Nada memiliki Kakak angkat bernama Naomi, mereka bertemu saat Nada berumur tujuh tahun saat sedang bersama Ibunya di sebuah restauran mewah, dan Naomi sedang menjual sebuah tisu duduk tanpa alas.
Nada berbincang dengan Naomi, dan sepuluh menit mereka berbincang. Nada merasa iba karena Naomi tidak memiliki orang tua, Nada merengek kepada Ibunya untuk membawa Naomi ke rumah.
Singkat cerita, mereka sudah saling berdekatan dan mengenal satu sama lain. Dari mulai mereka satu sekolah dan menjalankan aktivitas setiap hari bersama. Kedekatannya membuat orang tua Nada sangat bangga, mereka bisa saling menyayangi satu sama lain.
Menginjak remaja Naomi memiliki rasa ingin mendapatkan kasih sayang penuh dari orang tua Nada. Dia tidak segan-segan memberikan segudang prestasi untuk keluarga Nada, dan itu membuat Naomi semakin disayang. Apa yang Naomi inginkan selalu dituruti, sampai akhirnya terlintas pikiran jahat Naomi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Evhy Ayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 16
**
Dengan raut wajah marah, Naomi membuka pintu kamar Nada cukup kencang. Membuat sang empu yang berada di dalam kamar terkejut.
Naomi menghampiri Nada sambil mencengkram dagu gadis itu cukup kuat.
"Ngapain Lo sama Kenzo tadi hah? Bukannya Lo enggak sekolah?" tanya Naomi.
"Gue dianter ke SMA Semesta sama Kenzo, dan enggak ngapa-ngapain lagi," jawab Nada dengan suara yang tertahan.
"Lo jangan bohongin gue! Foto Lo sama Kenzo tersebar, jangan so cantik Lo berasa direbutin Kenzo!"
Nada menggeleng kepala. "Gue enggak merasa direbutin."
"Ancaman gue tidak seberpengaruh itu buat Lo, Hah?!"
Cengkraman kuku Naomi begitu kuat membuat dagu Nada terasa panas dan perih.
"Gue tegasin sama Lo, jauhin Kenzo!" Naomi menekankan kalimatnya dengan tatapan penuh amarah.
Nada mengangguk. "Lagian gue enggak ada apa-apa sama dia."
"Gue enggak perduli, pokonya gue enggak mau lihat Lo ada di samping Kenzo, paham enggak sih?!"
Naomi menghempas dagu Nada cukup kasar hingga gadis itu menoleh ke samping. Nada memegangi dagunya sambil meringis kesakitan.
Naomi menarik napas berulang kali, menormalkan amarahnya yang memuncak. Dia melihat ada piala di atas meja belajar, dia coba menghampirinya sambil tersenyum miring.
Nada tahu pikiran Naomi, gadis itu merebutnya secara paksa hingga lengan Naomi mengeluarkan darah karena tergores piala tersebut.
"Sialan!" hardik Naomi. Pikiran jahatnya pun terlintas, Naomi berteriak meraung kesakitan.
"Aws sakit, Mama tangan Naomi berdarah!" teriak Naomi cukup kencang.
Nada membulatkan mata, lagi-lagi dia harus bersiap menerima cemoohan dari orang tuanya karena telah melukai Naomi.
"Ada apa ini?" tanya Nadia yang segera datang menghampiri kamar Nada.
"Tangan Naomi berdarah, Mah."
"Kok bisa kenapa?"
"Naomi cuma pengen liat piala Nada, dia kayanya menang lomba melukis, terus Nada enggak ijinin malah tangan Naomi kena ujung pialanya." Naomi menjawab dengan raut wajah sendu.
Nadia berdiri dan menghampiri Nada. Nada sudah ketakutan dengan tatapan wajah Mamahnya.
Nadia langsung merebut paksa piala yang dipegang oleh Nada, hingga tangan gadis itu pun terluka.
"Jadi cuma gara-gara piala bodoh ini.... " Nadia melempar piala tersebut ke lantai hingga terbelah menjadi dua, Nada terkejut bukan main dia terduduk di lantai sambil menatap piala yang dia dapatkan susah payah.
"Anak saya terluka," lanjut Nadia dengan wajah penuh amarah.
Nadia menarik napas berulang kali, sambil menarik rambut Nada. "Bisa enggak sih, kamu baik sama Naomi? Bisa enggak sih, kamu enggak jahatin Naomi, hah?!"
"Ampun Mah, sakit." rintihan suara Nada tersengar sesak.
"Ampun kamu bilang? Sudah berapa kali kamu melukai Naomi, Nada!"
Naomi tersenyum miring melihat keadaan Nada. Dia tidak perlu menyakiti Nada dengan tangannya sendiri, cukup memanggil Mamanya, Nada akan tersiksa.
"Maafin Nada, Mah. "
"Terus, suruh siapa kamu melukis hah?! Mama enggak suka kamu melakukan kegiatan itu! Kamu ikuti Naomi, bermain musik dan ikuti kegiatan sekolah!"
"Ini hobi Nada, Mama enggak bisa larang hobi Nada."
Tak segan-segan Nadia mencengkram kuat rambut Nada. Saat gadis itu menjawab ucapannya.
"Dasar anak enggak tahu diuntung!" Nadia menghempas Nada hingga membentur kaki meja belajar miliknya.
Nada mengaduh kesakitan, rasa kepala, tangan dan juga kening sakit secara bersamaan.
