Laila, seorang gadis muda yang cerdas dan penuh rasa ingin tahu, tiba-tiba terjebak dalam misteri yang tak terduga. Saat menemukan sebuah perangkat yang berisi kode-kode misterius, ia mulai mengikuti petunjuk-petunjuk yang tampaknya mengarah ke sebuah konspirasi besar. Bersama teman-temannya, Keysha dan Rio, Laila menjelajahi dunia yang penuh teka-teki dan ancaman yang tidak terlihat. Setiap kode yang ditemukan semakin mengungkap rahasia gelap yang disembunyikan oleh orang-orang terdekatnya. Laila harus mencari tahu siapa yang mengendalikan permainan ini dan apa yang sebenarnya mereka inginkan, sebelum dirinya dan orang-orang yang ia cintai terjerat dalam bahaya yang lebih besar.
Cerita ini penuh dengan ketegangan, misteri, dan permainan kode yang membawa pembaca masuk ke dalam dunia yang penuh rahasia dan teka-teki yang harus dipecahkan. Apakah Laila akan berhasil mengungkap semuanya sebelum terlambat? Atau akankah ia terjebak dalam jebakan yang tak terduga?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Faila Shofa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
murid hilang
Suasana di sekolah semakin tegang setelah pengumuman yang terdengar di pengeras suara. Semua siswa diminta untuk tetap berada di kelas. Laila, Rifki, Keysha, dan Rio duduk diam di kelas, menunggu dengan perasaan cemas. Tidak ada yang tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi, tapi mereka semua merasa ada sesuatu yang besar sedang terjadi di balik layar.
"Kenapa kita nggak bisa keluar?" Keysha bertanya dengan suara pelan, matanya melirik ke jendela yang menghadap ke halaman sekolah.
Rifki mengerutkan dahi, merasa tidak nyaman. "Aku rasa ini bukan masalah biasa. Ada yang sedang mengincar kita... atau mungkin, ada yang lebih buruk dari itu."
"Seperti yang terjadi pada Dimas?" tanya Rio, suaranya penuh kebingungan.
Laila mengangguk pelan. "Iya, dan mungkin ini juga yang terjadi pada orang lain di luar sana. Kita harus hati-hati."
Ketika mereka berbicara, tiba-tiba pintu kelas terbuka dengan suara berderit. Seorang guru masuk dengan wajah pucat. "Kalian semua harus tetap tenang," katanya, berusaha menunjukkan ketenangan, meski suaranya sedikit bergetar. "Ada yang hilang di sekolah ini."
"Siapa yang hilang?" tanya Laila, merasa cemas.
Guru itu menghela napas panjang sebelum menjawab. "Salah satu murid di kelas sebelah, namanya Arief. Dia sudah beberapa jam tidak terlihat, dan kami baru saja mendapat laporan dari teman-temannya bahwa dia tidak kembali ke kelas setelah istirahat."
"Dia nggak pulang?" Keysha bertanya dengan wajah khawatir.
Guru itu menggelengkan kepala. "Kami sudah mencoba menghubungi orang tuanya, tapi belum ada jawaban. Kami juga sudah mencari di sekitar sekolah, tapi tidak ada tanda-tanda."
"Apakah... ada yang merasa ini berkaitan dengan kejadian-kejadian aneh sebelumnya?" tanya Rifki, suara lembut namun penuh rasa curiga.
Guru itu menatap Rifki dengan tajam. "Kami juga berpikir seperti itu. Tapi, kami tidak bisa terlalu terburu-buru membuat kesimpulan. Yang jelas, kami harus menemukan Arief."
Setelah guru itu keluar, suasana kelas kembali hening. Laila menatap ke luar jendela, berpikir keras. Sejak kejadian aneh yang menimpa mereka, perasaan cemas dan takut terus menghinggapinya. Sepertinya teror ini belum berakhir.
"Tora," bisik Laila pada dirinya sendiri, memikirkan nama yang selalu muncul dalam kode-kode yang mereka terima.
"Kalau Arief hilang... apakah itu ada kaitannya dengan kita?" Rio bertanya dengan nada tegang.
Laila mengangguk pelan. "Aku nggak tahu. Tapi sepertinya, ini bukan kebetulan. Kita harus mencari tahu apa yang terjadi."
Mereka semua berdiri dan menuju ke luar kelas dengan langkah hati-hati, berusaha untuk tidak menarik perhatian. Sekolah yang biasanya ramai dan hidup kini terasa sangat sepi. Mereka bergegas menuju area yang sering dijadikan tempat nongkrong oleh para siswa, berharap menemukan petunjuk tentang Arief.
Namun, saat mereka berjalan melewati lorong, suara samar-samar terdengar dari salah satu ruang kelas yang gelap. Laila melirik ke arah itu, dan tanpa pikir panjang, ia menarik tangan Rifki.
