SIPNOSIS:
Kenneth Bernardo adalah pria sederhana yang terjebak dalam ambisi istrinya, Agnes Cleopatra. demi memenuhi gaya hidupnya yang boros, Agnes menjual Kenneth kepada sahabatnya bernama, Alexa Shannove. wanita kaya raya yang rela membeli 'stastus' suami orang demi keuntungan.
Bagi Agnes, Kenneth adalah suami yang gagal memenuhi tuntutan hidupnya yang serba mewah, ia tidak mau hidup miskin ditengah marak nya kota Brasil, São Paulo. sementara Alexa memanfaatkan kesempatan itu untuk mendapatkan suami demi memenuhi syarat warisan sang kakek.
Namun, kenyataan tak berjalan seperti yang Agnes bayangkan, setelah kehilangan suaminya. ia juga harus menghadapi kehancuran hidupnya sendiri-dihina orang sekitarnya, ditinggalkan kekasih gelapnya uang nya habis di garap selingkuhan nya yang pergi entah kemana, ia kembali jatuh miskin. sementara Alexa yang memiliki segalanya, justru semakin dipuja sebagai wanita yang anggun dan sukses dalam mencari pasangan hidup.
Kehidupan Baru Kenneth bersama Alexa perlahan memulihkan luka hati nya, sementara Agnes diliputi rasa marah dan iri merancang balas dendam, Agnes bertekad merebut kembali Kenneth bukan karena haus cinta tetapi ingin menghancurkan kebahagiaan Alexa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon adelita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PROLOG
Hujan deras menutupi kaca jendela kafe tempat dua wanita duduk berhadapan. Agnes Cleopatra meremas cangkir kopinya, bibirnya tampak kaku, seperti sedang memikirkan cara yang tepat untuk berbicara. Di hadapannya, Alexa Shavonne bersandar santai, menatap Agnes dengan mata tajam seperti pemangsa.
"Sudah lama sekali kita tidak bertemu," kata Alexa membuka pembicaraan. Nada suaranya terdengar ramah, tetapi ada kesan dingin yang tidak dapat disembunyikan.
Agnes mengangguk pelan. "Hampir lima tahun, ya? Aku bahkan tidak menyangka kau mau meluangkan waktu untuk bertemu."
Alexa menyeringai kecil. "Aku selalu ada waktu untuk sahabat lama, Agnes. Tapi biasanya, kalau ada yang tiba-tiba menghubungiku setelah sekian lama, pasti ada sesuatu yang penting."
Agnes menatap Alexa, mencari tanda- tanda ketulusan dalam ucapannya, tetapi sulit membaca ekspresi Alexa yang selalu terkontrol. Akhirnya, dia menghela napas panjang dan memutuskan untuk langsung ke intinya.
"Kau benar. Aku butuh bantuanmu," kata Agnes pelan, nada suaranya penuh tekanan.
Alexa mengangkat alis. "Bantuan? Dalam hal apa?"
Agnes meneguk kopinya, mencoba menenangkan diri. " Apa aku bisa meminjam uang Padamu?”
Alexa terdiam sejenak, lalu menyandarkan tubuhnya lebih santai. " Dalam hal apa kau berani meminjam padaku?”
"Aku ingin bercerai dengan suami ku, dia begitu banyak berhutang pada rentenir. Untuk melunasinya Aku ingin menjual rumah kami. Tapi itu atas nama suamiku, dan aku tidak tahu bagaimana cara meyakinkannya menyerahkan rumah itu. Karena dia bersikekeh tidak ingin menjualnya. Aku pikir, mungkin kau bisa membantuku." jelas Agnes, nada suaranya per harap.
Alexa menatap Agnes lama tanpa berkata apa-apa, membuat suasana semakin tegang. la tidak langsung menanggapi, tetapi dalam kepalanya, ia sudah menyusun rencana.
Tawaran ini adalah peluang emas yang tidak pernah ia bayangkan akan datang begitu saja.
"Kau ingin menceraikan hanya karena itu saja? Tidak mungkin kan. " tanya Alexa akhirnya, meski nadanya terdengar seperti formalitas belaka.
Agnes mengangkat bahu dengan santai. "Dia tidak berguna bagiku. Hidup dengannya hanya membuatku terjebak.”
“Aku ingin bebas." ucap Agnes.
Alexa tersenyum tipis, senyum yang sulit diartikan. "Jadi kau menjual rumahnya untuk melunasi hutang?"
"Ya," jawab Agnes tanpa ragu.
Hening sejenak. Alexa mengetuk- ngetukkan jarinya ke meja, matanya menatap Agnes seperti sedang menilai apakah ini transaksi yang menguntungkan. Akhirnya, dia bersandar ke depan, tatapannya serius.