"Ayo Mama antar ke kamar kamu, kita obatin lukanya," ucap Nadia pada Naomi.
Naomi menganggukkan kepala, dia berdiri dan berjalan keluar dari kamar Nada, hendak menuju kamarnya sendiri.
Kini tersisa Nada yang akhirnya menangis sambil menatap pialanya yang terbelah.
"Kenapa Mama sejahat itu sama Nada?"
**
Ke esokkan paginya...
Naomi dan kedua orang tuanya sudah berada di meja makan, mereka tertawa bersama sambil membicarakan pentas Naomi yang akan tampil sebentar lagi.
"Naomi deg-degan Mah, Pah."
"Kamu pasti bisa, Mama yakin itu. Berikan tampil yang luar biasa nanti ya. Mama dan Papa sudah mengundang orang tua Kenzo untuk hadir di sana."
Naomi tersenyum lebar mendengar informasi tersebut. "Mama sama Papa enggak bohongkan?"
"Engak dong, Papa sudah membicarakannya dan mereka sangat setuju."
"Aaa... makasih ya Mah, Pah, Naomi bahagia banget."
"Sama-sama sayang. Sekarang habiskan makanannya ya."
Naomi menganggukkan kepala dan makan dengan lahap. Dia benar-benar bahagia saat keinginannya terkabul kembali.
Nada berjalan dan duduk di meja makan bersama, dia mengambil lauk pauk namun Nadia menghentak piring tersebut.
"Ngapain kamu di sini?" tanya Nadia.
"Nada mau sarapan Mah, Nada laper," jawabnya sambil menundukkan kepala.
"Mulai dari sekarang kamu makan di dapur! Saya tidak mau satu meja sama anak enggak berguna kaya kamu!"
Abimanyu menghela napas. "Papa mau berangkat sekarang Mah. Mood Papa jadi berantakan gara-gara dia."
"I-iya Pah, Mama antar ke depan."
"Naomi juga udah selesai makannya."
Naomi dan Abimanyu berlenggang pergi meninggalkan Nada di meja makan. Nada hanya bisa menghela napas panjang.
Nada membawa kotak makan kosong, dia isi dengan tiga roti dan juga botol air minum untuk dibawa ke sekolah.
Saat berjalan keluar rumah, Kenzo sudah berada di depan rumah. Terlihat dia sedang berbincang dengan orang tua Nada.
"Aduh Nak Kenzo, pagi-pagi udah ada di sini. Mau ketemu Naomi ya?" tanya Nadia.
"Saya mau kasih ini, dari Mamah," jawab Kenzo sambil menyodorkan sebuah paper bag.
Nadia menerimanya. "Aduh makasih banyak ya, ini Tante terima. Bilangin ke Mama makasih. "
Kenzo menganggukkan kepala, tak lama dia melihat Nada diam diri di belakang dengan jarak tak terlalu jauh dari gerbang.
"Kalau gitu Kenzo pamit."
"Bentar Kenzo, saya mau minta tolong Naomi ikut bersama kamu. Om sudah telat ada meeting, tidak keberatan?"
Kenzo hanya menganggukkan kepala, Naomi begitu antusias saat dia menaiki motor Kenzo.
Mereka pun pergi dari pekarangan rumah menuju sekolah. Nada tersenyum getir, kebahagiaan Naomi selalu tercetak jelas, tapi kebahagiaan Nada sama sekali belum terlihat.
Nada mengeluarkan ponsel, dia memesan sebuah ojek online. Untung saja saat lomba kemarin dia mendapatkan uang tunai, dan uang itu bisa dia gunakan kedepannya untuk bertahan.
Sesampainya di sekolah, Nada berjalan dengan memasang wajah ceria. Cukup di dalam rumah saja dia bisa menunjukan wajah aslinya.
Semua orang melihat Naomi dan Kenzo turun dari motor, Nada melintas dan hanya menatap sekejap kehebohan di sana.
"Woy Kenzo sana Naomi, bukannya Kenzo sama Nada ya?"
"Wah udah gue duga, pasti ke Nada cuma iseng doang atau enggak emang enggak suka sama Nada, dia emang cocoknya sama Naomi sih."
"Jangan gitu, Kenzo bukan tipe orang yang suka iseng sama cewek, malahan Kenzo pertama kali dekatkan sama Nada."
"Tapi yang ngejar Kenzo kan Naomi, apa jangan-jangan Kenzo luluhnya sama Naomi? Terus Nada dibuang gitu aja?"
"Ah elah pikiran Lo kenapa jahat sih?"
"Ck, ya gimana pandangan gue kaya gitu kok."
Setelah berbincang, beberapa siswi pun berjalan menuju kelas masing-masing.
"Emm Ken, bentar lagi gue mau tampil. Lo bisa kan liat gue nanti?"
"Gue enggak janji."
Naomi tersenyum. "Iya enggak masalah, semoga Lo bisa usahain ya. Dan katanya orang tua Lo juga mau dateng."
Kenzo berdeham dan meninggalkan Naomi. Tidak sampai di situ, Naomi malah berani memegangi lengan Kenzo seakan mereka layaknya sepasang kekasih. Naomi tersenyum penuh kemenangan, dia berpikir dia sudah berhasil mendekati Kenzo.
Semua mata memandang ke arah keduanya, Kenzo benar-benar acuh dengan kehadiran Naomi dan bisikan para siswa lain.