Aku di kenal sebagai gadis tomboy di lingkunganku. Dengan penampilanku yang tidak ada feminimnya dan hobby ku layaknya seperti hobby para lelaki. Teman-teman ku juga kebanyakan lelaki. Aku tak banyak memiliki teman wanita. Hingga sering kali aku di anggap penyuka sesama jenis. Namun aku tidak perduli, semua itu hanya asumsi mereka, yang pasti aku wanita normal pada umumnya.
Dimana suatu hari aku bertemu dengan seorang wanita paruh baya, kami bertemu dalam suatu acara tanpa sengaja dan mengharuskan aku mengantarkannya untuk pulang. Dari pertemuan itu aku semakin dekat dengannya dan menganggap dia sebagai ibuku, apalagi aku tak lagi memiliki seorang ibu. Namun siapa sangka, dia berniat menjodohkan ku dengan putranya yang ternyata satu kampus dengan ku, dan kami beberapa kali bertemu namun tak banyak bicara.
Bagaimana kisah hidupku? yuk ikuti perjalanan hidupku.
Note: hanya karangan author ya, mohon dukungannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Musim_Salju, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21: Keputusan Hati Senja
Pagi itu, Aku duduk di kedai kopiku lebih awal dari biasanya. Tanganku memegang secangkir kopi hangat, tapi pikiranku melayang jauh. Pesan yang Aku kirimkan kepada Galaksi semalam membuat hatiku campur aduk. Aku tahu, pertemuan ini akan menentukan arah hubungan kami.
Aku teringat semua kenangan dengan Galaksi, dari awal kami bertemu, cara Galaksi selalu hadir dalam hidupku, hingga momen-momen kecil yang perlahan mengubah diriku. Tapi, Aku juga tak bisa melupakan rasa sakit yang timbul dari kesalahpahaman itu, meskipun tahu di dalam hati, Galaksi tidak sepenuhnya bersalah.
Pintu kafe berbunyi, dan Galaksi masuk. Seperti biasa, dia mengenakan kemeja kasual dan celana jeans. Wajahnya terlihat lebih serius dari biasanya, seolah-olah dia tahu bahwa pertemuan ini sangat penting.
“Senja,” sapa Galaksi, suaranya pelan namun terdengar tegas.
Aku mengangguk, menunjuk kursi di depanku. Galaksi duduk, tapi tak langsung berbicara. Dia menatap diriku, mencari isyarat apa pun di wajah diriku.
“Kamu bilang kita harus bicara,” kata Galaksi akhirnya.
Aku menghela napas panjang, meletakkan cangkirku. “Aku udah lama mikir soal kita, Galaksi. Tentang apa yang Ummi harapkan, tentang perasaan aku, dan semua hal yang terjadi.”
Galaksi mendengarkan dengan seksama, tidak ingin memotong.
“Jujur, aku sempat nggak yakin. Aku takut semua ini terlalu cepat, dan aku nggak siap untuk berubah.” Aku menatap Galaksi dengan mata yang penuh keraguan. “Tapi aku nggak bisa menyangkal kalau kamu adalah orang yang selalu ada buat aku.”
“Senja,” kata Galaksi, nadanya penuh emosi. “Aku nggak pernah maksa kamu buat berubah. Aku cuma mau kamu jadi diri kamu sendiri. Kalau aku pernah bikin kamu sakit hati, aku minta maaf. Tapi aku nggak akan berhenti berjuang buat kamu percaya lagi sama aku.”
Aku terdiam, menelan ludah. Kata-kata Galaksi selalu berhasil menyentuh sisi rapuh dalam diriku yang jarang Aku perlihatkan.
“Tapi Galaksi,” kataku pelan. “Aku nggak mau kita terburu-buru. Aku butuh waktu buat benar-benar yakin, nggak cuma sama kamu, tapi juga sama diriku sendiri.”
Galaksi mengangguk. “Aku ngerti, dan aku akan kasih kamu waktu. Tapi satu hal yang harus kamu tahu, aku nggak akan pernah menyerah.”
Kehidupan di Kampus
Hari-hari berikutnya, hubungan kami tetap menggantung. Aku masih berusaha mencari jawaban atas kebimbanganku, sementara Galaksi terus menunjukkan perhatian tanpa memaksa.
Namun, Maya belum menyerah. Gadis itu semakin bar-bar dalam menunjukkan perasaannya pada Galaksi, meski dia tahu Galaksi tidak tertarik.
Suatu hari, saat jam makan siang, Maya menghampiri Galaksi yang sedang duduk sendirian di kantin.
“Galaksi, aku bawa makanan. Aku tahu kamu sibuk, jadi aku pikir kamu belum sempat makan,” kata Maya sambil meletakkan kotak makan di meja.
Galaksi menatap Maya dengan alis terangkat. “Maya, aku nggak butuh ini. Terima kasih, tapi tolong jangan repot-repot lagi.”
“Tapi aku cuma mau kasih ini,” jawab Maya, berusaha terlihat tulus.
“Aku udah bilang, aku nggak butuh. Dan aku nggak suka kamu terlalu ikut campur dalam hidupku,” kata Galaksi tegas.
Maya menggertakkan giginya, tapi tidak mengatakan apa-apa lagi. Dia pergi dengan wajah yang penuh amarah.
