Pandemi korona, tidak mengubah apapun dari hidup Niki Arsenio. Ia tetap tidak punya pacar. Boro-boro pacaran, punya teman saja tidak. Salahnya, karena lebih banyak menghabiskan waktu dengan bermain game alih-alih bergaul dengan anak-anak sebaya.
Sampai suatu ketika, Niki terperangkap oleh kecerobohannya sendiri. Akibat mengabaikan tugas sekolah, ia terpaksa menjadi pacar untuk tiga orang cewek sekaligus!
Bagaimana mungkin? Cewek? Mau jadi pacarnya? Udah gitu tiga orang pula!?
Dengan channel youtube yang harus diurus dan UAS yang sudah di depan mata, nggak ada waktu untuk Niki berpikir.
Demi membuktikan diri dan mempertahankan password WiFi, Niki pun harus berjibaku dengan plot klise seperti di anime-anime komedi romantis. Mampukah Niki melakukannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon pisanksalto, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
The Administrator (Part 1)
"A-aku nggak selingkuh!" Aku bergeser, menutupi telinga yang entah kenapa terasa dingin. "Beneran. Cuma lihat status doang, kok! Nih, aku lihat statusmu. Aesthetics. Bikin laper yang lihat. Hmm. Yummy~"
Ferra duduk ke tempat semula. Mengambil pisau kue. "Aku percaya sama kamu, Niki. Pake banget." Lalu, menusukkannya ke lingkaran kue yang masih utuh secara bertubi. Mencincang kue cantik dengan topping ceri itu hingga nggak berbentuk. "Jadi, jangan kecewakan aku, ya. Pacaranlah dengan serius."
"B-baik," kataku, merinding. Ferra mengangguk puas dan kembali memainkan smartphone-nya. Aku lanjut mengerjakan tugas. Sebenarnya, aku bisa saja menyelesaikan tugas Kimia ini dengan cepat asal soal dan semua jawaban pilihan gandanya nggak perlu ditulis. Langsung jawaban. Misal jawabannya "A", udah, tulis aja gitu "A" di buku. Walaupun begitu, bukan berarti jawabanku ngasal, ya. Malahan, soal-soal Kimia ini sangat mudah jika kamu tahu trik ngerjainnya. Brainly.
Smartphone-ku bergetar. Satu dibungkam, yang satunya lagi teriak. Ada pesan masuk di grup Kelompok 7 Wawancara B.Indo. Aku berdecak. Sekarang apa?
Anda bukan admin lagi.
Ferra mengubah deskripsi grup. Ketuk untuk melihat.
Hasil diskusi 30 November (Revisi):
Hukuman untuk Niki tetap dilaksanakan.
Tempat dan waktu pelaksaan:
Rumah Ferra: 1 Desember.
Rumah Sheina: 2 Desember.
Rumah Arini: 3 Desember.
*Apabila ingin mengganti jadwal mohon beritahu admin terlebih dahulu.
*Niki nggak boleh komplen.
*Semangat semuanya!!!
#stayhealthy #stayathome #staysafe
NB: Kalo Niki nggak serius menjalani hukumannnya, hukuman harus diulang.
Seketika aku menggeprak meja. "Ini pemerasan!"
Ferra terperanjat. Mungkin nggak menduga dengan reaksiku yang berlebihan. "Duh, Niki, jangan kasar-kasar. Berantakan, nih, jadinya," protesnya, sembari merapikan piring kue yang bergeser.
Persetan dengan kerapihan, aku nggak terima. "Kamu nggak bisa gitu, Ferra!"
"Aku bisa. Karena aku adminnya. Bukan kamu."
"Bukan. Aku nggak peduli tentang admin, tapi ... diulang? Kenapa?"
"Tentu saja, bukan? Biar kamu menjalani hukumannya dengan serius. Nggak main-main kayak tadi."
"Aku nggak main-main!" sengitku.
"Masa? Kulihat kamu dari tadi main game terus."
Memangnya kenapa kalo main game? Sejak awal saja hubungan ini sudah nggak jelas. Bagaimana mungkin aku bisa serius?!
"Kamu benar. Tapi kamu juga sibuk main medsos, kan? Sama aja, dong!" tudingku.
"Kamu kira aku di medsos cuma main-main?" Ferra menatapku sengit. Matanya mulai berkaca-kaca. Hold up. "Tau, nggak?"
"Nggak," potongku cepat.
Ferra mendelik. "Aku, tuh sibuk nge-tag kamu di-IG, FB, Twitter, tauk! Dan kamu bukannya nge-retweet cuitan aku kok malah sibuk liatin status WA cewek lain? Kamu itu pacarku atau bukan, sih?!" Aku terdiam. Bingung harus menjawab apa. "Niki, jawab!" desak Ferra.
"Iya. Aku pacarmu."
Jawaban paling aman yang saat itu bisa kupikirkan.
"Lantas?"
"Aku harus ikuti apapun yang kamu katakan."
Ferra tersenyum. "Bagus, deh, kamu ngerti."
***
"Niki, pinjam tanganmu, dong," kata Ferra saat aku baru setengah jalan menulis soal kelima.
"Buat apaan? Aku lagi nulis, nih," sahutku, tetap fokus ke soal.
Seolah nggak peduli, tiba-tiba Ferra menarik tanganku. Saking kagetnya, pulpenku sampai lepas. Aku terbelalak melihat punggung tanganku yang sudah digenggam Ferra dengan posisi kedua tangan kami menempel meja.
"Jangan gerak," bisiknya, diiringi kilat cahaya yang keluar dari kamera ponsel.
Aku membeku. Untuk pertama kalinya aku memegang tangan cewek. Nggak juga, sih. Lebih tepatnya, tanganku yang dipegang. Sebab tangan Ferra yang di atas. Rasanya lembut. Hangat. Dan ... terlalu memalukan! Sontak kutarik tanganku agar lepas dari genggamannya. Keras. Nggak bisa lepas! Gimana, nih? Tanganku mulai keringetan.
"Ferra, udahan motonya? Aku mau nugas dulu," ucapku, setenang suasana di gazebo. Padahal pikiran panik karena nggak bisa mikir apa-apa lagi selain kelembutan tangan Ferra!
"Bentar lagi," Ferra mengangkat smartphone-nya lalu mulai berswafoto. Dengan tanganku.
"Tangan kiri aja, napa?"
"Nggak. Harus kanan."
Aku mengernyit. "Emang buat apaan, sih?"
"FYP. Mau ku-upload ke IG-ku."
"Harus, ya?"
"Iya dong, biar orang tahu aku udah punya pacar."
Sekali lagi, aku bertanya, "Emang harus, ya, orang tahu?"
"Kamu bisa diem, nggak, sih? Blur, kan, jadinya!" Ferra menghentak tanganku. Aku tersentak. Diam seribu bahasa. Nyaliku ciut. Apa-apaan tadi? Sekilas aku merasakan aura mengerikan di sekitar tubuh Ferra.