"Tidak semudah itu kamu akan menang, Mas! Kau dan selingkuhanmu akan ku hancurkan sebelum kutinggalkan!"
~Varissa
_____________________
Varissa tak pernah menyangka bahwa suami yang selama ini terlihat begitu mencintainya ternyata mampu mendua dengan perempuan lain. Sakit yang tak tertahankan membawa Varissa melarikan diri usai melihat sang suami bercinta dengan begitu bergairah bersama seorang perempuan yang lebih pantas disebut perempuan jalang. Ditengah rasa sakit hati itu, Varissa akhirnya terlibat dalam sebuah kecelakaan yang membuat dirinya harus koma dirumah sakit.
Dan, begitu wanita itu kembali tersadar, hanya ada satu tekad dalam hatinya yaitu menghancurkan Erik, sang suami beserta seluruh keluarganya.
"Aku tahu kau selingkuh, Mas!" gumam Varissa dalam hati dengan tersenyum sinis.
Pembalasan pun akhirnya dimulai!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Itha Sulfiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kena tipu
Rasa gelisah membuat Harun tak dapat memejamkan mata. 1 Milyar. Itu angka yang cukup besar yang sangat sayang untuk dilewatkan. Apalagi, saat ini dia memang membutuhkan uang yang banyak.
"Kalau aku dapat uang 1 Milyar itu, separuhnya bisa ku pakai untuk buat usaha baru dan separuhnya lagi untuk senang-senang. Akh! Gimana ya?"
Lelaki paruh baya itu tak bisa tenang. Ia ragu mempercayai Gisam namun uang 1 Milyar itu juga tak dapat hilang dari otaknya.
Keesokan harinya, Harun memutuskan pergi ke alamat yang katanya adalah kantor Gisam. Ia ingin mengecek sendiri apakah kantor itu benar-benar milik Gisam atau bukan. Tiba di lobby, ia bergegas menuju ke meja resepsionis untuk bertanya.
"Ada yang bisa kami bantu?" tanya resepsionis itu ramah.
"Apa benar kalau ini Kantor milik Pak Gisam?" ujar Harun bertanya balik.
Resepsionis itu mengangguk dengan senyuman yang sedari tadi tak pernah luntur dari wajahnya. "Benar sekali, Bapak! Perusahaan ini memang milik Pak Gisam Butena. Apa Bapak ingin bertemu dengan beliau? Sudah buat janji?"
Harun lekas menggeleng. "Ah, tidak! Saya tidak ingin bertemu Pak Gisam. Saya hanya sekadar bertanya saja. Kalau begitu, saya permisi!"
Resepsionis itu menatap kepergian Harun dengan tatapan bingung. Ada apa? Kenapa lelaki itu hanya sekadar menanyakan nama atasannya lalu pergi? Aneh namun ia enggan menggubris lebih jauh. Toh, tugasnya hanya sekadar menyambut tamu dan bukan untuk mencari tahu urusan setiap orang.
"Jadi, Pak Gisam benar pemilik perusahaan ini, toh?" tukas Harun tersenyum. Segera, ia lalu menelepon Gisam kembali. Meminta nomor cek yang katanya di bawa oleh sekretaris lelaki itu untuk ia periksa kebenarannya.
Setelah mendapat nomor cek dari Gisam, Harun segera menelepon pihak perusahaan yang mengeluarkan cek itu untuk mengkonfirmasi.
"Memang benar, Pak! Cek atas nama penerima Bapak Harun Evansyah sebesar 975 juta memang sudah di keluarkan. Ada yang bisa kami bantu perihal itu?"
Senyum Harun terbit seketika. Lelaki itu tersenyum cerah membayangkan masa depannya yang juga akan secerah senyumannya. Tanpa mau buang-buang waktu lagi, ia segera menelepon Gisam kembali. Meminta lelaki itu untuk bertemu dengannya untuk memulai negosiasi ulang.
"Sudah saya tandatangani!" ucap Harun tersenyum puas.
"Apa isinya tidak ingin dibaca dulu, Pak Harun?"
"Tidak usah! Saya percaya pada Pak Gisam," jawab Harun menggeleng. Tatapan matanya yang seolah lapar hanya terus tertuju pada amplop cokelat di samping tangan kanan Gisam. Untuk apa dibaca lagi? Bukannya kemarin Harun sudah membacanya? Toh, itu kan kertas yang sama.
Gisam meraih kertas yang telah ditandatangani oleh Harun. Lelaki yang selalu terlihat rapi itu tersenyum saat tujuannya kini telah tercapai.
"Ini Dp-nya!" Gisam menyerahkan kembali uang 25 juta kemarin. "Sisanya, akan saya berikan begitu Melia datang."
"Baik, Pak!" angguk Harun senang.
"Kalau begitu, saya permisi dulu, Pak Harun! Senang bisa berbisnis dengan Anda!" Gisam berdiri. Mengulurkan tangan kepada Harun yang tentu di sambut antusias oleh Ayah Erik itu.
Selepas kepergian Gisam, Harun kembali menghempaskan tubuhnya di kursi empuk miliknya. Ia bernafas lega sambil berangan-angan akan melakukan apa dengan uang 1 Milyar itu.
"Enaknya bisnis apa, ya? Asal bukan kuliner, pasti aku akan berhasil!" ucapnya penuh optimis.