Senja dan Dinding Hatinya
Di sisi lain, Aku semakin sering memikirkan Galaksi. Aku tidak bisa mengabaikan usaha lelaki itu untuk mendekatiku, meskipun Aku tahu diriku bukan gadis yang mudah.
Aku teringat percakapanku dengan Ummi Ratna beberapa waktu lalu. Wanita paruh baya itu selalu menyambutku dengan kasih sayang, seperti seorang ibu kandung.
“Senja, hidup itu nggak akan pernah sempurna. Kamu cuma perlu percaya bahwa Allah punya rencana terbaik buat kamu,” kata Ummi saat itu.
Kata-kata itu terus terngiang di kepalaku, terutama saat Aku merasa ragu.
Galaksi dan Kejutan Konyolnya
Malam itu, Galaksi memutuskan untuk melakukan sesuatu yang mungkin bisa membuat Aku tersenyum lagi. Dia tahu Aku suka hal-hal sederhana, jadi dia memutuskan untuk membuat sesuatu dengan tangannya sendiri.
Dia membeli kertas warna-warni dan mulai membuat origami berbentuk burung. Dia ingat Aku pernah bilang kalau Aku suka melihat burung terbang bebas di langit.
Paginya, dia datang ke kafeku dengan membawa sekotak origami.
“Apa ini?” tanyaku, menatap kotak itu dengan bingung.
“Buka aja,” jawab Galaksi sambil tersenyum.
Aku membuka kotak itu dan menemukan puluhan burung origami dengan berbagai warna. Di salah satu burung, ada tulisan kecil: “Terbanglah setinggi mungkin, tapi jangan lupa pulang.”
“Ini... buat aku?” tanyaku, suaraku sedikit bergetar.
“Iya,” jawab Galaksi. “Aku cuma mau kamu tahu, aku nggak akan pernah berhenti mendukung kamu, apa pun keputusan kamu.”
Aku tersenyum kecil, meskipun hatiku masih diliputi keraguan.
Maya dan Ujiannya
Namun, cobaan belum berakhir. Beberapa hari kemudian, Maya kembali membuat ulah kembali. Dia datang kembali ke kafe milikku, dengan wajah penuh emosi.
“Senja, aku mau bicara!” katanya dengan nada tinggi.
Aku yang sedang melayani pelanggan menatap Maya dengan tatapan dingin. “Kalau kamu cuma mau bikin drama, mending kamu pergi.”
“Aku nggak bisa diam aja melihat kamu terus-terusan mengganggu Galaksi! Dia nggak pantas buat kamu!” kata Maya keras.
Aku mengepalkan tangan, berusaha menahan emosiku. Tapi sebelum Aku sempat menjawab, Galaksi muncul dari pintu kedai.
“Maya, cukup!” katanya dengan nada tajam.
Maya terkejut, tapi tidak mundur. “Galaksi, kamu nggak lihat apa yang dia lakukan? Dia nggak pantas buat kamu!”
“Dan kamu pikir kamu pantas?” jawab Galaksi dingin. “Maya, aku udah bilang berkali-kali, aku cuma suka Senja. Jadi tolong berhenti ganggu hidup kami.”
Maya terdiam, wajahnya memerah karena malu. Dia akhirnya pergi tanpa mengatakan apa-apa lagi.
Malam itu, Aku duduk sendirian di apartemenku, memandangi kotak origami dari Galaksi. Aku tahu, lelaki itu benar-benar serius dengan perasaannya.
Aku mengambil ponselku dan mengetik pesan singkat.
“Galaksi, aku siap bicara. Besok temui aku di kedai.”
Galaksi yang menerima pesan itu langsung tersenyum lega. Dia tahu, ini adalah kesempatan terakhir untuk membuktikan perasaannya kepadaku.
Keesokan harinya, kami bertemu di kedai. Aku menatap Galaksi dengan mata yang penuh keyakinan.
“Aku udah mikir panjang,” kataku pelan. “Dan aku sadar, aku nggak mau kehilangan kamu.”
Galaksi tersenyum, matanya berbinar. “Jadi?”
Aku mengangguk. “Aku siap. Aku mau kita menikah.”
Galaksi merasa seolah dunia berhenti sejenak. Ini adalah momen yang dia tunggu-tunggu selama ini.
“Terima kasih, Senja,” katanya, suaranya penuh emosi. “Aku janji, aku nggak akan pernah bikin kamu menyesal.”
Malam itu, Aku dan Galaksi memberi tahu Ummi Ratna tentang keputusan kami. Ummi Ratna menangis haru, bersyukur atas jawaban doa-doanya.
“Ummi tahu, kalian memang ditakdirkan bersama,” kata Ummi sambil memeluk diriku.
Perjalanan kami menuju pernikahan mungkin baru saja dimulai, tapi kami tahu, dengan cinta dan kepercayaan, kami bisa menghadapi apa pun yang datang.
To Be Continued...
apa yg dikatakan Senja benar, Galaksi. jika mmg hanya Senja di hatimu, tidak seharusnya memberi Maya ruang dalam hidupmu. padahal kamu tahu betul, Maya jatuh hati padamu.
Tidak bisa menjaga hati Senja, berarti kesempatan lelaki lain menjaganya. jangan menyesal ketika itu terjadi, Galaksi