Seorang gadis cantik, jenius dan berbakat yang bernama Kara Danvers bekerja sebagai agen ganda harus mati di karena dikhianati oleh rekannya.
Namun, alih-alih ke alam baka. Kara malah bertransmigrasi ke tubuh bocah perempuan cantik dan imut berusia 3 tahun, dimana keluarga bocah itu sedang di landa kehancuran karena kedatangan orang ketiga bersama dengan putrinya.
"Aku bertransmigrasi ke raga bocil?" Kara Danvers terkejut bukan main.
"Wah! Ada pelakor nih! Sepertinya bagus di beri pelajaran!" ucap Kara Danvers menyeringai dalam tubuh bocah cilik itu.
Apa yang yang akan dilakukan sang agen ganda saat di tubuh gadis cilik itu dan menggemaskan itu. Yuk mari baca!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yulianti Azis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Prameswari Corp
Di dalam mobil mewah, Vara duduk dengan tenang di samping sang ibu. Sedangkan tuan Anggara berada di depan bersama pengawalnya, yang sebagai supir.
"Vara sayang, ingat ya! Jika kita berada di kantor Grandpa nanti, Vara jangan berisik atau berkeliaran ya, sayang!" tutur Selvira lembut.
Vara mengangguk polos, tapi dalam hatinya dia memikirkan segala sesuatunya.
Kantor perusahaan? Tempat para pebisnis licik berkumpul! batin Vara menyeringai.
Sesampainya di lobi Prameswari Corp, Vara mendongak, menatap gedung pencakar langit dengan kagum.
Vara tidak bisa menahan rasa ingin tahunya tentang apa yang akan terjadi di dalam gedung itu.
Tuan Anggara memimpin rombongan mereka dengan penuh wibawa. Semua orang yang lewat menyapa pria tua itu dengan hormat.
Namun, perhatian Vara tertuju pada seorang karyawan yang berdiri di dekat meja resepsionis. Pria itu tampak malas, menguap sambil memainkan ponselnya. Ketika mereka mendekat, pria itu bahkan tidak melirik.
Siapa pria ini? Bahkan pemilik perusahaan yang datang dia sangat cuek?! batin Vara.
Sedangkan tuan Anggara dan Selvira sudah mengenal pria itu. Mereka masih satu keluarga, lebih tepatnya sepupu Selvira dari pihak ayahnya, tuan Anggara.
"Delon! Kenapa kau belum ke ruangan mu?" tanya tuan Anggara datar.
Delon mendengus. "Sebentar lagi Om, aku sedang menunggu seseorang," jawabnya acuh.
Vara memperhatikan dengan cermat. Sikap tidak hormat pria itu membuat darahnya mendidih. Ia memutuskan untuk bertindak.
Bocah kecil itu menarik tangan ibunya dan berkata dengan nada manja, “Mama, aku haus. Vala mau ail minum," ujarnya
Selvira tersenyum lembut. "Baiklah sayang. Tunggu disini, ya?!"
Vara mengangguk polos, Selvira meninggalkan sang putri bersama sang ayah.
Saat ibunya pergi, Vara mendekati pria resepsionis dengan langkah kecil. Ia menarik lengan bajunya.
“Om, aku mau main cecuatu. Om mau main?” tanya Vara dengan nada polos.
Pria itu mengerutkan kening. “Main apa, sih? Aku sibuk.” Delon masih memperhatikan ponselnya.
Vara memasang wajah sedih, hampir menangis. “Aku cuma mau main tebak-tebakan. Kalau aku menang, Om halus kacih aku pelmen.”
Pria itu akhirnya menyerah. “Baiklah, cepat. Tebak-tebakan apa?” tanya Delon.
Dengan mata berbinar, Vara bertanya, “Kalau ada luangan yang penuh kamela, tapi Om tetap nggak kelihatan, itu kenapa?” tanya bocah perempuan cantik itu.
Pria itu berpikir keras. “Karena kameranya rusak?!" sahut Delon.
Vara tertawa kecil. “Calah! Kalena Om nggak punya bayangan. Om kan hantu kelja, nggak pelnah kelja benelan!”
Seluruh staf di lobi menahan tawa. Wajah Delon merah padam, sadar ia baru saja dipermalukan oleh seorang bocah. Anggara hanya tersenyum kecil, kagum dengan kecerdasan cucunya.
Dasar bocah sialan! maki Delon merasa geram.
Dengan langkah cepat, Delon meninggalkan lobby tersebut dan pergi ke ruangannya.
Cih! Dasar pemalas! ujar Vara.
Tak lama, Selvira datang dengan membawa botol air mineral. Vara menerimanya dengan senyum polosnya.
"Telima kacih, Mama," ujar Vara.
Selvira mengangguk. "Iya sayang. Ingat, jangan lari-larian ya, sayang. Ini kantor Grandpa. Harus sopan!" peringat nya nada lembut.
Vara tersenyum manis. "Baik Mama."
"Ayo! Papa ada klien, sekalian kamu langsung belajar," ajak tuan Anggara.
Selvira mengangguk. "Baik Pa. Ayo, Vara sayang!"
Ketiganya melangkah masuk, jika dilihat dari luarnya. Vara seperti anak polos yang tidak tahu apa-apa.
