Ini bukan tentang harga diri lagi, ini hanya tentang mencintai tanpa dicintai.
Aruna nekat menjebak calon Kakak iparnya di malam sebelum hari pernikahan mereka. Semuanya dia lakukan hanya karena cinta, namun selain itu ada hal yang dia perjuangkan.
Semuanya berhasil, dia bisa menikah dengan pria yang dia inginkan. Namun, sepertinya dia lupa jika Johan sama sekali tidak menginginkan pernikahan ini. Yang dia cintai adalah Kakaknya, bukan Aruna. Hal itu yang harus dia ingat, hingga dia hanya mengalami sebuah kehidupan pernikahan yang penuh luka dan siksaan. Dendam yang Johan punya atas pernikahannya yang gagal bersama wanita yang dia cintai, membuat dia melampiaskan semuanya pada Aruna. Perempuan yang menjadi istrinya sekarang.
"Kau hanya masuk dalam pernikahan semu yang akan semakin menyiksamu" -Johan-
"Jika perlu terluka untuk mencintaimu, aku rela" -Aruna-
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nita.P, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tidur Satu Kamar
Aruna terbangun saat kepala dan perutnya terasa sakit. Berlari ke kamar mandi saat di rasa perutnya begitu mual. Aruna berpegangan pada sisi wastafel, kepalanya begitu pusing dan hampir saja dia terjatuh.
"Minum obat juga percuma, kenapa malah terasa semakin parah ya. Ah, sudahlah aku memang ditakdirkan untuk menderita selama di dunia ini"
Aruna tersenyum menatap bayangan dirinya di cermin. Senyuman yang begitu pahit, bahkan menyimpan banyak luka yang tersirat dari senyuman dan tatapan matanya.
"Sesuai perjanjian, waktu 3 bulan adalah hal yang harus kamu perjuangkan Aruna. Jangan sampai menyia-nyiakan waktu yang begitu singkat ini. Ayo semangat"
Aruna keluar dari kamar, dia tidak akan bisa kembali tidur setelah terbangun. Apalagi perutnya yang masih terasa tidak nyaman. Aruna mengambil air minum dari dapur, lalu duduk diam di kursi meja makan. Menghela nafas beberapa kali, ini sudah pukul 2 malam, dan dia pasti tidak akan bisa tidur lagi sampai pagi.
"Ah, kepalaku sakit sekali" Aruna menjatuhkan kepalanya di antara lipatan tangannya di atas meja. Memejamkan mata untuk merasakan sakit di kepalanya. "Seperti mau mati saja jika sudah seperti ini"
"Kau sedang apa?"
Aruna mengangkat kepalanya saat mendengar suara bariton itu. Dia mendongak dan terkejut melihat Johan yang berdiri disampingnya. "Kak Jo baru pulang? Habis darimana?"
Sejak pergi setelah pulang dari rumah orang tuanya, ternyata Johan baru pulang sekarang. Dan memang Aruna tidak keluar kamar lagi, dia memilih untuk istirahat dan tidak tahu Johan sudah kembali atau belum. Tapi ternyata Johan baru kembali sekarang, di hari yang sudah sangat larut.
"Em, aku ada urusan sebentar" Johan menarik kursi meja makan disamping Aruna, dan duduk disana. "Kau kenapa belum tidur? Apa ada masalah?"
Aruna menggeleng pelan sambil tersenyum dengan wajah pucatnya. "Hanya tidak sengaja kebangun, dan sulit untuk tidur lagi"
Johan menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan. "Tidurlah di kamarku"
"Hah?" Aruna sampai tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya sekarang. Tiba-tiba sekali Johan mengatakan itu. "Ma-maksudnya Kak?"
"Hanya dalam waktu kurang dari 3 bulan sekarang, dan aku mengizinkan kau tidur di kamarku. Hanya dalam waktu itu saja, anggap saja ini sebagai bentuk kau yang ingin menjadi istri yang sebenarnya selama 3 bulan ini"
Aruna langsung tersenyum, sungguh da bahagia dengan ini. Ada secercah harapan untuknya, meski dia tidak yakin jika Johan memang sudah mulai membuka hatinya atau tidak.
"Terima kasih Kak"
"Em, cepatlah. Aku akan mengunci pintu jika kau tidak bergerak cepat"
Aruna segera berdiri dan sedikit berlari kecil untuk mengejar Johan yang lebih dulu berjalan. Menaiki anak tangga dengan perasaan tak karuan, jantungnya berdegup kencang. Aruna tidak menyangka jika akhirnya dia bisa tidur satu kamar dengan Johan. Karena semalam dia anggap itu hanya sebuah keterpaksaan karena Johan yang mabuk.
Tapi sekarang, itu semua nyata.
Ketika Aruna melangkah masuk ke dalam kamar luas ini, Aruna menatap ke sekelilingnya, menatap tempat tidur king dengan ragu-ragu. Apa dia akan benar tidur satu ranjang dengan Johan, atau mungkin hanya tidur satu kamar saja, tapi Aruna akan tidur di sofa. Tapi begitu pun tidak papa, yang penting Aruna tidur satu ruangan dengan Johan.
