Nikah dadakan karna di jodohkan ❌ Nikah dadakan gara gara prank ✅ Nikah dadakan karna di jodohkan mungkin bagi sebagian orang memang sudah biasa, tapi pernah gak sih kalian mendadak nikah gara gara prank yang kalian perbuat ? Emang prank macam apa sampe harus nikah segala ? Gw farel dan ini kisah gw, gara gara prank yang gw bikin gw harus bertanggung jawab dan nikahin si korban saat itu juga, penasaran gimana ceritanya ?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Shusan SYD, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 23
Seminggu berlalu semenjak aku kembali menempati rumah Salsa, namun tak ada perubahan yang signifikan. Salsa masih saja kerap mengabaikan ku, dari hal kecil hingga hal besar.
Dia juga tak sadar bahwa sikap cueknya membuatku terluka, bahkan pengorbananku yang selalu kuberikan untuknya pun tak pernah ia hargai. Uang yang kutinggalkan di atas meja rias masih utuh, bahkan kini mulai berdebu. Rasanya, aku seperti hanya penghuni yang tak dianggap di rumah yang seharusnya menjadi tempat perlindungan ku.
Aku bingung harus bagaimana lagi agar aku dihargai sebagai suami. Setiap hari aku berusaha memahami dirinya, mencoba mencari tahu apa yang salah, namun jawabannya selalu samar. Tiap kali aku berbicara, dia hanya menjawab dengan nada ketusnya. Mungkin dia merasa terjebak, atau mungkin perasaannya sudah lama berubah. Aku tak tahu.
Tapi yang paling menyakitkan adalah kenyataan bahwa Salsa malah semakin terang-terangan sering bertemu dengan cowok lain yang ku yakini bernama Fasya.
Aku pernah melihat mereka beberapa kali, meski dengan dalih yang selalu dia berikan "cuma teman" atau "cuma ngobrol sebentar." Tapi aku tak bodoh. Aku tahu dia tak takut lagi, tak takut bila aku melaporkan kelakuannya pada ibunya.
Dia seperti tak peduli lagi dengan perasaanku dan itu membuatku semakin frustasi. Saat aku mengajaknya untuk berpisah saja dia selalu berdalih dengan kata-kata klise,
"Aku nggak mau ngecewain orang tua," tapi yang dia lakukan malah mengecewakanku.
Setiap kali dia mengatakannya, aku juga tak bisa berbuat apa apa. Dia berpikir aku pasti tak akan berani mengadu atau membuat masalah, karena aku selalu berusaha sabar, tapi sebenarnya aku sudah terlalu lama menahan semua rasa kesal ini.
Aku tahu dia pasti berpikir aku akan terus diam, tapi kini aku sudah mulai merasa lelah. Aku merasa kehilangan kendali atas apa yang terjadi dalam hubungan ini. Apa yang seharusnya kami bangun bersama, kini hanya menyisakan kehampaan yang tak bisa aku penuhi dengan sekadar pengorbanan.
Aku ingin dihargai, aku ingin merasa penting di matanya. Tapi yang kurasakan justru seperti bayangan yang tak pernah bisa dia lihat.
Sepulangnya kuliah hari ini aku lanjut kerja part time dan mungkin akan pulang larut.
Aku terkejut saat melihat Salsa datang bersama Fasya ke tempat kerja part time ku. Kebetulan, teman teman yang lain sedang sibuk dengan pekerjaan saat itu, jadi aku yang melayani salsa.
Saat aku sudah berada di table mereka, aku menatapnya dengan tajam namun dia malah berpura-pura tak mengenalku. Aku berusaha profesional meskipun hatiku terasa hancur.
Salsa, tampak begitu santai, duduk di bangku yang bersebrangan dengan Fasya. Dia tersenyum dan berkata dengan suara lembutnya. Mereka begitu akrab, saat salsa bertanya kepada lelaki yang duduk di depannya.
"Fasya, kamu mau pesen apa ?" tanya salsa.
Aku hanya bisa diam, menahan amarah yang membakar dalam dada. Bukan karena aku tidak bisa bicara, aku bahkan bisa mengacak acak mereka berdua saat ini juga. Kalau aku mau. Tapi aku tak ingin menghancurkan semuanya di saat seperti ini. Perasaan marah dan kesal memang sangat kuat, namun aku berusaha menahannya.
Yang lebih membuatku kesal adalah panggilan Salsa kepada Fasya "kamu". Sementara aku, di depannya, hanya dipanggil "loe". Perbedaan itu begitu terasa, begitu jelas dan itu seolah menambah luka yang ada dalam hatiku.
Aku mencoba tetap tenang, meskipun api di dalam diriku terasa membara.
Mereka pun mulai memesan.
