Sebuah pengkhianatan seorang suami, dan balas dendam seorang istri tersakiti. Perselingkuhan sang suami serta cinta yang belum selesai di masa lalu datang bersamaan dalam hidup Gladis.
Balas dendam adalah jalan Gladis ambil di bandingkan perceraian. Lantas, balas dendam seperti apa yang akan di lakukan oleh Gladis? Yuk di baca langsung.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gadisti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
mengikuti permainannya
Amelia?" ulang Evan berharap telinganya salah dengar.
"Ya, Mas. Amelia yang menelponmu tadi. Sudahlah, tidak perlu di bahas lagi, lebih baik kamu segera berangkat, ini sudah siang, loh." Ucap Gladis sengaja mengalihkan pembicaraannya. Menatap suaminya yang nampak gugup, ketika sang suami mendengar nama Amelia keluar dari mulutnya.
Evan tersentak, ia buru-buru memasukan ponselnya ke dalam saku celananya. "Emm aku berangkat dulu, sayang. Kalau Amelia berbicara yang tidak-tidak, jangan kamu dengar, ya." Kata Evan yang hanya di anggukki oleh Gladis.
Setelah itu, Evan pun langsung pergi membawa langkah kakinya dengan terburu-buru meninggalkan Gladis yang kini mulai merubah raut wajahnya, penuh kekecewaan.
"Lihat saja, sampai mana kamu akan berakting, mas. Sampai mana kamu akan menyembunyikan perselingkuhanmu dengan Amelia. Aku sangat yakin, kamu dan Amelia memiliki hubungan gelap di belakangku." Lirih Gladis dengan tangan mengepal kuat, menatap kepergian suaminya yang sudah menghilang dari pandangannya.
Hati Gladis kembali terasa sakit, dadanya terasa sesak, perasaannya hancur berantakan. Suami yang selalu ia banggakan, ternyata tidak lebih dari seorang brengsek tak berperasaan.
Kesetiaan yang ia jaga selama ini, di nodai oleh sebuah pengkhianatan yang menyakitkan. Apakah Gladis harus bertahan di antara rasa sakit yang ia rasakan? Atau dia harus pergi?
Menghela nafasnya kasar, Gladis pun lantas mengambil ponselnya yang tadi ia masukan ke dalam kantong daster yang ia kenakan saat ini. Masuk ke dalam aplikasi penyadap whatsapp suaminya, lalu menatapnya dengan nanar.
Tidak ada tanda-tanda jika suaminya mengirimkan pesan pada Amelia, itu artinya saat ini sang suami memang fokus dengan setir kemudinya, ia belum memberikan pesan kepada selingkuhannya itu.
"Mama... Pipic," di saat Gladis termenung dengan tatapan mata yang tertuju pada layar ponselnya, suara Sera tiba-tiba saja terdengar di telinganya. Gladis segera mengubah raut wajahnya, agar putri kecilnya itu tidak melihat bahwa dirinya sedang hancur saat ini.
Memasukan kembali ponsel itu ke dalam saku daster nya, kemudian Gladis pin berbalik dan menatap putrinya yang ternyata sudah bangun dan duduk di sisi ranjang.
Gladis tersenyum, ia pun segera berjalan menghampiri Sera. "Mau pipis, ya? Sini turun, sayang," ucapnya yang di anggukki kepala oleh Sera.
Segera Sera pun turun dari ranjang itu, kemudian di tuntun menuju kamar mandi oleh Gladis. "Papa cudah beyangkat ya, mah?" tanya gadis kecil itu dengan tatapan yang fokus ke depan.
"Iya, sayang."
"Papa kapan ajak jayan-jayan Ceya'nya? Ceya'kan pengen jayan-jayan, mah." Keluh gadis kecil itu sambil menghentikan langkah kakinya, ketika ia sudah tiba di dalam kamar mandi. Menatap sang mama dengan tatapan yang menggemaskan.
