Dokter Heni Widyastuti, janda tanpa anak sudah bertekad menutup hati dari yang namanya cinta. Pergi ke tapal batas berniat menghabiskan sisa hidupnya untuk mengabdi pada Bumi Pertiwi. Namun takdir berkata lain.
Bertemu seorang komandan batalyon Mayor Seno Pradipta Pamungkas yang antipati pada wanita dan cinta. Luka masa lalu atas perselingkuhan mantan istri dengan komandannya sendiri, membuat hatinya beku laksana es di kutub. Ayah dari dua anak tersebut tak menyangka pertemuan keduanya dengan Dokter Heni justru membawa mereka menjadi sepasang suami istri.
Aku terluka kembali karena cinta. Aku berusaha mencintainya sederas hujan namun dia memilih berteduh untuk menghindar~Dokter Heni.
Bagiku pertemuan denganmu bukanlah sebuah kesalahan tapi anugerah. Awalnya aku tak berharap cinta dan kamu hadir dalam hidupku. Tapi sekarang, kamu adalah orang yang tidak ku harapkan pergi. Aku mohon, jangan tinggalkan aku dan anak-anak. Kami sangat membutuhkanmu~Mayor Seno.
Bagian dari Novel: Bening
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Safira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6 - Kuasa Putri Mahkota Menyala
Menjelaskan perihal orang dewasa pada anak seusia Aya tidaklah mudah. Terlebih dengan problematika kelam di masa lalu dalam biduk rumah tangga Mayor Seno dengan Manda.
"Aya, pulang sekolah apa tidak lupa sesuatu? Main peluk Dokter Heni," ucap Mayor Seno yang sengaja mengalihkan perhatian Aya.
Selain itu, menegakkan kedisiplinan dan tatanan serta aturan dalam keluarga kecilnya itu sebuah harga mutlak dan tak bisa ditawar. Namun tak dapat dipungkiri terselip rasa cemburu tak kasat mata yang belum diakuinya karena Aya memanggil seorang wanita yang baru saja masuk dalam kehidupannya begitu cepat dengan sebutan "Bunda". Oh, rasanya tak rela secepat ini putri kesayangannya yang selalu menjadi pelipur lara hatinya selama ini mendadak beralih perhatian pada orang lain. Terlebih sosok itu seorang wanita dewasa.
Seketika otak cerdas Aya pun berpikir. Lalu ia pun menyengir dan tertawa riang.
"Ups," ucap Aya seraya menutup mulutnya sendiri dengan salah satu telapak tangannya.
"Maaf, Papa. Aya lupa," cengir Aya yang tampak lucu nan menggemaskan.
Lalu ia pun melepaskan pelukannya pada Dokter Heni dan berjalan ke tempat duduk Papanya. Tangan mungilnya terulur untuk salim. Aya mencium tangan Papanya penuh takzim. Yang dibalas elusan lembut di kepala Aya oleh Mayor Seno. Tak lupa Mayor Seno pun mencium pipi kanan dan kiri Aya penuh cinta.
Setelah itu Aya kembali pada Dokter Heni dan juga melakukan hal yang sama yakni mencium tangan Dokter Heni penuh takzim. Yang dibalas pelukan hangat oleh Dokter Heni.
"Aya boleh panggil Dokter Heni dengan sebutan Bunda. Karena mulai hari ini Dokter Heni akan tinggal di rumah kita sebagai Bundanya Aya," ucap Mayor Seno berusaha menjelaskan sesederhana mungkin pada putri bungsunya agar cepat mengerti.
"Jadi, Papa dan Bunda sudah menikah seperti Papa dan Mama Nara?" tanya Aya.
Nara yakni salah satu teman sekolah Aya di mana ayah kandungnya meninggal sudah lama dan baru-baru ini ibu kandung Nara menikah lagi. Mayor Seno kala itu diundang ke acara pernikahan tersebut dan hadir bersama Aya.
"Iya," jawab Mayor Seno singkat.
Tak lama bibir mungil Aya mengerucut.
"Kalau Papa dan Bunda sudah menikah kayak orang tua Nara, kok enggak undang-undang Aya? Kan Aya pengin pakai gaun cantik terus makan es krim dan puding,"
Mayor Seno memijat pelipisnya yang mendadak pusing mendengar celotehan serta pertanyaan putrinya yang memang selalu ingin tahu dan terbilang cerdas. Dokter Heni yang memahami situasi pun akhirnya bersuara dan mengambil alih.
"Aya, sayang. Maafkan Papa dan Bunda kalau enggak merayakan acara pernikahan seperti orang tua Nara. Lebih baik uang Papa ditabung buat sekolah Aya dan Kak Aldo sampai setinggi langit. Tapi kalau soal puding, nanti Bunda buatkan yang spesial buat Aya. Es krimnya kita beli dekat sini. Terus jadi puding dengan toping es krim yang enak. Aya mau?"
