lakukan kalau memang kamu sudah benar-benar sehat. Sekarang, makan dulu!"

Trian ingin menyuapi, namun Lina menolaknya.

"Aku bisa sendiri," ucap Lina seraya mengambil alih sendok dari tangan Trian.

Trian menyingkir. Ia berpindah ke sofa. Ia hanya memperhatikan Lina yang tengah menikmati makanannya sendiri.

"Kamu kalau mau pulang, pulang saja. Aku tidak apa-apa sendiri," kata Lina sembari menyuapkan makanan ke mulutnya.

"Nanti aku akan pergi kalau Rama sudah kembali. Kamu tak perlu mempedulikan aku kalau memang mengganggu."

Trian seolah bisa membaca pikiran Lina yang merasa tak nyaman satu ruangan bersamanya.

***

"Aku datang ...," seru Rama.

Ia baru saja tiba di ruang perawatan kakanya. Ia membawa dua kantong belanjaan dan juga tas milik kakaknya. Tampak di sana Lina sedang berbaring sambil menonton televisi. Sementara, Trian tengah tertidur di sofa.

"Dari mana saja kamu? Kenapa baru datang?" omel Lina. Ia kesal adiknya tak kunjung datang dan harus bertahan dengan Trian.

"Aku seharian mengurusi tukang yang memperbaiki rumahmu, Kak. Semalam kacanya dipecahkan Kak Trian untuk menolongmu," ucap Rama.

Apa yang adiknya katakan sama dengan yang Trian ceritakan.

Rama mengeluarkan sekotak kecil puding dari bungkusan yang ia bawa. "Tadi aku beli ini di jalan. Aku ingat kalau Kakak menyukainya."

Rama memberikan puding itu kepada kakaknya.

"Terima kasih." Lina menerima pemberian adiknya dengan senang hati. Ia langsung memakan puding itu.

"Kak Trian pasti kelelahan dan kurang tidur. Kasihan dia," gumam Rama.

"Lain kali jaga kesehatan, Kak. Banyak makan dan istirahat. Aku heran padahal Kakak tidak bekerja kenapa bisa sampai sakit begini? Pasti makan tidak teratur!"

"Lagian Kak Rudi kenapa? Apa kalian bertengkar? Dia tidak pulang ke rumah? Sudah puluhan kali aku hubungi tapi nomornya tidak aktif. Padahal istrinya sedang sakit tapi malah dia menghilang begitu saja."

"Dia sedang sibuk kerja," jawab Lina untuk meredam kekesalan adiknya.

"Kerja ya kerja. Tapi, harus tahu waktu juga. Ini istrinya sedang sakit juga pasti tidak tahu. Masa istrinya malah diurusi tetangga," sindir Rama.

"Dia seharusnya tahu kalau Kakak di kota ini hidup sendirian. Siapa lagi kalau bukan suami yang bisa diandalkan? Orang tua kita juga jauh. Aku juga harus kuliah! Awas saja nanti kalau Kak Rudi pulang bakal aku marahi habis-habisan!"

Lina hanya mendengarkan adiknya menggerutu. Ia sendiri tidak tahu apa yang sedang dilakukan suaminya sampai tidak bisa dihubungi. Sebanyak apa pekerjaannya sampai tidak ada waktu memberi kabar kepada istrinya sendiri.

Memang, jenjang karir suaminya bisa dikatakan sangat bagus. Dari karyawan biasa perlahan bisa naik jabatan sampai akhirnya bisa menduduki posisi kepala manajer. Mungkin suaminya sangat rajin bekerja sehingga mudah dipromosikan.

1
Yulia Sima
Luar biasa
jnxdoe
Di luar kontes ceritanya tentang konflik etika (selingkuh & zina) yg ga dukung samsek soal yg 2 itu, tp karyanya ini alurnya cukup bagus. Keren 👍👍👍
Dewi Nurani
terlalu berlebihan
Maharani Rani
lanut
Gamar Abdul Aziz
lanjut
Gamar Abdul Aziz
trian dewa penolong
Gamar Abdul Aziz
lanjuuut thor
Gamar Abdul Aziz
pantas Rudi sering mencret
Gamar Abdul Aziz
Rudi gay
Gamar Abdul Aziz
Rudi ...rudi
Gamar Abdul Aziz
lanjut
Gamar Abdul Aziz
yang dintinggal muncul lagi
Teresia reres
ngakak sampe terpingkal pingkal 🤣🤣🤣🤣🤣🤣
Teresia reres
berkhayal njiir 🤣🤣🤣🔨
Teresia reres
ya Tuhan Lina Lina ,,AQ yg baca SDH malu ,,mau tenggelam aja di dasar laut sana 🤣🤣🤣🤣
Jingga Delia
ini kpn up nya si minn udh nungguin bgtt😭
rita huang
alur cerita tidak mudah di tebak, bikin penasaran
Yuni Ngsih
Thooooor cepat trsannya ....aduh nih tangggung bcnya ....lg semangat nih soalnya ceritranya 👍👍👍
Yuni Ngsih
dasar Trian buciiiiin.......
Wanda Ani
keren
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!