"Baik, itu aja kak ? Tunggu sebentar ya." ucapku dengan nada yang seolah biasa saja, padahal hatiku sudah tak tahan. Mereka mengangguk dan aku kembali kebelakang.
Saat aku mengantarkan pesanan ke meja mereka, aku mulai merasa tak fokus. Pikiran dan emosiku campur aduk, dan tanpa sengaja, aku tersandung. Minuman itu tumpah, tepat mengenai Fasya.
Wajahnya terkejut dan suasana yang tadinya tenang, langsung berubah tegang.
Bukan sengaja, ini kecelakaan. Aku ingin segera meminta maaf, tetapi Salsa langsung marah.
"Kenapa sih loe gak hati-hati ?!" makinya dengan nada tinggi.
"Gara-gara loe, baju dia basah !" ucap salsa dengan tatapan marah.
"Sal, gak apa apa, pelayannya gak usah dimarahin aku gak apa apa kok." ucap lelaki yang bernama fasya itu.
Aku merasa sangat terhina oleh perlakuan salsa. Dimana harga diriku ? Mengapa aku yang selalu merasa rendah diri,
"Maaf, aku gak sengaja." ucapku.
Aku berbalik untuk pergi ke belakang dan berusaha menenangkan diri. Namun, ternyata nasib buruk ku belum selesai.
Seniorku, yang melihat kejadian itu, malah memarahiku.
"Kamu gimana sih ? Fokus dong kalo kerja." ucap nanda dengan nada kesal. Aku merasa semakin terpojok, tak tahu harus berbuat apa.
"Maaf kak nan, namanya kecelakaan siapa yang tau." ucapku mencari pembelaan.
"Kalo capek istirahat, gak usah sok sok an kerja part time." ucap nanda. Aku tak bisa membantah dia seniorku jadi aku harus patuh.
Kini hatiku jadi dipenuhi dengan perasaan yang begitu sulit dijelaskan. Aku marah, malu, dan kecewa. Semua yang aku rasakan seolah menumpuk menjadi satu, dan aku hanya bisa berusaha menahan semuanya agar tetap terkendali.
Hari itu terasa sangat berat, aku mulai merasa semakin jauh dari harapanku, segala usaha dan perasaan yang aku pertahankan selama ini sepertinya sia-sia belaka.
Aku mengumpulkan semua keberanianku untuk mengangkat wajah setelah kejadian itu. Rasa panas di pipiku, campuran antara malu dan marah, tak kunjung reda. Rekan kerjaku yang sebelumnya hanya memandang dengan tatapan bingung kini menatapku dengan ekspresi kesal.
Tumpahan minuman itu memengaruhi banyak hal, bukan hanya penampilanku, tapi juga suasana hati yang sudah kacau.
"Nih, anterin lagi sebagai ganti. Kali ini hati hati." ucap nanda seraya menyerahkan sebuah nampan berisi makanan.
"Gak kak, sorry aku mau balik." ucapku kesal. Karna semakin aku sadar semakin emosiku menjadi jadi.
Kenapa aku harus meminta maaf pada fasya ? Harusnya salsa yang meminta maaf padaku.
Tak peduli kini aku pun melepaskan celemek yang ku pakai dan berlalu dari kafe itu melewati pintu belakang.
"Farel. Kerjaan kamu belum kelar." teriak perempuan itu namun tak ku hiraukan.
Dengan perasaan kesal aku mengendarai motorku menerjang sepinya malam, jalanan memang terlihat terang karna lampu jalanan.
Tanpa sadar aku mengendarai motor dengan kecepatan yang tak wajar. Sampai di tempat yang lumayan sepi aku turun dan melampiaskan amarahku dengan menendang apa saja yang di depanku tanpa sadar aku juga memaki dengan perkataan kasar.
Setelah puas aku diam dan merenung, seraya kembali duduk di atas motor.
Di saat seperti itu tiba tiba alesha datang, entah dari mana dia tahu aku sedang berada di tempat ini sekarang.
"Farel, kamu kenapa ?" tanya alesha, dia tahu ada raut tak biasa dari wajahku.
Aku merasa bingung, seperti tak tahu harus bagaimana lagi. Ketika alesha menanyakan keadaanku, aku hanya bisa menjawab dengan kata-kata yang tersisa.
“Aku lagi kacau, sha.” jawabku dengan wajah putus asa.
"Kamu kok bisa ada di sini ?" tanyaku merasa heran.
"Aku baru aja balik." jawab alesha.
"Kacau kenapa ?" tanya alesha lagi. Aku hanya diam. Tak ingin alesha mengetahui permasalahanku yang semuanya memang berkaitan dengan salsa. Jujur saja aku sudah lelah dengan semuanya, untuk ke depannya pun aku sudah pasrah.