"Aku punya tawaran yang lebih baik," katanya singkat.
Agnes menatap Alexa, terkejut. "Apa maksudmu?" Ucap Agnes tampak terkejut.
Alexa tersenyum kecil, penuh percaya diri. "Aku ingin suamimu." Jawab Alexa.
Agnes mengerutkan kening, bingung. "Suamiku?" ulang Agnes.
"Ya," jawab Alexa tanpa basa-basi. "Aku akan membayar penuh. Tiga miliar, tunai. Begitu kalian bercerai, dia menjadi milikku." ucap Alexa.
Agnes menatap Alexa dengan ekspresi tak percaya. "Kau serius? Kau bahkan tidak mengenalnya!" ucap Agnes.
"Apa itu penting?" Alexa menyeringai. "Aku tidak butuh alasan. Anggap saja aku tertarik. Yang jelas, aku bisa memberimu apa yang kau mau-uang, kebebasan, dan rumah itu. Kau hanya perlu menyelesaikan pernikahanmu secepat mungkin." jelas Alexa sinis.
Agnes terdiam sejenak, berpikir. Tawaran ini jauh lebih baik pada apa pun yang ia rancanakan sebelumnya Tidak ada Agnes terdiam sejenak, berpikir.
Tawaran ini jauh lebih baik daripada apa pun yang ia rencanakan sebelumnya.
Tidak ada keraguan di mata Alexa, dan itu cukup membuatnya yakin.
"Baiklah," kata Agnes akhirnya, suaranya mantap.
"Ambil saja dia. Aku tidak peduli lagi. Tapi jangan pernah menyesali keputusanmu ini." sambung Agnes.
Alexa tersenyum puas. "Deal. Aku akan mengirim pengacara untuk membantumu. Begitu semuanya selesai, cek tiga miliar itu milikmu."
Mereka berjabat tangan, sebuah kesepakatan yang akan mengubah hidup ketiganya-Agnes, Alexa, dan Kenneth- dalam cara yang tidak pernah mereka duga.
DI SISI LAIN.
Kenneth Bernardo, berdiri di bengkel kecil yang hampir sepi. Tangannya yang kotor oleh oli masih sibuk memperbaiki mesin mobil yang rusak, meski jam kerja telah usai. Keringat bercampur debu mengalir di dahinya, tetapi tidak ada keluhan keluar dari bibirnya.
Ponselnya bergetar di saku. Dengan enggan, dia melepas sarung tangan dan mengangkat telepon. Suara dingin Agnes terdengar di ujung sana.
"Kenneth, kita harus bicara. Segera pulang setelah selesai kerja," katanya tanpa basa- basi.
Kenneth hanya menggumamkan jawaban sebelum memutuskan panggilan. Dia tahu nada itu-nada perintah, tanpa ada sedikit pun respek. Pernikahan mereka, yang dulunya ia pikir bisa menyelamatkan hidupnya, kini terasa seperti beban tak berujung.
Malam itu, ketika dia tiba di rumah kecil yang mulai lapuk, Agnes sudah menunggunya di ruang tamu. Di meja, ada setumpuk dokumen dan wajahnya yang sinis membuat Kenneth tahu apa yang akan terjadi.
"Kenneth, kita bercerai," katanya langsung tanpa jeda, tanpa emosi.
Kenneth tidak menjawab. Dia hanya menatap Agnes, mencoba mencari alasan atau penjelasan di balik keputusan ini. Tapi Agnes melanjutkan dengan nada dingin, seolah yang ia ucapkan hanyalah formalitas belaka.
"Rumah ini akan jadi jaminan untukku. Kau tidak akan rugi, karena ada seseorang yang mau membelimu. Dan aku mendapat tawaran 3 miliar untuk itu."
Kalimat terakhir itu seperti hantaman keras di wajah Kenneth.
“Membeliku?" tanyanya pelan, hampir tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar.
Agnes mendengus. "Jangan sok drama, Kenneth. Kau tahu hubungan kita ini sudah tidak ada artinya. Kau akan menikahi Alexa Shavonne. Dia butuh suami, dan kau... kau cukup beruntung dia mau membayar untukmu."
Kenneth terdiam, napasnya berat. Tatapan dinginnya menatap Agnes tanpa emosi, tapi dalam hatinya, api kemarahan mulai membakar.
“Jadi aku ini barang dagangan sekarang?" tanyanya dengan suara rendah, penuh kekecewaan.
Namun, tidak ada jawaban dari Agnes selain senyum sinis yang membuat Kenneth semakin muak. Di saat itu, dia sadar, pernikahan mereka bukanlah fondasi kebahagiaan, melainkan sebuah perangkap yang perlahan menghancurkan hidupnya.