Dicampakkan saat sedang mengandung, itu yang Zafira rasakan. Hatinya sakit, hancur, dan kecewa. Hanya karena ia diketahui kembali hamil anak perempuan, suaminya mencampakkannya. Keluarga suaminya pun mengusirnya beserta anak-anaknya.
Seperti belum puas menyakiti, suaminya menalakknya tepat setelah ia baru saja melahirkan tanpa sedikitpun keinginan untuk melihat keadaan bayi mungil itu. Belum hilang rasa sakit setelah melahirkan, tapi suami dan mertuanya justru menorehkan luka yang mungkin takkan pernah sembuh meski waktu terus bergulir.
"Baiklah aku bersedia bercerai. Tapi dengan syarat ... "
"Cih, dasar perempuan miskin. Kau ingin berapa, sebutkan saja!"
"Aku tidak menginginkan harta kalian satu sen pun. Aku hanya minta satu hal, kelak kalian tidak boleh mengusik anak-anakku karena anakku hanya milikku. Setelah kami resmi bercerai sejak itulah kalian kehilangan hak atas anak-anakku, bagaimana? Kalian setuju?"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon D'wie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tamu Perusahaan
Setelah mencapai kesepakatan, Alvian segera mengambil berkas dan melemparkannya pada Zafira. Perempuan itu pun menangkapnya dengan sigap. Setelah itu, Alvian menyerahkan flashdisk tempatnya menyimpan materi presentasi untuk Zafira pelajari terlebih dahulu. Ia juga memberitahu Zafira untuk bertanya pada divisi perencanaan bila ada yang tidak ia pahami. Zafira mengangguk paham, kemudian ia pun segera permisi pada Alvian untuk kembali ke mejanya.
Sementara itu, meskipun ia telah menyerahkan tugas itu pada Zafira, Alvian masih belum merasa tenang. Ia khawatir Zafira gagal melakukan presentasi tersebut dan berakibat gagalnya perusahaan mereka menggaet investor asal Singapura itu untuk berinvestasi di perusahaan mereka.
Dengan wajah kesal, Alvian meraih ponselnya kemudian menekan nomor Nova untuk bicara dengannya.
"Halo," ujar Nova dari seberang sana. Lalu tanpa basa-basi, Alvian pun segera menyemburkan kekesalannya pada Nova yang pergi begitu saja tanpa pemberitahuan terlebih dahulu.
"Kau itu apa-apaan, Nova? Kenapa pergi begitu saja? Kau pasti ingat bukan kalau hari ini Mr. Jay akan datang ke mari dan kau bertugas mempresentasikan proposal kerja sama. Kau tahu bukan, kita sudah lama mengincar investor kelas kakap seperti Mr. Jay untuk berinvestasi dengan perusahaan kita. Ini kesempatan besar, Nova, dan kau justru ingin menggagalkannya. Kau tahu, tidak mudah bagi kita untuk mendapatkan investor sekelas Mr. Jay," cecar Alvian tanpa jeda membuat Nova menghela nafas kasar.
"Heh, kau pikir aku sengaja, hah!" teriak Nova dari seberang telepon. "Perutku sakit. Aku tak tahu kalau sarapan yang aku beli pagi tadi berbahan dasar udang. Kau tahu bukan, aku tidak bisa makan makanan yang mengandung udang. Dan kini aku di diopname di rumah sakit. Kalau kau tak percaya, nanti aku kirimkan fotonya. Di sini ada mama juga sebagai saksi. Untung saja pagi tadi aku langsung ke rumah sakit, kalau telat sebentar saja, kau pasti tahu risikonya," pekik Nova tak kalah garang.
Kepalanya sedang cenat-cenut, perutnya masih terasa tak nyaman, lalu Alvian menelponnya dan mencecarnya tanpa menanyakan keadaannya sama sekali, kenapa tidak ia kesal bukan main.
"Makanya jangan suka jajan sembarangan," cetus Alvian tak mau disalahkan.
"Kau pikir aku mau sakit seperti ini." Balasnya ketus.
"Lalu bagaimana dengan presentasi kita? 1 jam lagi Mr. Jay akan tiba," keluh Alvian gusar. Terdengar helaan nafas kasar dari bibirnya. Nova paham, Alvian benar-benar khawatir. Sudah sejak lama Alvian berharap mendapatkan investor sekelas Mr. Jay agar ia dapat membesarkan Alta Corp hingga ke titik puncak tertinggi dan yang lebih penting lagi untuk menunjukkan eksistensinya pada seseorang.
"Kau bisa meminta bantuan Zafira. Ingat, dia kan calon pengganti ku. Atau kamu bisa tunjuk salah satu dari tim perencanaan yang menguasai materi." Nova berujar memberikan saran.
"Bicara memang mudah, tapi melakukannya itu yang sulit. Kau tahu bukan, tim perencanaan kita tidak ada yang memiliki keahlian publik speaking. Sedangkan Mr. Jay bukan investor biasa. Kita harus menggunakan seseorang yang memiliki keahlian publik speaking agar Mr. Jay tertarik berinvestasi dan selama membangun perusahaan ini, hanya kau yang aku percayai memiliki kemampuan itu."
Nova terkekeh, "kalau kau melihat kemampuan Fira nanti, pasti penilaianmu akan berubah seketika. Aku yakin itu. Jangan meremehkan Zafira, Al. Dia bukanlah perempuan sembarangan."