Dengan pekerjaanku aku sudah tak perduli seandainya kak nanda tak mengizinkan aku untuk bekerja lagi disana, karna selama ini aku melakukan itu semua demi salsa tapi apa yang ku dapat sekarang ?
"Aku tahu kamu gak bakal bisa cerita sekarang. Jadi kamu tenangin aja dulu." ucap alesha, dia menyerahkan gelas cup berisi kopi panas.
"Makasih sha." ucapku salsa hanya mengangguk.
Setelah menerima kopi itu, aku langsung menenggaknya sampai habis seolah tak terasa panas.
Alesha juga tak memaksa ku untuk bicara lebih banyak.
"Kamu gak pulang ? Ini udah malem loh." ucap alesha. Aku hanya menggeleng seraya menatap kosong ke arah depan. Malam ini tampak sepi, di jalanan itu juga hanya ada beberapa pengendara motor yang lewat. Mungkin karna malam yang sudah terlalu larut.
"Kalo kamu kena angin malem terus entar kamu sakit." ucap alesha lagi, aku langsung menoleh.
"Emang kamu peduli sama aku ?" tanyaku.
"Kalo kamu bingung buat pulang ke rumah, ke kostan ku aja yuk. Deket kok dari sini." ajak alesha.
Aku yang sudah tidak tahu harus ke mana lagi langsung mengiyakan tanpa banyak berpikir lagi. Karna aku juga tak mungkin pulang ke rumah salsa atau ke rumah orang tuaku dengan perasaan seperti ini.
Rasanya, segala hal yang terjadi tadi benar benar membuatku terlalu lelah untuk terus menahan diri, atau mungkin aku memang butuh pelarian, meskipun aku tahu itu bukan solusi.
Alesha naik di belakang jok motorku, aku langsung melajukan nya dengan kecepatan yang sama persis seperti tadi, alesha yang ketakutan berpegangan erat padaku.
Hingga kita sampai di halaman parkir kost alesha, setelah itu kita pun masuk ke dalam kamarnya. Di sini kostan bebas, jadi siapapun boleh masuk termasuk lawan jenis.
Di kamar kost itu, segala perasaan terpendam seakan hilang sejenak.
"Nih." ucap alesha, seolah dia sudah menyiapkan semuanya untuk menyambut kedatanganku. Di sana ada minuman, rokok dan yang lainnya.
Aku jadi gagal fokus pada kemasan permen kecil berwarna hitam bertuliskan SUTRA.
"Kamu udah siapin semua ini sha ?" tanyaku.
"Enggak, aku juga kalo lagi pusing suka kayak gini," ucap alesha, aku pun mengerti.
Tanpa pikir panjang kita pun mulai minum bersama, mabuk, dan merasakan kebebasan sesaat tanpa memikirkan apa pun.
Waktu juga seakan berhenti, semuanya mulai terasa kabur hingga aku tak ingat dengan jelas bagaimana akhirnya sampai aku benar benar hilang kesadaran.
Pagi menjelang, aku terbangun dengan perasaan kosong merasakan kepala ku yang berat serta tubuhku kaku. Posisiku sudah di atas ranjang, padahal seingatku semalam aku tergeletak di lantai.
Aku tak tahu apa yang sudah terjadi semalam, karna aku juga tak benar benar mengingatnya. Alesha masih tertidur dengan keadaan tanpa busana dan hanya di tutupi oleh selimut. Aku pun menyadari bahwa permen semalam juga sudah tak ada di tempatnya.
Hal itu malah membuatku jadi sedikit panik. Apalagi setelah mengecek celana ku juga terbuka. Aku menelan ludah. Jangan sampai masalahku bertambah gara gara semalam.
"Sha, bangun." ucapku, salsa sadar dan menggercap gercap.
"Kenapa ?" tanya alesha.
"Apa semalam kita ?" tanyaku.
"Tenang aja, kan kita pake pengaman." jawab alesha santai.
Ya ampun, apa yang sudah ku lakukan.
"Santai aja farel, kamu gak usah merasa bersalah. Aku gak apa apa kok." ucap alesha.
Bukan hal itu yang aku khawatirkan, berarti aku sudah berkhianat dari salsa. Bagaimana kalau ibuku tau ?
"Kamu jangan bilang sama siapa siapa kalo kita HS ya, aku semalem bener gak inget apa apa." ucapku sedikit takut.
"Iya. Farel." jawab alesha.
"Kamu gak kuliah ?" tanyaku.
"Aku masuk siang." jawab alesha.
"Kalo kamu gak mau pulang, kamu diem aja di sini." ucap alesha.
"Emang gak apa apa ?" tanyaku.
"Gak apa apa." ucap alesha lagi.