Namun di dalam hati, Vara merasa waspada. Sebagai mantan agen, ia tahu tempat-tempat seperti ini sering menjadi target konspirasi. Pikirannya langsung terfokus ketika mereka menaiki lift menuju ruang rapat di lantai 30.
Sesampainya di ruangan rapat, seorang pria bernama Andika sudah menunggu di sana. Ia adalah klien lama yang tampak sangat akrab dengan Tuan Anggara.
"Maaf menunggu lama Tuan Andika," ujar tuan Anggara datar.
"Tidak apa-apa, Tuan Anggara. Saya juga baru tiba disini, beberapa menit yang lalu," sahut tuan Andika.
"Oh, iya. Perkenalkan dia putriku," ujar tuan Anggara melirik ke arah Selvira.
Selvira mengangguk, sambil berjabat tangan. "Selama pagi, Tuan Andika," sapanya ramah.
Pria itu berjabat tangan dengan senyum lebar, namun intuisi tajam Vara menangkap ada sesuatu yang aneh.
Matanya tidak tersenyum, pikir Vara. Senyuman palsu, gestur tegang. Dia menyembunyikan sesuatu.
"Ayo kita masuk! Kita segera rapat!" ajak tuan Anggara saat melihat jam sudah lewat.
Ketiga orang dewasa itu masuk, diikuti oleh Vara. Kedua asisten dua orang itu mengikuti dengan berdiri di depan pintu.
Vara duduk di sudut ruangan, berpura-pura bermain boneka, tetapi matanya tidak pernah lepas dari gerak-gerik Andika.
Dalam rapat itu, pria tersebut mempresentasikan rencana kerja sama mereka, namun bagi Vara, detail-detail kecil lebih menarik perhatian.
"Papa keluar dulu, ada panggilan darurat, kamu tangani ini," bisik tuan Anggara pada Selvira.
Selvira mengangguk. "Baik Pa! Papa tenang saja," jawabnya yakin.
Tuan Anggara segera keluar dari ruang rapat untuk menerima telfon.
Ketika Selvira sibuk mendengarkan presentasi, Vara menyadari tangan Andika bergerak perlahan ke dalam tasnya.
Sesuatu yang mencurigakan mengintip dari dalam tas itu kilauan logam. Senjata.
Dia mata-mata! jerit Vara dalam hati.
Tanpa membuang waktu, ia memikirkan langkah cepat. Namun, tubuh kecilnya membatasi gerakannya. Ia melihat ke sekeliling, mencari sesuatu yang bisa ia gunakan.
Di atas meja rapat, terdapat beberapa alat tulis. Pensil mekanik yang ujungnya tajam menarik perhatian Vara.
Dengan kecepatan luar biasa, ia mengambil pensil tersebut, mengukur jarak dengan cepat, dan melemparkannya dengan akurasi sempurna.
Shut!
"Arrrghh!"
Andika berteriak kesakitan ketika pensil itu menancap di tangan kanannya, membuatnya menjatuhkan senjata yang hampir ia tarik keluar. Rapat mendadak kacau.
Tuan Anggara berlari masuk dengan wajah panik. “Ada apa ini?" tanyanya.
"Glandpa, dia mau menyakiti, Mama!" sahut Vara dengan wajah dingin.
"Tidak ... aku ..."
Andika mencoba beralasan, tetapi pengawal perusahaan segera masuk dan menangkapnya.
"Tidak! Lepaskan saya!" teriak Andika memberontak.
Beberapa pengawal lain segera memeriksa tas yang dibawa Andika, ternyata di dalamnya ada pistol dan juga sebuah pisau.
"Lepaskan aku keparat!" teriak Andika saat digiring keluar.
Selvira memeluk Vara dengan panik. “Sayang, apa yang kamu lakukan?!”
Sebenarnya Selvira juga merasa terguncang, dia tak memikirkan keselamatannya. Hanya saja, dia memikirkan sang putri.
Vara tersenyum kecil, tampak tidak bersalah. “Dia mau menyakiti Mama. Vala cuma mau bantu.”
Setelah situasi kembali terkendali, Tuan Anggara meminta penjelasan. “Vara, bagaimana kau tahu, sayang?”
Vara berpura-pura malu. “Aku lihat Om itu aneh, Glandpa. Tangannya macuk tas telus. Aku kila dia mau mengelualkan cecuatu yang nggak baik.”
Selvira menatap putrinya dengan bingung, tetapi juga bangga. “Anak sekecil ini bisa berpikir sejauh itu?" gumamnya tak percaya.
Tuan Anggara terdiam sesaat, menatap cucunya dengan pandangan penuh arti. “Vara, kau luar biasa. Kau menyelamatkan hidup, Mama mu hari ini.”
Asisten tuan Anggara bahkan, menatap cucu sang majikan dengan tatapan kagum. Dia tak menyangka jika bocah sekecil itu bisa mendeteksi adanya bahaya.
"Aldo! Jangan bocorkan hal ini keluar! Aku tidak ingin ada yang tahu kemampuan, Vara!" peringat tuan Anggara tidak main-main.
Aldo, pria paruh baya mengangguk. "Saya mengerti, Tuan!"
Jika pihak musuh tahu, mereka akan mengincar Vara. Tapi meski begitu, Vara tidak akan mudah untuk ditangkap.