NovelToon NovelToon
Setelah 14 Tahun Berpisah

Setelah 14 Tahun Berpisah

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Cinta Murni
Popularitas:9.5k
Nilai: 5
Nama Author: Alfian Syafa

Alaish Karenina, wanita berusia dua puluh sembilan tahun itu belum juga menikah dan tidak pernah terlihat dekat dengan seorang laki-laki. Kabar beredar jika wanita yang akrab dipanggil Ala itu tidak menyukai laki-laki tapi perempuan.

Ala menepis semua kabar miring itu, membiarkannya berlalu begitu saja tanpa perlu klarifikasi. Bukan tanpa alasan Ala tidak membuka hatinya kepada siapapun.

Ada sesuatu yang membuat Ala sulit menjalin hubungan asmara kembali. Hatinya sudah mati, sampai lupa rasanya jatuh cinta.

Cinta pertama yang membuat Ala hancur berantakan. Namun, tetap berharap hadirnya kembali. Sosok Briliand Lie lah yang telah mengunci hati Ala hingga sulit terbuka oleh orang baru.

Akankah Alaish bisa bertemu kembali dengan Briliand Lie?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alfian Syafa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 21. Selesai

Brian benar-benar menepati janjinya kepada Ibu Maira. Siang ini, dia mendatangi rumah Maira sendirian untuk menyelesaikan masalah yang sedang terjadi. Semalam, Brian sudah mengirimkan pesan singkat kepada Maira, menyatakan bahwa dia memutuskan untuk membatalkan pernikahan mereka tanpa memberikan alasan yang jelas.

Brian tahu, percuma saja kalau dia menceritakan alasan sebenarnya. Orang tua Maira pasti tidak akan percaya. Mereka lebih memilih membela anaknya, terutama karena Maira adalah anak kesayangan yang selalu dimanja dan dituruti semua keinginannya.

Sikap itu juga tercermin dalam hubungan Maira dengan Brian. Maira selalu ingin semua permintaannya dipenuhi, dan jika tidak, dia akan bertingkah seperti anak kecil yang marah karena tidak mendapatkan apa yang diinginkannya. Masalah soal tato, misalnya. Hampir setiap hari Maira mempermasalahkan hal itu, membuat Brian merasa lelah dan jenuh.

Brian tidak menyukai sifat kekanakan Maira. Berkali-kali dia menasihati Maira bahwa tidak semua keinginan bisa dituruti begitu saja. Hidup memerlukan kompromi, tetapi Maira keras kepala. Dia tetap bertingkah seperti anak kecil, enggan bersikap dewasa meskipun pernikahan mereka sudah semakin dekat.

Begitu Brian tiba di rumah Maira, bahkan belum sempat turun dari motornya, Ibu Maira, Bu Tuti, langsung menyerangnya dengan amarah yang meluap-luap.

“Apa maksud kamu membatalkan pernikahan dengan anak saya? Kamu pikir ini permainan? Kalau nggak serius, kenapa kamu melamar anak saya kemarin?” seru Bu Tuti dengan nada tinggi.

Brian hanya bisa menghela napas panjang. Ia mematikan mesin motornya dan tetap duduk di atas motor. Sikap Bu Tuti benar-benar menguji kesabarannya. Setidaknya, pikir Brian, biarkan dia turun dari motor dulu, masuk ke dalam rumah, dan duduk di ruang tamu dengan segelas teh atau kopi. Barulah omelan dilayangkan. Tapi ini? Bahkan sebelum mesin motor mati, dia sudah kena semprot di halaman.

Di teras, Maira duduk dengan wajah sembap. Kedua matanya bengkak, jelas menunjukkan bahwa dia menangis semalam suntuk. Kini, tangisannya kembali pecah. Namun, Brian tak merasa iba. Tangisan itu tak lagi menyentuh hatinya. Baginya, Maira sudah memiliki seseorang yang menggantikannya. Untuk apa merasa kasihan?

“Kamu tahu nggak?” lanjut Bu Tuti, suaranya semakin tinggi. “Dua bulan lagi pernikahan kalian dilaksanakan! Mau ditaruh di mana muka saya kalau sampai batal? Alasan kamu nggak masuk akal sama sekali! Cuma karena Maira nggak mau hapus tato, kamu sampai membatalkan semuanya?”