"Nanti kalau papa libur kerjanya, sayang. Yasudah, Sera pipis dulu, ya. Nanti cuci mukanya, terus sarapan, ok." Ucap Gladis seraya memencet gemas hidung mancung nan kecil milik Sera.
Gadis itu hanya mengangguk saja, sedangkan Gladis, ia nampak tersenyum dengan hati yang terasa sakit.
***
(Selamat pagi, Sya. Selamat beraktifitas, jangan lupa sarapan, ya.)
(Hmmm belum bangun? Kenapa pesanku tidak di balas? Sengaja? Atau kamu sedang sibuk mengurus suami dan anakmu?)
(Gladis! Kamu mengabaikan pesanku? Apakah kamu tidak takut jika akunmu hilang?)
Darren menatap beberapa pesan yang ia kirimkan pada Gladis. Ia merasa sangat kesal, karena tak satu pun pesan yang di kirimkannya, di balas oleh perempuan itu. Ntah perempuan itu sedang sibuk, atau justru sengaja mengabaikan pesan darinya? Darren sendiri tidak tahu. Yang jelas ia meras sangat amat kesal sekarang.
Menghembuskan nafas kasar, Darren memilih untuk meletakkan kembali ponsel itu di atas meja kerja. Ia menatap berkas-berkas yang belum ia sentuh sama sekali. Cukup banyak, dan itu membuat Darren malas.
Tok... Tok... Tok...
Suara ketukan pintu membuyarkan lamunan Darren saat ini. Dengan malas ia pun mempersilahkan si pengetuk pintu itu untuk masuk ke dalam ruangannya yang sedikit berantakan. Ada beberapa map yang tergeletak di lantai, juga botol minuman yang ia lempar tadi, saking kesalnya menunggu balasan dari Gladis.
Seorang wanita cantik yang tak lain adalah Iris masuk ke dalam ruangannya. Senyumannya masih mengembang, menatap Darren yang saat ini sedang duduk dengan kedua tangan menyanggah dagunya, menatap lurus ke depan, namun pikirannya melayang ntah kemana.
Iris berhenti tepat di depan meja kerja Darren, ia duduk di atas kursi, lalu menyerahkan beberapa berkas yang berada di tangannya.
"Pak Darren! Ada beberapa berkas yang harus anda tanda tangani," ucap Iris selalu bernada lembut jika ia berbicara dengan Darren, pria yang selama ini sudah memikat hatinya.
Darren tidak menyahut, ia langsung menyambar berkas-berkas tersebut lalu membubuhkan tanda tangannya. Sedangkan Iris, ia mulai melihat sekeliling ruangan Darren yang sedikit berantakan itu. Iris terkejut, sejak kapan ruangan Darren berantakan seperti itu? Biasanya ruangan Darren akan selalu rapi, karena Darren memang paling suka ruangannya rapi dan bersih. Tapi saat ini, ruangan Darren terlihat berantakan membuat Iris terkejut.
"Pak Darren! Kenapa ruangan anda berantakan sekali? Apakah OB belum merapikan ruangan anda? Ah tapi tadi saya lihat OB keluar dari ruangan anda, kok. Tapi, kenapa ruangan anda masih berantakan? Apakah perlu saya panggilkan OB untuk merapikan ruangan anda lagi?" tanya Iris dengan lembut dan hati-bati. Tidak ingin membuat Darren kesal apalagi marah. Karena saat Darren marah, dia akan terlihat sangat menakutkan sekali.
"Tidak perlu. Nanti saja, setelah aku pulang, baru kau suruh OB datang ke ruanganku." Sahut Darren tanpa menatap lawan bicaranya. Matanya fokus dengan berkas-berkas yang ada di hadapannya.
"Baiklah. Oh iya Pak Darren nanti pukul satu siang, kita akan ada pertemuan dengan tuan Arnold. Beliau baru pulang dari London, dan dia meminta untuk bertemu dengan anda di restaurant Samudera." Ucap Iris dengan sambil menatap Darren lekat. Pria tampan ini, jauh lebih tampan jika sedang serius seperti itu. Membuat wanita mana pun akan merasa betah untuk menatapnya. Begitupun juga dengan Iris.