"Apakah kamu dengar itu?" tanya Laila.
Rifki mengangguk, ekspresinya serius. "Ya, kita harus cek."
Mereka mendekati pintu kelas yang gelap dan sedikit terbuka. Rifki mendorong pintu dengan hati-hati, dan mereka berdua masuk dengan perlahan. Suasana di dalam ruangan itu terasa dingin dan menegangkan.
Tiba-tiba, terdengar suara berderit dari pojok ruangan. Laila dan Rifki terkejut dan berbalik. Dari balik meja, tampak seorang siswa yang duduk membelakangi mereka. Dia mengenakan seragam sekolah, namun wajahnya tampak sangat pucat.
"Laila? Rifki?" suara siswa itu terdengar parau, hampir seperti tercekik.
"Arief?" tanya Rifki dengan suara penuh tanya, matanya masih tidak percaya.
Siswa itu perlahan berbalik. Ternyata, itu bukan Arief. Melainkan seorang siswa lain yang pernah mereka lihat sebelumnya, tapi wajahnya tampak sangat aneh. Matanya tampak kosong, seperti tidak hidup. Mereka segera menyadari bahwa sesuatu yang sangat buruk sedang terjadi.
"Siapa kamu?" Laila bertanya, merasa ketakutan.
Siswa itu hanya tersenyum, senyuman yang sangat mengerikan. "Aku hanya menjalani apa yang diminta."
"Diminta? Siapa yang memintamu?" tanya Rifki, mulai merasa cemas.
Namun siswa itu tidak menjawab. Dia hanya menatap mereka dengan tatapan kosong yang menyeramkan. Tanpa peringatan, dia berdiri dan berjalan keluar dari ruangan itu tanpa sepatah kata pun.
Laila dan Rifki saling berpandangan. "Ini... ini semua pasti ada kaitannya dengan Tora," Rifki berkata dengan tegas.
Laila mengangguk, meski masih tidak bisa memahami apa yang sebenarnya terjadi. "Kita harus segera melaporkan ini."
Mereka bergegas keluar dari ruangan itu, tetapi ketika mereka tiba di lorong, mereka melihat ada lebih banyak siswa yang mulai berkumpul. Semua terlihat panik, dan beberapa di antaranya tampak ketakutan.
Tiba-tiba, sebuah pengumuman kembali terdengar dari pengeras suara sekolah.
"Perhatian, semua siswa diminta untuk berkumpul di lapangan. Terdapat insiden yang sedang terjadi di dalam sekolah. Semua kegiatan dihentikan sementara."
Laila dan Rifki merasa semakin cemas. Ini lebih besar dari yang mereka kira. Arief yang hilang, serta kejadian-kejadian aneh lainnya, membuat mereka yakin bahwa sesuatu yang lebih gelap sedang mengintai sekolah ini. Mereka harus bertindak cepat, sebelum semuanya terlambat.
Laila dan Rifki segera menuju lapangan seperti yang diperintahkan di pengumuman pengeras suara. Suasana sekolah yang biasanya riuh kini terasa mencekam, dengan setiap langkah mereka yang menggema di lorong yang kosong. Mereka merasakan bahwa sesuatu yang sangat serius sedang terjadi.
"Kenapa semua orang tampak panik begitu?" Rifki berbisik, matanya melirik ke sekeliling, menyadari banyak siswa yang tampak cemas dan kebingungan. Beberapa terlihat terisak, bisik-bisik tak jelas terdengar di antara mereka.
Laila menggigit bibir bawahnya, berusaha menenangkan diri. "Mungkin mereka takut akan apa yang terjadi pada Arief... dan siapa tahu siapa lagi yang akan hilang setelahnya."
Mereka melangkah cepat menuju lapangan, dan semakin dekat, suasana semakin tegang. Hampir seluruh siswa berkumpul di area itu, terlihat bingung, cemas, bahkan beberapa guru tampak gelisah, saling berbisik satu sama lain.
"Ini... ini bukan kebetulan lagi," bisik Laila, matanya tajam menatap kerumunan. "Ada sesuatu yang lebih besar dari yang kita pikirkan. Tora pasti ada hubungannya."
"Jangan-jangan dia sudah memulai lagi?" Rifki bertanya dengan nada serius, tampaknya sudah mulai menyadari betapa gawatnya keadaan ini.
Tiba-tiba, sebuah suara keras dari pengeras suara memecah keheningan, seorang guru muncul di depan mereka dengan ekspresi tegang.
"Semua tenang!" teriak guru itu, berusaha menenangkan keadaan yang semakin kacau. "Semua harus tetap di lapangan, jangan ada yang bergerak. Ada seseorang yang hilang lagi!"
