Seorang kultivator Supreme bernama Han Zekki yang sedang menjelajah di dunia kultivasi, bertemu dengan beberapa npc sok kuat, ia berencana membuat sekte tak tertandingi sejagat raya.
Akan tetapi ia dihalangi oleh beberapa sekte besar yang sangat kuat, bisakah ia melewati berbagai rintangan tersebut? bagaimana kisahnya?
Ayo baca novel ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon M. Sevian Firmansyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23
Pagi masih basah oleh embun, tapi ketegangan di Sekte Nusantara masih belum benar-benar menghilang. Para murid mencoba kembali berlatih seperti biasa, tapi sesekali mereka saling melirik, berbisik-bisik, membicarakan apa yang baru saja terjadi kemarin. Pertarungan antara Han Zekki dan Cao Liang dari Sekte Langit Timur itu sudah jadi topik hangat, sampai-sampai setiap sudut sekte dipenuhi cerita berbau heroik dan sedikit dramatis.
Di salah satu sudut halaman, Fei Rong sedang mengasah pedangnya. Ekspresinya fokus, tapi sesekali ia berhenti, pandangannya menerawang ke kejadian tadi malam. Pertarungan itu... rasanya masih terngiang di kepalanya. Gimana tidak? Melihat gurunya menahan serangan petir Cao Liang dengan mudah, seolah-olah yang datang hanyalah angin biasa, itu sesuatu yang jarang dia lihat. Bahkan kalau dipikir-pikir, dia belum pernah benar-benar melihat Zekki mengeluarkan seluruh kekuatannya.
“Eh, Fei!” suara Lin tiba-tiba membuyarkan lamunannya. Lin, salah satu murid perempuan yang agak cerewet tapi penuh semangat, duduk di sampingnya dengan wajah penasaran. “Apa menurutmu, mereka bakal datang lagi? Maksudku, Sekte Langit Timur itu kan gede banget. Masa iya mereka bakal berhenti cuma gara-gara Cao Liang dipermalukan begitu?”
Fei Rong menghela napas, menoleh ke arah Lin dengan raut wajah serius. “Entahlah, Lin. Aku juga nggak tahu pasti. Tapi… kalau lihat cara Cao Liang marah-marah kemarin, ya kemungkinan mereka nggak akan tinggal diam begitu aja.” Fei mencoba menyembunyikan kekhawatirannya, tapi jelas ada nada cemas dalam suaranya. “Kau tahu sendiri, Sekte Langit Timur itu… mereka ambisius. Gak mungkin mereka mau kalah dari sekte kecil macam kita.”
Lin menggigit bibirnya, wajahnya sedikit tegang. “Iya, aku juga mikir begitu. Tapi… entahlah, aku nggak tahu kenapa, kalau Zekki ada di sini, rasanya kita bakal baik-baik aja. Aneh, kan? Padahal, dia jarang banget kelihatan serius…”
Fei Rong tersenyum tipis. “Iya, guru memang orang yang aneh. Kadang aku juga nggak ngerti jalan pikirannya. Tapi kalau dipikir-pikir, mungkin justru itu yang bikin kita semua nyaman di sini.”
Lin mengangguk pelan, dan mereka terdiam sejenak, membiarkan kata-kata itu menggantung di udara. Fei Rong kembali memusatkan perhatian pada pedangnya, tapi pikirannya terusik lagi oleh satu pertanyaan yang selalu terlintas tiap kali dia mengingat kehebatan gurunya. Siapa sebenarnya Han Zekki? Fei tahu Zekki kuat—itu sudah pasti. Tapi kekuatan macam apa yang sebenarnya dia sembunyikan? Dan, lebih dari itu, kenapa Zekki memilih untuk mendirikan sekte kecil ini, Sekte Nusantara, bukannya bergabung dengan sekte besar lain dan naik pangkat dengan cepat?
Di saat yang sama, di sudut yang agak jauh dari halaman utama, Zekki duduk di atas batu besar, matanya tertutup. Dari luar, orang mungkin akan mengira dia sedang meditasi atau tenggelam dalam latihan pernapasan. Tapi kalau ada yang memperhatikan lebih dekat, mereka akan menyadari bahwa alis Zekki sedikit berkerut. Ia sebenarnya tidak sedang bermeditasi. Pikirannya berkelana, memikirkan tentang ancaman yang baru saja muncul dari Sekte Langit Timur.
Dalam hati, Zekki tahu benar bahwa Cao Liang bukanlah ancaman terakhir. Kalau sudah sampai Zhao Wujin, pemimpin mereka, tahu soal ini... yah, mungkin dia akan segera mengirimkan orang-orang yang lebih kuat, atau bahkan datang sendiri. Dan itu, tentu saja, akan jadi masalah besar.
“Entahlah,” gumam Zekki pelan, lebih pada dirinya sendiri. “Apa semua ini sepadan?”
Ia sempat teringat masa-masa ketika dirinya masih mengembara, sendirian, tanpa tanggung jawab apa-apa selain untuk dirinya sendiri. Kehidupan sederhana itu… ada kalanya dia merindukannya. Bebas tanpa beban, tanpa perlu memikirkan orang lain. Tapi di sisi lain, setelah mendirikan Sekte Nusantara, dia merasa ada tujuan yang lebih besar yang harus dia lindungi.
Sejenak, ia memandang murid-muridnya yang sedang berlatih di halaman. Fei Rong, Lin, dan yang lainnya—mereka semua memiliki semangat yang luar biasa, sesuatu yang jarang ia temui di sekte-sekte besar. Ada keinginan untuk belajar, untuk bebas dari tekanan dan aturan sekte-sekte besar yang kaku. Mereka adalah alasan kenapa dia tetap bertahan di sini, meski ancaman dari luar semakin besar.
