Bukan salah Anggun jika terlahir sebagai putri kedua di sebuah keluarga sederhana. Berbagai lika-liku kehidupan, harus gadis SMA itu hadapi dengan mandiri, tatkala tanpa sengaja ia harus berada di situasi dimana kakaknya adalah harta terbesar bagi keluarga, dan adik kembar yang harus disayanginya juga.
"Hari ini kamu minum susunya sedikit aja, ya. Kasihan Kakakmu lagi ujian, sedang Adikmu harus banyak minum susu," kata sang Ibu sambil menyodorkan gelas paling kecil pada Anggun.
"Iya, Ibu, gak apa-apa."
Ketidakadilan yang diterima Anggun tak hanya sampai situ, ia juga harus selalu mengalah dalam segala hal, entah mengalah untuk kakak ataupun kedua adik kembarnya.
Menjadi anak tengah dan harus selalu mengalah, membuat Anggun menjadi anak yang serba mandiri dan tangguh.
Mampukah Anggun bertahan dengan semua ketidakadilan karena keadaan dan situasi dalam keluarganya?
Adakah nasib baik yang akan mendatangi dan mengijinkan ia bahagia?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon YoshuaSatrio, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
DUA PULUH EMPAT
Anggun kembali diserang rasa cemas dan takut. Tangannya getar saat ia masih berusaha memandikan kedua adiknya, beruntung Bu Maryani menyadari perubahan sikap Anggun, sehingga ia segera menghampiri putrinya tersebut.
Bu Maryani menepuk pundak Anggun, lalu memapahnya kembali masuk ke ruang tengah, “Tarik napas, duduk tenang dulu, ibu ambilkan minum.”
Sementara kedua adiknya Anggun melongo, menatap bingung seraya berdiri di pintu kamar mandi, “Mbak Andun sakit lagi, kita harus gimana?” ucap Arpin pada saudara kembarnya.
“Kita gosok gigi dulu, nanti aku bantu sabun badanmu, terus gantian ya!” sahut Arpan menggandeng tangan Arpin mengajaknya kembali masuk ke kamar mandi.
“Aku nggak ngapa-ngapain kan tadi, kenapa mbak Andun tiba-tiba sakit?” Arpin terlihat begitu khawatir sesekali masih melongok untuk melihat keadaan sang kakak.
“Enggak, kan mbak Andun cum bantu lepas baju kita, aku juga nggak tahu kok sakit lagi?”
“Mbak Andun sakit bukan karena kita kan?” Mata Arpin mulia berkaca-kaca.
“Jangan nangis! Kita harus mandi! Kalau terlambat nanti Ibu marah!” timpal Arpan menepuk pundak saudara kembarnya.
“Tapi aku takut!”
Arpan menghela napas memandang saudara kembarnya, lalu mengusap air matanya, “Nanti kita tanya bersama, sekarang jangan nangis! Ini, ayo gosok gigi.”
Bu Maryani menggosokkan minyak kayu putih di tengkuk Anggun, “Apa sebenarnya yang membuatmu seperti ini, Nggun. Kalau kamu diam saja, Ibu jadi bingung.”
Anggun yang mulai terlihat tenang memeluk sang ibu, “Maafkan aku, Bu! Aku ….” Anggun terisak, ia masih enggan terbuka dengan sang ibu.
Bu Maryani pun menepuk pelan punggung sang putri, mengelusnya dengan penuh kasih sayang, “Ibu tidak akan memaksa, jika memang kamu belum percaya pada Ibu, tapi berjanjilah kamu harus baik-baik saja, kamu masih terlalu muda untuk menyimpan semuanya sendirian.”
Anggun mengangguk kecil dalam pelukan sang ibu. Pelukan dan kehadiran ibunya, sepertinya cukup membuat Anggun kembali mendapatkan keberaniannya, tak butuh waktu lama lagi, ia segera tersadar lalu duduk tegak dan membereskan wajahnya dari air mata.
“Ibu, aku akan menemani Arpan dan Arpin ke acara ulang tahunnya, tapi aku masih tidak sanggup jika mengantarnya sekolah pagi ini. Tapi ….”
Ucapan lirih Anggun sepertinya terdengar oleh kedua adiknya, hingga perdebatan kecil pun kembali terjadi.
“Tuh kan, Mbak Andun begitu karena kita minta diantar sekolah!” ucap Arpin setengah berbisik seraya meratakan sabun di punggung saudara kembarnya.
“Hoo! Kamu sih! Ayo cepat selesaikan mandi, kita harus minta maaf!” timpal Arpan lalu bangkit meraih gayung dan mulai membersihkan tubuhnya dari sabun, begitu juga dengan Arpin.
“Kamu tenang dulu saja, nanti biar ibu yang mengantar sekolah. Tapi kamu yakin sendirian di rumah tidak apa-apa?” selidik Bu Maryani seraya mengusap lembut kepala putrinya.
Anggun mengangguk pelan, lalu terperanjat kaget setelahnya, “Astaga Bu! Adek-adek belum mandi!” serunya sambil menatap sang ibu.
“Oh iya! Sampe lupa!” Bu Maryani dan Anggun berniat beranjak menuju kamar mandi, namun kedua bocah kembar itu sudah berdiri di depan pintu kamar mandi dengan handuk masing-masing.