Suasana semakin cemas. Laila menahan napasnya, merasakan kecemasan yang semakin dalam. Rifki menoleh ke arah Laila, bertanya dengan cemas, "Siapa yang hilang lagi?"
Guru itu menatap mereka dengan serius, wajahnya tampak muram. "Kita baru saja mendapatkan informasi bahwa Arief... bukan satu-satunya yang hilang. Seorang murid dari kelas 11, Rina, juga hilang tanpa jejak."
Laila langsung merasakan ketegangan yang meningkat. "Rina? Itu sahabat Shara... tapi kenapa semua ini bisa terjadi pada mereka? Kenapa kita terus diserang seperti ini?"
Di saat yang sama, Keysha dan Rio, yang sekelas dengan Laila dan Rifki, mendekat dengan wajah cemas. "Jadi sekarang ada dua orang yang hilang?" Keysha bertanya, suaranya penuh kebingungan dan ketakutan. "Ini nggak masuk akal!"
Laila merasakan perasaan cemasnya semakin meningkat. "Ini pasti ada kaitannya dengan kode-kode yang kita temukan. Tora... dia pasti ada di balik semua ini."
"Tapi kenapa harus Arief? Kenapa Rina? Apakah mereka ada hubungannya dengan kita?" Rio bertanya, tampak khawatir.
Laila menggelengkan kepala. "Aku nggak tahu. Tapi yang jelas, kita harus segera mencari mereka sebelum semuanya terlambat."
Ketegangan semakin memuncak. Kemudian, terdengar suara seorang siswa dari belakang mereka, "Saya... saya lihat seseorang yang aneh di aula. Dia terlihat seperti bukan dirinya."
"Aula?" Rifki bertanya dengan nada serius, matanya menyipit. "Ayo, kita cek ke sana."
Mereka semua berlari menuju aula, namun semakin mendekati aula, semakin terasa ada sesuatu yang tidak beres. Semua lampu aula padam, hanya sedikit cahaya dari celah jendela yang menerobos masuk. Suasana sangat sunyi, hanya ada suara langkah kaki mereka yang menggema.
Begitu mereka sampai di depan pintu aula, Laila merasa ada yang tidak beres. Rifki, yang berjalan di depan, membuka pintu dengan hati-hati.
Begitu pintu terbuka, mereka melihat seorang siswa duduk di tengah aula yang gelap. Itu adalah Damar, teman sekelas mereka. Namun, wajahnya tampak kosong dan pucat, seolah-olah ia tidak sadar dengan kehadiran mereka.
"Damar?" Laila memanggilnya dengan suara rendah, terkejut melihatnya.
Damar perlahan mengangkat kepalanya. "Mereka... sudah datang," katanya dengan suara serak, matanya kosong.
"Siapa yang datang?" Rifki bertanya, merasa sangat khawatir.
Damar tidak menjawab, malah berdiri dengan gerakan yang lambat dan berjalan ke arah pintu aula. "Mereka datang untuk menjemput kami... semua yang terpilih," katanya dengan suara hampir tidak terdengar.
Laila dan Rifki saling berpandangan, cemas dengan kata-kata Damar. "Terpilih? Siapa yang terpilih? Kenapa dia seperti itu?" Laila bertanya, merasa bingung.
Damar tidak menjawab, ia hanya berjalan keluar dari aula dengan langkah yang aneh, seperti seseorang yang kehilangan kesadarannya. "Damar, tunggu!" Laila berteriak, namun Damar terus berjalan, tidak memperdulikan mereka.
"Apa yang terjadi dengan dia?" Keysha bertanya, matanya penuh kebingungan.
Laila merasakan ketegangan semakin meningkat. "Ini bukan Damar yang kita kenal. Ada sesuatu yang sangat salah."
Mereka segera keluar dari aula dan kembali ke lapangan, di mana para siswa masih berkumpul, suasana semakin kacau. Beberapa siswa tampak panik, beberapa berteriak, sementara yang lain hanya berdiri terdiam dengan wajah bingung.
"Ini sudah tidak masuk akal lagi," kata Rio dengan nada cemas. "Apa yang sedang terjadi di sekolah ini?"
"Apa yang sebenarnya terjadi?" Keysha bertanya, matanya melihat ke sekeliling dengan cemas.
"Ada sesuatu yang jauh lebih besar dari yang kita pikirkan," Laila berkata, matanya tajam menatap kerumunan. "Kita harus keluar dari sini sebelum semuanya semakin buruk."
Mereka berlari menuju pintu keluar sekolah, namun saat mereka hampir sampai, terdengar suara keras dari kerumunan, sebuah teriakan yang memecah keheningan malam.
"Rina... Rina ditemukan!"
apa rahasianya bisa nulis banyak novel?