Brian tetap diam. Dia menatap Bu Tuti dengan tenang, tapi hatinya dipenuhi campuran rasa lega dan frustasi. Dia tahu, keputusannya akan membawa masalah besar. Tapi dia juga sadar, keputusan ini adalah satu-satunya jalan untuk keluar dari hubungan yang tak lagi membuatnya bahagia.

Di sudut matanya, Brian menangkap Maira yang kembali terisak. Tangisan itu, dulu, mungkin bisa melembutkan hatinya. Tapi sekarang, hanya ada kehampaan. Brian tahu, ada hal-hal yang tidak bisa dipaksakan. Dan cintanya kepada Maira adalah salah satunya.

“Dasar laki-laki tidak tahu diri! Sudah bagus saya dan suami saya terima kamu seperti anak sendiri. Kalau bukan karena Maira memohon-mohon, kami nggak akan pernah setuju kamu jadi menantu! Kamu pikir siapa kamu? Banyak laki-laki kaya yang ngantri mau melamar Maira, tapi dia lebih memilih kamu! Dan ini balasan kamu? Mempermalukan kami seperti ini!” Bu Tuti terus meluapkan kemarahannya tanpa jeda, tak peduli meski suaranya menggema hingga tetangga mendengar.

Di teras, Maira semakin terisak. Kepalanya tertunduk, tangannya sibuk mengusap air mata yang tak berhenti mengalir. Tapi bagi Brian, tangisan itu kosong. Apa yang sebenarnya Maira tangisi, dia tak tahu, dan jujur saja, dia tak peduli. Kalau bukan menangis karena batal menikah, mungkin karena sesuatu yang lain—Brian bahkan sempat berpikir, mungkin Maira sedang bertengkar dengan pria yang menjadi penggantinya.

Brian tetap duduk di motornya, mendengarkan makian tanpa sekalipun menyela. Ia tahu, menjelaskan alasan sebenarnya hanya akan memanaskan suasana. Apalagi Bu Tuti sudah menyebut tato sebagai penyebabnya. Jelas, Maira sudah memutarbalikkan cerita. Biarlah. Nama Brian sudah tercoreng di mata keluarga ini, dan dia tidak keberatan. Yang penting, dia merasa lega telah memutuskan untuk membatalkan pernikahan ini.

Dia membayangkan, apa jadinya jika dia tetap menikahi Maira. Kehidupan mereka nanti akan dipenuhi tekanan, dan sekarang saja sifat asli keluarga ini sudah mulai terlihat. Bu Tuti jelas tidak menyukainya sejak awal. Semua ini hanya demi Maira, bukan karena keikhlasan menerima Brian sebagai bagian keluarga.

“Ada apa sih, Bu? Pagi-pagi sudah ribut!” Suara berat Pak Bejo terdengar dari dalam rumah. Laki-laki berkumis tebal itu keluar dengan wajah panik, sarungnya sedikit longgar.

“Itu, Pak! Calon mantu kurang ajar ini mau batalin nikah cuma gara-gara Maira suruh dia hapus tato!” Bu Tuti menjawab dengan nada meninggi, seolah seluruh dunia harus tahu masalah ini. “Maira bilang tato itu nama mantannya! Ini anak nggak cinta sama Maira, Pak! Dia cuma main-main! Tahu gitu, dulu kita terima lamaran juragan emas saja!”

Pak Bejo hanya bisa menggaruk kepala sambil menarik napas panjang. Namun, sebelum ia sempat berbicara, Bu Tuti beranjak ke samping rumah dengan langkah lebar.

“Mau apa kamu, Bu?” tanya Pak Bejo curiga.

“Mau aku sabet itu anak pakai sapu lidi!” Bu Tuti menjawab tanpa ragu.

Pak Bejo segera merapikan sarungnya, takut melorot kalau harus mengejar istrinya. Dengan langkah terburu-buru, dia menghadang Bu Tuti yang sudah menggenggam sapu lidi di tangannya. “Jangan aneh-aneh, Bu! Ini masih pagi! Kamu nggak malu sama tetangga? Mbok ya, ajak Brian masuk dulu, duduk, bicara baik-baik, selesaikan masalah ini dengan kepala dingin.”