"Mau. Aya mau, Bunda. Mau !!" teriak Aya antusias seraya menganggukkan kepalanya dan memeluk Dokter Heni.
"Nah, ayo sekarang anak pinter harus ganti baju dulu sepulang sekolah. Bau acem nih," ledek Dokter Heni sengaja sambil menutup hidungnya setelah mengendus tubuh Aya. Walaupun Dokter Heni juga ingin menerapkan disiplin pada Aya setelah pulang sekolah apa saja yang wajib dilakukan.
Senyum terus terpancar di wajah Dokter Heni untuk seorang Aya. Bocah cantik nan spesial yang menarik perhatiannya sejak awal bertemu. Kini nama itu tanpa sadar mulai bertumbuh cinta di hatinya yang telah lama mendambakan kehadiran seorang anak.
"Ayo Bunda, ikut Aya ke kamar. Nanti Bunda bacakan dongeng buat Aya terus bobonya sama Aya ya. Aku pengin bobo dipeluk Bunda pokoknya," pinta Aya seraya menggandeng tangan Dokter Heni untuk berdiri dan berjalan menuju kamarnya.
Dokter Heni pun memberi kode dengan mata pada Mayor Seno bahwa ia akan masuk ke kamar putrinya. Mayor Seno ikut berdiri. Dirinya tak mempermasalahkan hal itu. Ia juga ingin masuk ke dalam kamarnya sendiri guna istirahat. Pernikahan serba mendadak dengan Dokter Heni ditambah kejutan dari Aya yang ternyata telah mengenal istri barunya ini, seketika membuat kepalanya pusing dan butuh diistirahatkan sejenak.
Namun Aya melihat respon yang berbeda saat Papanya berdiri.
"Eitss, Papa mau ngapain? Ikut bobo sama Aya dan Bunda di kamar?"
Gubrakk...
Dokter Heni mendadak tersenyum tipis dan hatinya tertawa di dalam sana. Jangan ditanya raut wajah Mayor Seno saat ini seakan dituduh oleh putri bungsunya sendiri sebuah tuduhan yang tidak mungkin dilakukannya.
"Papa bobo di kamar sendiri. Kasur Papa kan besar. Kalau di kamar Aya kan kasurnya lebih kecil. Enggak cukup kalau buat bobo bertiga. Lagi pula Papa udah gede. Enggak wajib ditemenin sama Bunda kalau mau tidur. Kayak anak kecil saja," ucap Aya yang memang ceplas-ceplos.
Dokter Heni sampai menutup mulutnya sendiri dengan telapak tangannya. Ia tertawa kecil namun dengan suara tertahan. Mayor Seno melihat hal itu lalu menatapnya tajam.
"Ayo, Bunda. Aku sudah ngantuk. Mau bobo siang," ucap Aya seraya menggandeng tangan Dokter Heni.
"Kamu masuk dulu di kamar ya, sayang. Bunda sebentar lagi menyusul. Oke?" ucap Dokter Heni.
"Oke, Bunda." Aya pun berjalan masuk ke dalam kamarnya dengan riang gembira. Meninggalkan Dokter Heni dan Mayor Seno yang tengah berdiri di ruang tamu.
Dokter Heni pun membawa tasnya. Sebelum berjalan menuju ke kamar Aya, ia pun berbisik lirih dekat Mayor Seno.
"Sepertinya acara malam pertama kita tertunda dulu, komandan. Putri mahkota ingin dininabobokan dulu sama Bundanya. Mungkin ini hukuman buat komandan yang enggak mau tolongin istrinya bawain tentengan tasnya tadi di jalan. Langsung dijabah sama Tuhan, doa istri yang teraniaya."
Mayor Seno seketika menatapnya tajam. Ia sama sekali hanya bermaksud menggoda Dokter Heni perihal malam pertama, bukan menginginkannya. Ingin bersuara namun Dokter Heni keburu mendahuluinya.
"Jangan cemberut gitu dong. Oh ya, tolong komandan ninabobokan ular megalodon di bawah sana biar enggak berontak nanti malam. Lagi pula sepertinya palang merahku juga mau datang. Jadi puasa dulu ya, Pak Komandan yang tampannya se-kecamatan."
Seketika Mayor Seno semakin melotot tajam padanya. Dokter Heni hanya membalasnya dengan senyuman lalu berjalan cepat untuk masuk ke dalam kamar Aya sebelum singa jantan mengamuk.
"Benar-benar sial! Kenapa Aya sampai lengket begitu sama dia? Dikasih lem apa sih? Padahal biasanya Aya paling susah dekat sama orang asing," batin Mayor Seno menggerutu sebal.
Bersambung...
🍁🍁🍁
eh salah hamil maksudnya