"Kenapa kau diam disana?! Naiklah ke tempat tidur, aku mau mandi dulu"
Aruna mengerjap pelan, dia tersenyum penuh kebahagiaan saat mendengar ucapan Johan barusan. Itu artinya, dia akan tidur satu ranjang dengan Johan. Ah, dia senang sekali. Akhirnya bisa benar-benar merasakan sebagai istri yang sebenarnya, meski ini hanya 3 bulan saja.
"Iya Kak, terima kasih"
"Em"
Aruna naik ke atas tempat tidur, memposisikan dirinya dengan nyaman. Lalu, menarik selimut sampai ke dadanya. Mencium aroma dari selimut itu, yang jelas itu adalah aroma tubuh Johan yang membuatnya candu.
Aruna merebahkan tubuhnya, menatap langit-langit kamar dengan senyuman yang tidak pernah lepas di bibirnya. "Akhirnya aku bisa merasakan tidur bersamanya dengan dia dalam keadaan sadar. Bukan seperti kemarin malam"
Aruna mulai memejamkan matanya, tiba-tiba saja kantuk menyerang ketika dia sudah tiduran di atas tempat tidur milik Johan. Seolah kenyamanan yang langsung dia rasakan saat berada di tempat pria ini.
*
Suara rintik hujan terdengar, hawa di sekitarnya juga berubah menjadi dingin. Aruna membuka matanya, keningnya mengernyit saat matanya belum menyesuaikan dengan cahaya. Tunggu! Apa semalam dia bermimpi? Johan mengajaknya tidur bersama? Di kamar dan tempat tidur yang sama? Apa itu hanya mimpi? Aruna mulai menyadarkan dirinya, semalam jelas dia merasakan hal itu nyata. Tapi, dia tidak ingin terlalu berharap, takutnya semua itu hanya sebuah mimpi.
"Masih pagi, kau mau kemana?"
Sebuah tangan yang menariknya ke dalam pelukan, hembusan nafas yang terasa hangat begitu nyata di pundaknya. Aruna sedikit menoleh, dan benar, itu suaminya. Memeluknya dengan begitu erat. Aruna tidak bermimpi soal tidur bersama, itu adalah kenyataan. Hal itu membuatnya tersenyum.
Jadi aku tidak bermimpi semalam, ini nyata. Dan sekarang dia sedang memelukku.
Jantung Aruna yang tiba-tiba berdegup kencang, apa yang sebenarnya terjadi pada Johan. Hingga dia bisa berubah begitu drastis saat ini. Aruna jadi penasaran dengan apa yang membuatnya berubah seperti ini.
"Kak, bukannya akan bekerja pagi ini?" ucap Aruna dengan takut-takut.
"Em, tapi ini masih terlalu pagi. Diluar juga hujan, sebaiknya kita diam saja dulu. Aku masih mengantuk"
Aruna hanya diam saja saat Johan kembali mengeratkan pelukannya. Ini aneh, Aruna tidak biasa dengan hal ini. Hembusan hangat nafas Johan yang terasa nyata di kulitanya, membuat Aruna sedikit merinding.
Selama hampir setengah jam, Aruna hanya diam saja dalam posisi ini. Tidak berani banyak bergerak karena takut mengganggu tidurnya Johan. Hingga suaminya mulai menggeliat dan melepaskan pelukannya, barulah Aruna bisa terbebas dan dia segera bangun terduduk di atas tempat tidur.
"Kak mau mandi dulu? Biar aku siapkan airnya"
Johan melirik ke arah Aruna, lalu dia bangun. "Biarkan aku siapkan sendiri. Kau juga mandi, dan kita sarapan bersama pagi ini. Itu 'kan yang kau inginkan selama 3 bulan ini?"
Aruna mengangguk pelan, dia tersenyum meski sebenarnya dia kembali harus tersadar jika yang Johan lakukan saat ini hanya karena waktu 3 bulan yang Aruna minta. Semua itu sudah jelas menjawab smuanya, jika Johan memang tidak tulus dari hatinya untuk memperlakukan Aruna dengan baik seperti saat ini.
"Kalau begitu aku turun dulu ya, Kak. Mau mandi dan berganti pakaian"
"Em"
Aruna segera keluar dari kamar, menuruni anak tangga untuk segera menuju kamarnya. Johan hanya mengizinkan mereka tidur bersama, bukan berarti Aruna bisa memindahkan semua barang ke kamarnya. Itu terlalu berlebihan.
"Aruna"
Panggilan itu membuat Aruna tersadar dari lamunannya, dia menatap terkejut pada Jesika yang berada disana. "Kak Jesi, ada apa pagi-pagi disini?"
Jesika menatapnya dengan tatapan tidak suka. "Kau tidur bersama Johan?"
"Em, i-iya"
"Berani sekali kau!" teriak Jesika terlihat marah.
Aruna menunduk dengan takut, suara teriakan seperti ini selalu membuatnya takut. Karena dia terlalu sering mengalaminya.
"Aku pergi ke kamarku dulu, Kak. Permisi"
Aruna segera pergi dari hadapan Kakaknya yang jelas dia selalu takut melihat orang yang marah. Seolah ada sesuatu dalam dirinya yang menolak itu.
Bersambung
Yang mau lihat sedikit cuplikan atau sedikit gambaran yang dilakukan Johan pada Aruna. Ayo follow IG author di @ nita.p_puspita
selamat ya Jo.... selamat menuai, yg slama ini kau tanam