Bu Tuti mendelik kesal, tapi akhirnya ia menyadari bahwa beberapa tetangga sudah berdiri di pagar, menonton drama pagi itu. Dengan mendengus, ia melempar sapu lidi sembarangan dan kembali masuk ke dalam rumah.

“Masuk!” seru Bu Tuti dengan nada tajam saat melewati Brian.

Nada suara itu membuat Brian tersenyum tipis. “Ikhlas nggak ikhlas,” gumamnya dalam hati. Namun, tanpa banyak bicara, ia turun dari motornya, melepas helm, dan melangkah masuk ke rumah. Dia duduk di sofa ruang tamu dengan santai, tangannya bersedekap. Wajahnya tenang, bahkan sedikit acuh. Brian tahu, dia tidak salah.

Pak Bejo berdiri di tengah ruangan, berusaha meredakan situasi. “Sudah, sudah. Kita bicarakan baik-baik. Semua masalah pasti ada jalan keluarnya,” katanya, mencoba bijak. Namun, Bu Tuti tetap berdiri dengan tangan di pinggang, tatapan matanya tajam menusuk Brian.

Maira, yang masih di teras, hanya menatap ke arah Brian dari kejauhan. Dia menunggu Brian mendekatinya. Namun, Brian tetap diam di tempat. Baginya, tidak sopan untuk langsung menghampiri tanpa dipersilakan. Keduanya hanya saling menatap dari kejauhan, seperti dua orang asing yang tidak tahu harus mulai dari mana.

Di tengah keheningan itu, Brian berpikir, Ini baru permulaan. Kalau begini saja mereka sudah seperti ini, apa yang akan terjadi kalau Brian benar-benar jadi bagian keluarga ini? Satu hal yang pasti, keputusannya untuk mundur adalah yang terbaik.

Brian duduk santai dengan posisi yang terkesan cool, tapi memang aslinya dia cool. Penampilannya hari ini semakin mendukung aura itu—kaos oblong hitam yang pas di tubuhnya, dipadukan dengan celana denim selutut. Gaya sederhana yang justru menonjolkan kegantengannya. Tak heran, Bu Lani, tetangga yang suka bergosip, sering memuji Brian habis-habisan. Katanya, Brian itu tipe laki-laki yang bikin perempuan nggak kuat kedip.

“Bapak dengar, Nak Brian,” suara Pak Bejo yang lembut memecah keheningan. “Katanya mau membatalkan pernikahan dengan Maira. Alasannya apa benar karena soal tato itu?”

Brian melirik Pak Bejo dengan tenang, sementara di sudut ruangan, Bu Tuti melipat tangan di dada, menatap Brian dengan pandangan sinis. Dari awal masuk saja, dia tidak diberi segelas air minum. Jelas-jelas tanda kebencian yang sudah mengakar.

Di sisi lain, Maira tak bisa mengalihkan pandangannya dari Brian. Di balik kesenduannya, dia terus mengagumi ketampanan laki-laki itu. Dalam hatinya, dia tahu Brian masih menjadi pusat dunianya, meski situasi ini semakin rumit.

“Bukan, Pak,” jawab Brian santai, tanpa meninggikan suara. “Lebih baik Bapak dan Ibu tanyakan langsung ke Maira. Apa penyebab sebenarnya pernikahan ini batal.”

Pak Bejo langsung mengalihkan pandangannya ke Maira. Tatapan galaknya sudah cukup membuat Maira ketakutan. Dia tahu, kalau sudah seperti ini, bohong pun akan sulit dilakukan. “Ada apa, Maira?” tanya Pak Bejo, nadanya tegas.

Maira menghela napas, mencoba menguasai dirinya. “Nggak ada apa-apa, Pak,” jawabnya dengan suara bergetar. “Maira cuma tahu kalau Maira salah karena maksa Mas Brian hapus tato itu dan ganti namanya dengan nama Maira.”

Brian tersenyum miring mendengar jawaban itu. Tentu saja, Maira tidak akan mengakui kesalahannya yang lain.

