"Ayah, kenapa Ayah merahasiakan ini semua padaku Yah?" Tanya Alesha yang harus menelan pil pahit saat mengetahui kebenaran tentang dirinya, kebenaran bahwa Ia adalah anak hasil dari pemerkosaan yang di alami oleh ibunya.
"Nak, kamu anak Ayah, apapun yang terjadi, kamu tetap anak Ayah." Ucap Pak Damar dengan air mata yang mulai membasahi pipinya.
"Tidak Yah, aku benci Ayah. Aku benci pada diriku sendiri yah." Ucap Alesha sembari memukuli tubuhnya sendiri.
"Jangan lakukan itu Nak, kamu Anak Ayah, sampai kapanpun kamu anak Ayah." Ucap Damar sembari memegangi tangan Alesha agar tak memukuli tubuhnya lagi.
Melihat anak yang begitu Ia sayangi seperti ini membuat hati Damar begitu hancur.
"Atau jangan jangan Ibu terkena gangguan jiwa karena aku Yah, karena Ibu hamil anak dari para bajing*n itu Yah." Tebaknya karena semua orang bilang Ibunya gila semenjak melahirkannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rahma Banilla, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Aku benci anak ini
..."Damar angkat dong, istrimu membuat aku panik Damar." Ucap Kevin sembari mondar mandir di depan Ajeng yang sedang duduk....
..."Arrrggghhhh, sakit."Tiba Tiba Ajeng merintih kesakitan sembari memegangi perutnya....
...Seketika kevin panik, terlebih saat kevin melihat cairan bening mengalir di kaki Ajeng, ya tiba tiba saja air ketuban Ajeng pecah, tanpa pikir panjang kevin segera mengambil mobilnya untuk membawa Ajeng ke rumah sakit....
...***...
Sementara di perusahaan Adhitama, Damar baru saja keluar dari ruang Meeting, Damar berjalan menuju ruangannya, Damar membuka pintu ruang kerjanya dan hendak masuk, namun langkahnya terhenti saat seseorang memanggilnya.
"Damar." Teriak orang itu.
Damar menoleh ke sumber suara dan terkejut saat melihat Aditya, salah satu sahabatnya yang juga tergabung dalam grup Shadow light tengah berjalan menghampirinya.
"Adit, ini beneran kamu?" tanya Damar tak percaya, pasalnya sudah beberapa tahun ini Aditya bertugas diluar pulau Jawa sebagai dokter.
"Ya ini aku, memang siapa lagi." sahutnya.
"MashaAllah, kamu semakin gagah saja, aku sampe pangling, tapi kok ngga bilang kalau sudah pulang ke Jakarta?" Tanya Damar.
"Kalau bilang kan aku bisa kasih tau yang lain buat ketemuan, udah lama kita ngga ngumpul bareng kan." Sambung Damar.
"Iya aku pulang juga mendadak karena dapat tugas dari atasan, tapi Alhamdulillah tugas udah selesai, sekarang lagi pengen jalan jalan aja sebelum terbang lagi ke kalimantan." Jawab Aditya.
"Kita ngopi di tempat biasa Yuk?" ajak Aditya.
"Oke, tapi tunggu, aku akan kasih tau yang lainnya, biar kita bisa ngumpul lagi." Ucap Damar segera mengambil ponselnya.
Namun Damar sedikit mengerutkan keningnya saat melihat ada beberapa panggilan tak terjawab dari Kevin.
"Ada apa Dam?" Tanya Aditya heran.
"Sebentar, ini Kevin ternyata dari tadi hubungi aku." Jawab Damar lalu segera menghubungi Kevin.
***
"Arrrggghhh, Sakit." Teriak Ajeng sembari terus memegangi perutnya. keringat dingin sudah membasahi seluruh tubuhnya.
"Aduhh aku harus bagaimana ini? Ajeng kamu yang sabar ya? Sebentar lagi kita sampai rumah sakit." Bingungnya dan hanya bisa meminta Ajeng untuk bersabar.
Drettt Drettt Drettt.
Ditengah kebingungannya, ponsel kevin berbunyi, kevin segera merogoh saku celana untuk mengambil ponselnya.
"Damar." Lirihnya saat melihat nama yang menghubunginya adalah orang yang sedari tadi sangat sulit di hubungi.
"Damar, kamu darimana saja?" Tanya Kevin setelah menggeser tombol hijau.
"Maaf tadi aku sedang meeting, Ada apa Vin?" Tanya Damar.
"Arrggghhhhh, Sakit." Rintih Ajeng lagi yang kali ini terdengar oleh Damar.
"Vin, itu suara siapa? Kok seperti suara Ajeng?" Tanya Damar.
"Iya emang suara Ajeng, tadi aku telpon kamu mau ngasih tau kondisi Ajeng, sebentar lagi aku sampai rumah sakit Padma Indah, kamu cepat menyusul ya, aku bingung harus bagaimana? Istri kamu sepertinya mau melahirkan tadi air ketuban nya udah pecah." Jawab Kevin.
"Apa? oke oke aku kesana sekarang." Ucap Damar yang segera menutup sambungan telponnya.
"Ada apa Dam?" Tanya Aditya heran saat melihat raut wajah Damar yang berubah panik.
"Ajeng istriku mau melahirkan, dia sedang di bawa kevin ke rumah sakit." Jawab Damar sembari memasukan ponselnya ke saku celana.
"Kok bisa Kevin yang membawa istri kamu Dam?" heran Aditya.
"Mungkin kebetulan Kevin melihat Ajeng, soalnya kontrakan yang aku tempati bersama Ajeng itu berdekatan dengan Caffe milik Kevin." Jawab Damar.