“Maafin Ibu ya … sampai lupa kalian belum mandi … aduh pinternya kalian ini!” sambut Bu Maryani lalu menggandeng kedua anak bungsunya menuju kamar untuk berganti baju seragam.
Anggun mengikutinya di belakang, “Wah, adik-adiknya Mbak Anggun udah makin pinter ya sekarang!” puji Anggun merasa bersalah.
Dengan kompak kedua bocah itu melepaskan genggaman tangan dari sang ibu, lalu berbalik menghambur pada Anggun dan memeluknya.
Anggun hampir saja terjengkang karena kaget dengan pergerakan tiba-tiba dari kedua adiknya.
“Maafin Arpin Mbak Andun!” seru kompak bocah kembar itu.
Banyak hal yang tak bisa dijelaskan dengan teori ataupun rumus pasti, tapi ikatan batin bocah kembar itu begitu kuat, hingga keduanya sering kali mengucapkan kalimat yang hampir sama atau sama persis. Bahkan terkadang kebiasaan dan kesukaan pun sama persis.
Anggun berjongkok meraih kedua adiknya dalam pelukan hangat, “Kalian nggak salah apa-apa kenapa minta maaf?”
“Tadi Arpin minta mbak Andun anterin sekolah, padahal mbak anggun kan masih sakit.”
“Jangan sakit lagi Mbak Andun, Aku janji akan jagain Arpin, kita nggak akan bikin Mbak Anggun sakit lagi.” timpal Arpan.
Air mata haru terbendung di sudut-sudut mata Anggun, begitu pula dengan Bu Maryani yang trenyuh menatap pemandangan haru di depan matanya.
Bu Maryani mencondongkan tubuhnya mengelus lembut punggung kedua bocah itu, “Kalian anak-anak baik, tapi waktunya sudah siang, kalau mau berangkat sekolah, kita ganti seragam dulu ya,” ucap lembut bu Maryani.
.
.
.
Di salah satu sudut kota itu, terlihat seorang remaja perempuan duduk di balkon sebuah hotel, dengan rokok terselip di tangan, ia terlihat begitu menikmati cuaca pagi. Rambut panjangnya ia biarkan berantakan terkena hempasan angin yang sedikit kencang pagi itu.
Dari pintu keluarlah seorang remaja lain berambut sebahu, yang masih mengenakan kimono mandinya, “Malah masih di situ, buruan mandi, bentar lagi Om Dani mau jemput loh!”
Mendengar hal itu, sang remaja yang berambut panjang bergegas bangkit menyambar handuk lalu menenggelamkan diri di kamar mandi.
“Tajir juga dia, sampai berani sewa hotel untuk tiga hari.” gumam si remaja rambut pendek seraya menyiapkan semua peralatan bersoleknya.
Niat jahat pun kembali terbersit, si gadis berambut pendek itu mengetuk pintu kamar mandi, “Nis, minta eyelinermu ya?!” serunya.
“Ambil aja sendiri di tas! Tas kosmetik yang berwarna hitam!” sahut Anisa dari dalam kamar mandi.
“Jangan salahkan aku kalau sejuta atau dua jutamu raib, salah sendiri menyimpan uang terlihat olehku!” monolog Nindi dengan wajah jahatnya. “Toh kamu kan anaknya orang kaya, uang habis tinggal minta lagi kan, uang sebanyak ini nggak akan kerasa kalau cuma gue bilang dua juta.”
Nindi masih menatap gepokan uang yang tak tertata baik di dalam ransel milik Anisa itu. Entah berapa jumlahnya, Anisa berhasil mengambil sebagian uang di brangkas sang ayah tempo hari.
Anisa membuka pintu kamar mandi, “ketemu nggak Nin?” ujarnya saat ia melihay Nindi masih terlihat mencari-cari di dalam tasnya.
Nindi menoleh kaget, tak menyangka Anisa lebih cepat keluar dari kamar mandi. “Ah .. eh … oh sudah ini!” sahutnya gagap beruntung ia telah menemukan benda yang dicarinya.
“Tumben, biasanya kamu nggak pernah kehabisan.” timpal Anisa seraya mengeringkan rambut basahnya.
“Huum, lupa belum beli.” sahut Nindi masih gagap lalu berjalan menuju kaca untuk mulai bersolek.
Anisa berjalan menuju ranselnya, lalu mengambil segepok uang bertuliskan satu juta, “Nih! Beli apa aja yang kamu butuhkan, mumpung uangku banyak!”
Dengan enteng Anisa menyerahkan uang itu untuk Nindi, tentu saja disambut baik oleh Nindi.
“Bagus, dia nggak sadar kalau gue udah ambil sendiri tadi, hm, dasar bocah dongo!” batin Nindi merasa aman.
TOK! TOK! TOK!
Terdengar ketukan pintu di luar, kedua remaja belia itu saling pandang, lalu tersenyum kemudian, Nindi segera berlari menuju pintu untuk membukanya.
Namun bukan seseorang yang mereka nanti, melainkan orang lain berdiri mematung dengan wajah marah.
PLAK!!!
Ini Anisa sama temennya kan 😮💨
Apa ig nya 🤭
lebih cocok jadi anaknya Tono dia 😩