“Dori itu siapa ya?” Brian akhirnya membuka suara lagi, kali ini dengan nada menyindir. “Semalam Maira pergi sama Dori. Terus chattan di Facebook juga manggil dia ‘sayang’.”

Ruangan langsung hening. Pak Bejo menghela napas panjang, sementara Bu Tuti menatap Maira dengan mulut ternganga. Mereka tahu siapa Dori. Pria itu memang sering datang ke rumah untuk menemui Maira, dan kini fakta itu terkuak di depan Brian.

Pak Bejo akhirnya berdiri dari tempat duduknya. “Maira, lebih baik kamu selesaikan masalah ini berdua dengan Brian,” ujarnya sambil memberi isyarat pada istrinya untuk ikut keluar.

“Mau kemana, Pak? Masa mereka ditinggal? Kalau Brian macam-macam gimana?” protes Bu Tuti, enggan meninggalkan ruangan.

“Nggak bakalan, Bu. Selama ini Maira sering ke rumah Brian, dan nggak pernah ada masalah. Brian anak baik. Percayalah sama Bapak,” ujar Pak Bejo seraya mengambil kunci motornya.

“Baik apanya?” tukas Bu Tuti. “Kalau baik, dia nggak bakal batalin pernikahan dengan anak kita!”

“Udah, Bu. Daripada ribut di sini, mending kita jajan mie ayam depan gang,” bujuk Pak Bejo sambil menarik tangan istrinya.

Bu Tuti akhirnya menyerah, godaan mie ayam terlalu kuat untuk ditolak. Dengan perut yang keroncongan, dia keluar bersama suaminya, meninggalkan Maira dan Brian di ruang tamu.

Setelah kepergian kedua orang tuanya, Maira menatap Brian dengan mata berkaca-kaca. “Mas, kamu ... cinta banget ya sama Alaish?” tanyanya dengan suara lirih, penuh rasa penasaran.

Maira terdiam, mulutnya sedikit terbuka tapi tak ada kata yang keluar. Brian benar-benar tegas kali ini, dan itu membuatnya sedikit gentar. Namun, seperti biasanya, Maira tak akan menyerah begitu saja. Dia menggigit bibir bawahnya, mencoba memasang wajah sedih yang biasanya membuat Brian luluh.

"Tapi aku nggak cinta sama Dori, Mas," bisiknya pelan, hampir seperti memohon. "Aku cuma cinta sama Mas Brian."

Brian memutar bola matanya. "Maira, kamu cinta sama aku tapi tetap nyari perhatian dari Dori? Nggak masuk akal. Itu namanya bukan cinta, tapi ego. Kamu cuma nggak suka kalau aku bahagia tanpa kamu."

Maira semakin merapatkan tubuhnya ke sofa, tangan gemetar memegang ujung bajunya. “Aku cuma pengen diperhatiin, Mas... Aku takut kehilangan kamu.”

Brian mendengus, mencoba menahan amarahnya. "Perhatiin apa? Aku ini nggak pernah kurang perhatian sama kamu. Tapi kamu balas dengan selingkuh sama Dori. Apa itu nggak cukup buat bukti kalau kamu nggak layak aku pertahankan?"

"Kita bisa mulai lagi, Mas... Aku bisa berubah. Aku janji nggak akan dekat-dekat lagi sama Dori," ucap Maira dengan nada penuh harap, matanya memohon.

Brian menggeleng pelan, ekspresinya dingin. "Maira, hubungan kita sudah selesai. Aku nggak mau nikah sama orang yang nggak bisa aku percaya. Lagian aku sudah tahu siapa yang aku mau nikahi."

Wajah Maira langsung berubah masam. "Alaish? Gadis yang udah ninggalin kamu? Apa sih yang dia punya sampai Mas Brian nggak bisa lupa sama dia?"

Brian tersenyum tipis, tapi kali ini bukan senyum sinis, melainkan penuh keyakinan. "Dia mungkin udah nyakitin aku menurut kamu, tapi cinta dia buat aku tulus. Itu yang nggak kamu punya, Maira."

Maira tertegun, hatinya mencelos mendengar pernyataan itu. Namun, alih-alih diam, dia kembali menyerang. "Tapi dia nggak ada di sini, Mas. Kamu belum tahu dimana dia sekarang! Kalau dia nggak mau balik sama kamu gimana?"

