ig: nrz.kiya
Farel Aldebaran, cowok yang lebih suka hidup semaunya, tiba-tiba harus menggantikan posisi kakak kembarnya yang sudah meninggal untuk menikahi Yena Syakila Gunawan. Wanita yang sudah dijodohkan dengan kakaknya sejak bayi. Kalau ada yang bisa bikin Farel kaget dan bingung, ya inilah dia! Pernikahan yang enggak pernah dia inginkan, tapi terpaksa harus dijalani karena hukuman dari ayahnya.
Tapi, siapa sangka kalau pernikahan ini malah penuh dengan kekonyolan? Yuk, saksikan perjalanan mereka!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nur dzakiyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 16: Bali
Akhirnya, setelah dua hari berlalu, Farel dan Yena berangkat ke Bali untuk memulai perjalanan liburan mereka. Persiapan yang dilakukan Yena memakan banyak tenaga, apalagi dengan Farel yang sulit diatur. Bahkan untuk urusan sederhana seperti memilih pakaian, Yena harus ekstra sabar menghadapi sifat Farel yang seenaknya.
"Rel, lo tuh kayak anak kecil tau nggak? Apa susahnya sih pakai baju yang gua siapkan?!" omel Yena pagi itu.
"Baju gua tuh udah nyaman, Yen. Ngapain ribet?" jawab Farel santai sambil memakai kaos oblongnya.
Setelah perjuangan panjang, Yena berhasil memaksa Farel berpakaian rapi dan sesuai dengan tema liburan. Namun, perjuangan itu membuatnya lelah. Saat akhirnya mereka duduk di dalam mobil menuju bandara, Yena menyandarkan kepalanya ke jok dengan napas lega.
“Capek?” tanya Farel, melirik sekilas ke arah Yena yang tampak kelelahan.
Yena hanya mendengus kecil. “Lo nanya!? Lo udah bikin gua capek sejak pagi, Rel.”
Farel hanya tertawa kecil. “Ya elah, liburan tuh buat santai, Yen. Ngapain lo tegang banget?”
“Lo gampang ngomong gitu. Kalau gua nggak urus'in lo, kita bakal nyampe bandara masih pake baju rumah.”
Farel mengedikkan bahu. “Kan nggak ada yang peduli juga.”
Yena menatapnya tajam tapi akhirnya hanya menghela napas panjang, memilih diam. Di dalam mobil, perlahan suasana menjadi tenang. Farel yang duduk santai mulai memainkan ponselnya, sementara Yena memejamkan mata, mencoba mengumpulkan kembali energinya untuk perjalanan panjang yang menanti.
Setibanya di bandara, Farel tampak sangat santai, sementara Yena masih sibuk memastikan semua barang bawaan lengkap. Ia memeriksa tas tangan, koper, hingga tiket elektronik mereka.
“Rel, paspor kamu mana?” tanya Yena, nadanya mulai tegang.
Farel menatap Yena dengan wajah polos. “Paspor? Ngapain paspor? Kita kan ke Bali, bukan luar negeri.”
Yena berhenti sejenak, menatap Farel seperti melihat makhluk dari planet lain. “Ya ampun, Rel. Lo ini nggak ngerti konsep traveling apa? Gue nanya buat cek aja!”
Farel tertawa keras mendengar reaksi Yena. “Santai dong, Nyonya Aldebaran. Barang-barang kita aman kok, termasuk paspor yang nggak perlu itu.”
Yena memutar bola matanya kesal, tapi akhirnya memilih mengabaikannya. Mereka pun melewati proses check-in dengan lancar, dan saat akhirnya duduk di ruang tunggu, Farel terlihat sangat nyaman dengan posisi kaki selonjor, membuat beberapa orang melirik ke arah mereka.
“Rel, lo itu emang niat banget ya bikin orang ngeliatin kita?” sindir Yena, mencubit lengannya.
“Eh, biarin aja, Yen. Kan lo harus bangga punya suami yang ganteng dan santai.”
Yena mendengus, tapi pipinya merona mendengar ucapan itu. Ia buru-buru mengalihkan pandangan, pura-pura sibuk memainkan ponselnya.
Saat panggilan boarding terdengar, Farel berdiri dengan semangat. “Ayo, Nyonyaku. Kita berangkat ke Bali, tanah surga!”
Yena hanya bisa menggeleng, tapi senyum tipis terukir di wajahnya. Meski sering membuatnya kesal, ada sisi dari Farel yang selalu berhasil membuat hari-harinya terasa lebih berwarna.
Di dalam pesawat, Farel langsung bersandar nyaman, menutup mata. Yena, di sisi lain, berusaha menikmati perjalanan dengan membaca buku. Namun, tak lama setelah pesawat lepas landas, suara Farel terdengar, setengah berbisik.