*****
Dikta menerima sebuah amplop dari seorang pria yang membungkuk hormat padanya. Dibukanya isi amplop itu kemudian membacanya dengan seksama. Detik selanjutnya, pria berambut gondrong tersebut menarik sudut bibirnya. Tersenyum tipis kala melihat satu lagi rencananya berjalan dengan mulus.
"Kerja bagus!" puji Dikta seraya menepuk bahu bawahannya.
Lelaki itu masih menundukkan kepala tanpa menjawab apa-apa.
"Sekarang, kau boleh menikmati liburan bersama keluargamu di luar negeri. Biayanya akan segera ku transfer ke rekeningmu," tutur Dikta melanjutkan.
"Terimakasih banyak, Mas!" ucap lelaki itu tersenyum seraya pamit mengundurkan diri.
Tak berselang lama, Dikta lalu menghubungi seseorang agar melakukan sesuatu untuknya.
"Aku ingin membatalkan cek atas nama Harun Evansyah!" ucapnya dengan senyum miring yang lantas ditanggapi dengan cepat oleh orang yang ia telepon.
"Kira-kira, kegaduhan kedua ini, efeknya akan sebesar apa?" gumam lelaki itu sambil menikmati pemandangan Ibu Kota dari apartemen miliknya.
Ya. Gisam yang menemui Harun adalah orang suruhannya. Satu per satu aset Varissa akan ia rebut dari keluarga Erik. Tentu bukan dengan cara yang jujur. Melainkan, dengan cara yang jauh lebih licik dibanding cara mereka. Uang 25 juta dan cek yang ia sengaja buat pun hanya sekadar pengalihan. Dan, tepat seperti dugaannya, orang serakah itu pasti akan mudah masuk dalam jebakan jika umpan yang diberikan cukup menggiurkan. Mengeluarkan uang sedikit demi sesuatu yang besar bukan masalah bagi Dikta.
"Ini!" Dikta menyerahkan lembar pengalihan kepemilikan restoran kepada Varissa yang diterima oleh wanita itu dengan senyum lebar.
"Kamu kok bisa segampang ini dapat tanda tangan Papa Harun, Ta?" tanya Varissa penuh takjub.
Dikta meletakkan segelas jus jeruk dihadapan Varissa. Setelahnya, ia juga mengambil satu gelas untuk dirinya sendiri sambil duduk di kursi pantry berjarak satu kursi dari wanita itu.
"Prosesnya, kamu nggak perlu tahu. Yang penting 'kan hasilnya," jawab lelaki itu datar sembari meminum jus jeruk miliknya.
Varissa menoleh. Dia mengerti maksud tersirat dari kalimat lelaki itu. Varissa paham bahwa Dikta pasti menggunakan cara kotor dalam mengembalikan aset paling berharga miliknya itu. Ada sedikit rasa bersalah karena dirinyalah yang menjadi penyebab Dikta harus berbuat kriminal seperti ini.
"Maaf karena aku udah ngerepotin kamu, Ta!" Varissa menunduk. Rasa bersalah tiba-tiba menyergapnya.
Dikta mengangkat kedua alisnya heran. "Untuk apa minta maaf? Ini pilihanku sendiri, Va! Sama sekali nggak ada kaitannya dengan kamu," ucap lelaki itu tertawa.
Hah... Tampan maksimal. Gigi gingsul Dikta yang terlihat kala tertawa kian membuat Varissa meleleh. Astaga! Jantung Varissa kembali berdetak kencang macam laju kuda perang.
"Jangan lihat, Va! Bahaya!" gumam wanita itu sambil menundukkan kepala. Sepasang matanya terpejam sementara tangan kanannya sibuk menenangkan debaran jantungnya yang kian hari makin kurang ajar.
"Kenapa, Va? Masih sakit?" tanya Dikta sedikit khawatir. Namun, meski begitu ia tetap menjaga jarak. Berusaha untuk tidak bersentuhan fisik dengan wanita yang seharusnya juga tak boleh ia biarkan masuk ke dalam apartemennya.
Dikta sadar bahwa Varissa adalah seorang wanita yang sudah bersuami. Meskipun, suami wanita itu adalah pria yang jahat, namun Dikta cukup tahu diri untuk tidak masuk dan memanfaatkan celah itu untuk mendapatkan hati wanita yang memang sedari dulu tak pernah beranjak dari dalam hatinya itu. Dikta ingin menjaga kehormatan Varissa sebagai wanita bermartabat sampai ketukan palu hakim di pengadilan agama memutus hubungan Varissa dengan Erik.
"Aku baik-baik aja," jawab Varissa.
Dikta menghela nafas. "Makanya, lain kali kalau mau keluar malam, bawa jaket biar nggak masuk angin. Ngerti?"
Tatapan lelaki itu terlihat sendu. Tertampung banyak kecemasan yang tidak pernah Varissa lihat di mata suaminya sendiri. Kenapa Dikta harus sebaik ini padanya? Kenapa lelaki ini tak membencinya saja setelah semua hal buruk yang sudah Varissa lakukan dan katakan kepadanya dimasa lalu? Kenapa?
"Boleh aku tanya sesuatu, Ta?" tanya Varissa dengan netra berembun.
Meski sedikit bingung, Dikta tetap mengangguk memberi izin.
Varissa menarik nafas panjang. Pertanyaan ini sudah tersimpan lama didalam kepalanya.
"Kamu tahu darimana kalau aku kecelakaan waktu itu?"
Kasihan Cinta dengan luka bakarnya itu. sudah begitu di katai pembawa sial lagi. tambah mengangah lah luka tubuh dan lukai hatinya