"Ya, kalaupun memang benar, tapi itu kan bertahun-tahun yang lalu. Harus kau ingat, dia telah 7 tahun tidak bekerja, bisa jadi kemampuannya telah hilang tak bersisa."
Nova mendengkus mendengar kata-kata Alvian yang sarat akan keraguan juga cibiran, "kau telah meminta bantuannya?"
"Hemmm ... "
"Dan dia menyanggupi?"
"Hemmm ... " jawab Alvian lagi membuat Nova menggeleng geli.
"Ya sudah, kalau dia menyanggupi, artinya ia mampu. Berikan ia kepercayaan, maka kau akan mendapatkan hasil yang memuaskan," tukas Nova membuat Alvian menghela nafas pasrah.
Setelah berbicara, Alvian pun menutup panggilannya dan beranjak keluar menghampiri meja Zafira. Di mejanya, Zafira tampak begitu fokus menghadap layar komputernya. Ia mempelajari materi meeting dengan cermat agar tidak melakukan kesalahan hingga suara dehaman membuyarkan konsentrasinya.
"Ekhem ... "
Mendengar suara dehaman, Zafira pun mendongak dan gegas berdiri.
"Ada yang bisa saya bantu, pak?" tanya Zafira dengan senyum lembut yang tersungging di bibir merahnya.
"Ya, ambil ini!" Alvian menyerahkan sebuah kartu debit pada Zafira membuat wanita itu mengerutkan keningnya.
"Ini ... "
"Beli pakaian yang bagus dan segera ganti pakaianmu itu," titah Alvian tegas membuat Zafira melongo tak percaya.
"Hah!"
"Telingamu masih berfungsi dengan baik kan? Atau perlu saya bersihkan dulu pakai linggis?" ketus Alvian membuat Zafira menghela nafas.
"Pakaian yang seperti apa ya pak? Apa ... harus seksi seperti sekretaris-sekretaris biasanya?" tanya Zafira bingung.
Alvian mengedikkan bahunya, "terserah. Asal nyaman dan pantas serta ... tidak lusuh dan norak seperti itu," tukasnya acuh tak acuh sambil menunjuk dengan dagunya membuat Zafira mengalihkan pandangannya ke baju yang ia kenakan. "Kau tahu bukan, penampilan menjadi sorotan paling utama saat akan melakukan pertemuan penting. Bisa-bisa mereka sakit mata gara-gara melihat penampilanmu. Penampilan lusuhmu bisa membuat investor meragukan perusahaan kita. Bisa jadi mereka berpikir, perusahaan ini tidak menjamin kesejahteraan karyawannya karena dilihat dari penampilanmu yang ... kau pasti bisa menilai dirimu sendiri," tukasnya.
"Hhmmm ... benar juga sih, pak. Mohon maklum, baju ini saya beli 8 tahun yang lalu jadi ya ... gitu deh," seloroh Zafira sambil menggaruk pelipisnya. Zafira menghela nafasnya, benar juga ujar Alvian pikirnya. Bagaimana investor tertarik dengan proposal mereka kalau melihat penampilan orang yang akan mempresentasikan proposal saja membuat sakit mata. Bisa-bisa mereka gagal fokus karena sakit mata.
Alvian sampai membulatkan matanya, "8 tahun yang lalu?" beo Alvian membuatnya speechless sendiri.
"Baiklah pak. Ini kartu debit Anda, saya bisa pakai uang saya sendiri, pak." Zafira menolak pemberian Alvian membuat laki-laki itu mengerutkan keningnya. Bila Nova selalu saja dengan senang hati menerima pemberiannya, Zafira justru sebaliknya.
"Tak ada penolakan. Kau pasti ingin membeli pakaian murahan seperti itu lagi kan? Tidak. Beli pakaian di butik yang ada tepat di samping hotel. PINnya xxxxxx," Titahnya tak dapat dibantah sebab sebelum Zafira menolak, Alvian telah terlebih dahulu berlalu dari hadapannya.
...***...
1 jam kemudian Zafira telah rapi dengan pakaian barunya. Zafira membeli pakaian yang layak tapi tetap dengan ukuran yang satu tingkat di atas ukurannya agar kehamilannya tidak tampak begitu nyata. Meskipun hamil 5 bulan, perut Zafira tidak terlihat begitu menonjol membuat tidak ada seorang pun yang menyadari kalau ia sedang hamil saat ini termasuk Alvian. Tubuhnya hanya terlihat lebih berisi dengan pipi yang lebih chubby, dada dan bokong yang makin sintal membuatnya justru kian seksi.
Alvian yang melihat perubahan cara berpakaian Zafira tersenyum tipis, sangat tipis. Tak lama kemudian, Zafira mendapatkan kabar kalau tamu mereka telah tiba. Zafira pun bersiap untuk menyambut tamu-tamu tersebut, begitu pula dengan Alvian dan 2 orang perwakilan dari divisi perencanaan. Hingga saat lift terbuka, rombongan tamu yang ditemani resepsionis perusahaan pun keluar dari kotak besi tersebut. Zafira mengembangkan senyumnya saat melihat para tamu tersebut apalagi saat salah satu dari mereka menyapa Zafira dengan wajah keterkejutannya.
"Zafira ... " ucapnya dengan mata membulat dan senyum merekah, membuat Alvian sampai terperangah melihatnya.
...***...
...HAPPY READING 🥰🥰🥰...