"Ya, aku tahu." Darren segera menyerahkan berkas-berkas yang telah ia tanda tangani kepada Iris.
Dengan segera Iris pun mengambil berkas-berkas tersebut, kemudian ia beranjak dari tempat duduknya. "Kalau begitu saya permisi dulu, Pak Dareen." Iris undur diri, ia mendapat anggukkan kepala dari Darren. Setelah itu Iris pun berbalik dan berjalan pergi meninggalkan ruangan Darren.
Setelah kepergian Iris, Darren kembali meraih ponselnya, lalu ia membuka aplikasi biru, dan melihat pesan masuk. Berharap, jika Gladis sudah membalas pesan darinya. Namun, sayangnya Gladis masih belum juga membalas pesan yang di kirimkan olehnya. Tentu saja hal ini membuat Darren bertambah kesal.
"Aaaarggh kenapa dia tidak membalas pesanku? Apakah dia sengaja ingin menghindariku? Tidak bisa, aku tidak bisa membiarkan dia menghindariku, aku harus melakukan sesuatu," ucap Darren seraya menggenggam erat ponsel miliknya. Memikirkan cara apa agar wanita itu tidak lagi menghindarinya.
Darren menghembuskan nafasnya kasar, ia menekan nama Gladis yang ada di dalam kotak masuk, berniat untuk mengiriminya pesan kembali. Namun, sayangnya ia sudah tidak bisa lagi mengirim pesan kepada Gladis, dan hal ini tentu saja membuat Darren bingung.
Ia menggaruk kepalanya yang tidak gatal, bertanya-tanya dalam hati, mengapa ia tidak bisa mengirim pesan lagi kepada Gladis? Satu hal yang terlintas dalam benak Darren saat ini adalah Diblokir. Ya, Gladis memblokirnya sehingga dia tidak bisa lagi mengirimkan pesan kepada wanita itu. Sungguh Darren merasa marah sekarang.
"Sialan! Beraninya dia memblokir ku? Aargghhh brengsek! Aku harus menyuruh si Alex untuk membuat akun baru lagi. Lihat saja, kali ini aku pastikan dia tidak akan memblokirku lagi." Ucap Darren sambil menggebrak meja kerjanya sedikit kencang, melampiaskan kemarahan pada meja yang tak bersalah.
Lantas, Darren pun langsung menghubungi Alex yang saat ini di pastikan sedang sibuk dengan pekerjaannya.
"Ada ap.... " Belum juga Alex menyelesaikan ucapannya, Darren sudah memotongnya dengan cepat.
"Buatkan gue akun baru lagi. Gue mau secepatnya," ucap Darren yang tentunya membuat Alex terkejut di seberang telpon sana.
"Hah! Buat baru lagi? Memangnya akun lo kenapa?"
"Jangan banyak, tanya. Cepat buatkan gue akun baru, nanti gue bayar!" Titah Darren dengan kesal. Setelah itu, ia pun langsung memutuskan sambungannya, dan meletakkan kembali ponsel itu di atas meja.
Menghembuskan nafas kasar, lalu meraup rajahnya dengan gusar. Setelah itu, Darren pun mulai memeriksa berkas-berkas yang menumpuk di atas meja kerjanya.
aku lbih mendukung istri kl di selingkuhin bersikap teges, drpd bls suami yg selingkuh dng selingkuh juga, itu lbih memalukan sih jatuhnya bukan waow tp lbih memalukan jatuh martabat.
mending jd janda tanpa cela, yaitu tnp embel embel pernh selingkuh krn itu akn jd nilai minus.
jadilah wanita yg cerdik dan cerdas
kumpulkan bukti2
balas Evan dengan elegan sampai Evan tidak berkutik dan tidak bisa berkata kata