"Aku harus ke rumah sakit sekarang, kamu mau ikut atau..."
"Aku ikut Dam." Jawab Aditya.
"Oke." Sahut Damar lalu keduanya berjalan menuju parkiran Mobil.
Sesampainya di parkiran, Damar mencari kunci mobil di saku celananya namun dia tidak menemukannya.
"Pakai mobil aku aja Dam, dan biar aku yang mengemudikan nya, kamu pasti sangat cemas sama istri kamu." ucap Aditya saat melihat tubuh Damar bahkan sampai bergetar.
"Iya Dit, terimakasih." Ucap Damar kemudian mereka segera naik ke mobil Aditya.
***
Mobil kevin berhenti tepat di depan rumah sakit Padma Indah, kevin segera keluar dari mobil dan meminta perawat yang berjaga di depan UGD untuk membantunya.
"Mas, tolong ada yang mau melahirkan." teriaknya.
Seorang perawat laki-laki mengambil brangkar yang berada di ruang UGD lalu segera mendorongnya mendekat ke mobil di bantu oleh dua perawat perempuan.
Kevin memindahkan tubuh Ajeng dari mobil ke Brangkar lalu ketiga perawat itu segera mendorongnya menuju ruang tindakan.
"Apa Bapak suaminya?" Tanya salah satu perawat saat Ajeng sudah masuk ke dalam ruang tindakan.
"Bukan Mas, saya saudaranya." Jawab Kevin.
"Kemana suaminya Pak?" tanya Perawat itu.
"Sedang dalam perjalanan Mas, tadi sudah saya hubungi." jawab Kevin.
"Oh baik Pak." Sahut perawat itu lalu segera masuk ke ruang tindakan.
Kevin menunggu di depan ruang tindakan sembari mondar mandir disana, dia sangat mengkhawatirkan kondisi Ajeng, terlebih Damar belum juga datang.
"Kevin." Teriak Damar saat melihat Kevin.
"Alhamdulillah, akhirnya kamu datang juga Damar." Ucap Kevin lega karena Damar sudah sampai.
"Ajeng dimana Vin?" Tanya Damar cemas.
"Ada di dalam, sedang di periksa dokter." Jawab Kevin.
Damar segera mendekat ke arah ruang tindakan dan berdiri di depan pintu, menunggu seorang dokter keluar dari sana.
"Apa kabar Vin?" Tanya Aditya kemudian, Kevin sedikit terkejut karena tidak menyadari adanya Aditya disampingnya karena saking paniknya.
"Loh, Aditya?" Kaget Kevin.
"MashaAllah, kok kamu bisa sama Damar?" Tanya kevin.
"Iya tadi aku sengaja mampir ke perusahaannya Damar, niatnya mau ngajak ngopi tapi malah ada kabar istrinya mau melahirkan, jadi ya kita langsung kesini." Jawab Aditya.
"Bagaimana istri saya dok? Apa benar dia akan melahirkan?" Tanya Damar saat seorang dokter membuka pintu ruang tindakan.
"Iya Pak, Istri anda akan melahirkan, saat ini sudah pembukaan tiga." Jawab dokter.
"Apa saya boleh menemani istri saya dok?" Tanya Damar.
"Silahkan Pak, saya permisi." Jawab sang dokter segera berlalu.
"Kevin, Adit saya masuk ke dalam dulu." Izin Damar lalu segera masuk ke ruang tindakan setelah mendapat anggukan dari kevin dan Aditya.
"Sayang." Panggil Damar mendekati sang istri yang masih merintih kesakitan.
"Mas.. Arrrgghhh." Rintihan kesakitan kembali keluar dari mulut Ajeng, membuat Damar tak kuasa menahan tangisnya.
"Iya sayang, aku sudah ada disini, kamu yang kuat ya?" Ucap Damar sembari menciumi lengan sang istri.
"Kamu pergi saja Mas." Usir Ajeng saat tidak ada kontraksi.
"Kenapa sayang? Aku ingin menemani kamu, kita akan menyambut kelahiran anak kita." Tolak Damar.
"Ngga Mas ini bukan anak kamu, lebih baik kamu pergi Mas." Ucap Ajeng yang kembali mengusir Damar.
"Ngga sayang, aku ngga akan pergi, aku ingin menemani kamu." Kekeh Damar.
"Arrgghhhh, sakit sekali." Teriak Ajeng.
Damar segera mengusap punggung Ajeng, berusaha mengurangi rasa sakit yang di rasakan Ajeng sembari membaca doa di ubun ubun Ajeng.
"Aku benci, aku benci anak ini, aku benci." Teriak Ajeng sembari memukuli perutnya saat kontraksi kembali hilang.
"Astagfirullah, apa yang kamu lakukan sayang, kamu jangan seperti ini." Ucap Damar menahan tangan Ajeng yang terus memukuli perutnya.
"Aku ngga mau melahirkan anak hasil pemerkosaan Mas, aku benci anak ini, harusnya dulu aku gugurkan saja." Teriak Ajeng Frustasi.
"Astagfirullah, sayang ini anak kita, kamu jangan bicara seperti itu, istigfar sayang. Istigfar" Ucap Damar kembali mencoba menenangkan Ajeng.
"Ngga mas, ini bukan anak kita, aku ngga mau anak ini lahir." Namun entah kenapa Ajeng terus saja histeris.
"Sayang, jangan bicara seperti itu, ini anak kita sayang. Sampai kapanpun ini anak kita." Ucap Damar memeluk Ajeng.
"Apa yang terjadi sama kamu sayang, tadi pagi kamu baik baik saja, kenapa sekarang kamu seperti ini." Batin Damar bingung.