Tiba-tiba, suara langkah kaki ringan mendekatinya. Zekki membuka matanya dan melihat sosok Yuna, penyembuh dari Sekte Langit Timur yang dulu pernah bertemu dengannya di perjalanannya. Yuna ini... hm, gadis yang rumit. Sejak bergabung dengan Sekte Nusantara, Yuna lebih sering mengamati dari jauh, jarang ikut campur dalam latihan atau urusan internal sekte. Tapi hari ini, ada ekspresi serius di wajahnya, sesuatu yang jarang terlihat.
“Zekki…” panggil Yuna pelan, suaranya terdengar ragu. “Aku dengar soal kejadian semalam. Cao Liang… dan Sekte Langit Timur.” Matanya tampak cemas, tapi ada juga kemarahan tersembunyi di sana, seakan-akan ia sendiri muak dengan perilaku sektenya yang lama.
Zekki hanya tersenyum tipis, seolah kejadian itu bukan sesuatu yang besar. “Ah, itu. Jangan khawatir, mereka cuma datang buat bikin ribut. Sudah biasa.”
Yuna mengerutkan dahi, jelas tak puas dengan jawaban santai itu. “Zekki, kau tahu ini nggak sesederhana itu. Zhao Wujin… dia bukan orang yang gampang menyerah. Kalau dia benar-benar merasa terancam, dia pasti akan mengirimkan pasukan yang lebih besar, atau bahkan… ah, entahlah.” Yuna menghela napas, lalu duduk di sebelah Zekki, pandangannya menatap ke arah murid-murid yang sedang berlatih.
“Kenapa kau mau melakukan semua ini, Zekki?” tanya Yuna tiba-tiba, dengan nada serius. “Kau bisa saja hidup tenang, terus mengembara, nggak perlu repot-repot mendirikan sekte. Tapi kenapa kau memilih jalan ini? Apa yang kau cari?”
Zekki terdiam sejenak, mungkin mencoba merangkai kata-kata. Atau mungkin… dia sendiri nggak yakin dengan jawabannya. “Aku nggak tahu, Yuna,” jawabnya akhirnya, suaranya pelan tapi penuh perasaan. “Mungkin aku capek dengan cara sekte-sekte besar memperlakukan murid-muridnya, selalu menekan dengan aturan, mengutamakan kekuasaan di atas kebahagiaan orang-orang. Aku cuma ingin membuat tempat yang… ya, bebas. Tempat di mana orang bisa berlatih tanpa takut ditekan atau dipaksa melakukan sesuatu.”
Yuna tersenyum samar, tatapannya penuh arti. “Aku paham sekarang kenapa kau begitu. Dulu aku juga merasa terjebak di Sekte Langit Timur. Mereka selalu bilang aku berbakat, tapi… entahlah, kadang rasanya aku lebih seperti alat daripada manusia. Jadi, waktu aku melihat sektemu ini, aku langsung tahu… kau berbeda.”
Zekki mengangguk pelan, merasa lega bahwa setidaknya ada orang lain yang mengerti jalan pikirannya. “Ya, aku nggak mau sekte ini jadi tempat di mana orang merasa tertindas. Kita semua punya hak untuk memilih jalan kita sendiri.”
Yuna terdiam sejenak, matanya masih tertuju ke murid-murid yang berlatih di halaman. “Tapi, kau tahu, ancaman dari Sekte Langit Timur nggak akan berhenti di sini. Dan kalau Zhao Wujin sampai mengirim lebih banyak orang…” dia menggantungkan kalimatnya, ekspresinya penuh kekhawatiran.
Zekki tersenyum kecil, kali ini dengan mata berbinar penuh keyakinan. “Kau tahu, Yuna? Aku nggak takut. Kalau mereka datang, biar saja. Kita akan siap.” Lalu, dengan nada setengah bercanda, ia menambahkan, “Lagipula, mereka belum tahu apa artinya berurusan dengan Sekte Nusantara yang penuh dengan orang-orang keras kepala.”
Yuna tertawa kecil, lalu menatapnya dengan tatapan hangat. “Kau benar-benar aneh, Zekki.”
“Ya, mungkin,” jawab Zekki sambil mengangkat bahu. “Tapi bukankah hidup jadi lebih menarik dengan sedikit ‘kegilaan’?”
Di balik senyumannya, Zekki tahu benar bahwa ancaman dari Sekte Langit Timur bukanlah hal yang bisa dianggap remeh. Tapi entah kenapa, di dalam hatinya dia merasa yakin. Sekte Nusantara… sekte kecil ini mungkin terlihat lemah di mata sekte besar, tapi mereka punya sesuatu yang jauh lebih kuat—tekad untuk bebas.
Pagi itu, di bawah sinar matahari yang baru muncul, Zekki, Yuna, dan seluruh murid Sekte Nusantara berlatih dengan penuh semangat. Di tengah ketegangan dan ancaman yang menggantung, mereka merasa lebih bersatu dan lebih kuat dari sebelumnya.
Dan Zekki, dengan senyum tipis yang nyaris tak terlihat, menatap masa depan dengan penuh keyakinan. Apa pun yang akan terjadi, Sekte Nusantara akan terus berdiri.
apa gak da kontrol cerita atau pengawas
di protes berkali kal kok gak ditanggapi
bok ya kolom komentar ri hilangkan