“Yen, ini beneran keren, ya. Kita liburan berdua. Lo seneng, nggak?” tanyanya, matanya masih terpejam.
Yena menoleh, melihat Farel yang tampak damai. Ia tersenyum kecil. “Iya, gue seneng, Rel. Tapi gue bakal lebih seneng kalau lo nggak bikin drama lagi selama liburan ini.”
Farel hanya tertawa pelan, membuat Yena merasa lebih rileks. Perjalanan baru dimulai, dan entah apa yang menanti mereka di Bali nanti. Tapi satu hal yang pasti, liburan ini akan jadi cerita yang tak terlupakan.
Sesampainya di Bali, udara hangat langsung menyambut mereka begitu keluar dari pesawat. Farel yang tampak segar dan bersemangat, menarik napas dalam-dalam, menikmati setiap hembusan angin tropis. Yena menatap sekitar dengan mata berbinar, merasa segar dengan suasana yang begitu berbeda.
"Wow, Bali emang nggak pernah bohong soal pemandangan," ujar Yena, sambil mengedarkan pandangannya ke sekitar. “Nggak sabar mau eksplor semuanya.”
Farel, yang memang sudah sejak tadi penuh energi, menyeringai lebar. "Iya, Bali emang tempat paling asik. Lo tenang aja, gue pasti senang. Siapa yang nggak suka liburan kayak gini?"
"Eh, tapi jangan tidur terus ya! Kita ke sini bukan cuma buat tidur di hotel," jawab Yena, menatap Farel dengan tegas.
Farel tersenyum nakal. "Santai, Yen. Kita juga nggak kemana-mana jauh. Cuma beberapa tempat, nanti lo juga yang nggak tahan terus ngajakin gue jalan."
Setelah tiba di hotel dan check-in, mereka segera menuju kamar. Yena langsung membuka jendela, membiarkan angin sejuk Bali masuk. "Pemandangannya luar biasa, Rel," ucap Yena sambil melihat pantai dari jendela kamar.
“Pemandangan sih pemandangan, tapi kasur ini udah manggil-manggil gua,” kata Farel sambil menatap tempat tidur besar dengan wajah yang penuh godaan.
"Yaudah, lo tidur dulu, nanti malem baru kita jalan-jalan," ujar Yena sambil tersenyum, tahu betul kalau Farel pasti butuh istirahat sejenak. "Nanti kita ke Tanah Lot, itu salah satu tempat yang wajib banget."
"Tanah Lot?" tanya Farel, dengan mata yang mulai berbinar.
"Iya, candi di pinggir laut. Pemandangannya indah banget, Rel. Lo pasti suka."
Farel mendesah pelan, akhirnya setuju. "Oke deh, lo yang ngatur. Gua ikut aja."
Malam pun tiba, dan mereka berangkat menuju Tanah Lot. Sesampainya di sana, suasana yang romantis langsung terasa. Cahaya matahari terbenam memantulkan kilauan ke laut, menciptakan pemandangan yang begitu menakjubkan. Farel yang awalnya terlihat agak malas, sekarang tampak sangat menikmati keindahan tempat itu, bahkan matanya berbinar melihat pemandangan di sekitar.
"Lo lihat itu, Yen? Gila, keren banget!" ucap Farel dengan antusias.
Yena tersenyum puas. "Kan gue bilang juga, lo pasti bakal suka. Bali itu punya pesonanya sendiri."
Mereka berjalan berdua di sekitar kuil, menikmati keheningan dan ketenangan tempat itu. Meski Farel kadang terlihat santai, jelas sekali ia menikmati momen liburan ini lebih dari yang ia tunjukkan.
Saat mereka duduk menikmati suasana, Farel tiba-tiba bertanya, "Yen, kalo kita punya banyak waktu lagi di sini, lo mau ngapain?"
Yena memandang Farel dengan senyum lembut. "Mungkin... lebih banyak tempat yang harus kita jelajahi, atau sekadar menikmati waktu bareng. Apa lo nggak senang, Rel?"
Farel menyandarkan punggungnya ke kursi batu yang ada di sana, lalu menjawab dengan suara penuh semangat, "Senang banget, Yen. Liburan kayak gini, gue sih paling suka. Lo tahu kan, gue emang nggak bisa jauh dari tempat baru dan petualangan. Makin banyak yang kita jelajahi, makin asik."
Yena tertawa ringan. "Tentu aja seru. Kita nggak pernah tahu apa yang bakal kita temuin, kan?"
Farel mengangguk. "Iya, bener. Gue nggak nyangka liburan ini bisa jadi moment yang nggak akan gue lupain."