"Itu urusan aku," jawab Brian santai. "Aku nggak perlu alasan untuk berhenti berharap sama dia. Tapi satu yang pasti, aku nggak bisa pura-pura bahagia sama kamu."

Maira akhirnya terdiam sepenuhnya. Air mata kembali mengalir di pipinya, tapi Brian tak lagi peduli. Semua yang dia rasakan untuk Maira sudah habis.

"Aku pamit," kata Brian sambil berdiri. Dia mengambil helmnya dan berjalan ke pintu. "Oh, satu lagi, selamat buat kamu sama Dori. Mudah-mudahan kalian bahagia."

Maira hanya bisa menatap punggung Brian yang perlahan menghilang. Kali ini, dia tahu Brian benar-benar pergi, dan tidak ada yang bisa dia lakukan untuk mengubah keputusan itu.

Brian pun bangkit dari duduknya.

Maira yang sudah panik langsung menarik tangan Brian, mencoba menghentikannya agar tidak jadi pergi. Matanya yang sembab kini penuh dengan air mata. "Mas, aku nggak mau batal nikah! Aku mau tetap nikah sama kamu! Maafin aku, Mas!" katanya terisak, suaranya memelas.

Brian berhenti sejenak, menatap tangan Maira yang mencengkeram lengannya. Perlahan, dia menarik tangannya dengan tegas. "Rasudi!" ucapnya singkat, penuh nada dingin.

Maira masih tak menyerah. “Jadi sebenarnya kamu nggak ada perasaan apa-apa, kan, sama aku? Kamu cintanya cuma sama nama itu? Alaish?” teriaknya, suaranya pecah.

Brian menghentikan langkahnya, namun bukan karena kata-kata Maira. Pandangannya tertuju pada seseorang yang baru saja masuk ke halaman rumah Maira. Dori.

Dori berdiri di sana, mengenakan kemeja kasual dengan wajah bingung, mungkin tidak tahu bahwa kedatangannya akan memperburuk situasi. Di belakangnya, Pak Bejo dan Bu Tuti berdiri dengan ekspresi campur aduk. Rupanya, mereka tidak jadi pergi karena melihat Dori datang dari kejauhan. Sayangnya, mereka terlambat untuk mencegah pemuda itu masuk ke halaman.

Brian menggelengkan kepala sambil mendengus sinis. “Kita selesai, Maira!” katanya dengan suara yang penuh amarah dan kecewa.

Tanpa menunggu respons, Brian langsung melangkah menuju motornya. Dia mengenakan helm, menyalakan mesin, dan dalam hitungan detik, motornya melaju dengan kecepatan tinggi, meninggalkan rumah Maira dan segala drama di belakangnya.

Maira terdiam di tempatnya, tubuhnya lemas. Tangannya menggantung di udara, seakan masih mencoba menggenggam sesuatu yang tak lagi ada.

Bersambung...

Selamat membaca yaaa semoga suka dengan kisah ini. Jngn lupa like, komen dan subscribe.

kalau mau lihat visualnya sudah ada di FB dan ig.

follow ya FB dan Ig othor: Alaish Karenina

1
juju Banar
mana bab selanjutnya
Lee Mba Young
jelek banget, cewek nya ngejar cowok bnget kyak gk punya harga diri, tau mang ceweknya gk laku.
gk recommend untuk di baca. maaf
Alaish Karenina: gak usah baca, Kak. aku nggak maksa juga buat baca. kalau nggak suka bisa skip kan?
total 1 replies
Lee Mba Young
Amit Amit lah kl jd wanita jng merendahkan diri pd lelaki pa lagi dah selengki walau katanya terpaksa, iya awal terpaksa lama lama juga nyaman.
jd lah wanita mahal jng ngejar laki, jd wanita hrs di kejar. punya pacar dah selengki buang.
wanita ngejar laki kayak wanita gk laku ae, smp merendahkan diri.
ortu gk setuju tentu dah tau sifat si laki gk bner.
firasat ortu gk pernh salah, aku dah ngrasain soale.
Alaish Karenina: nggak ada tulisan soal selengki yaa disini. hubungan mereka sehat. ditentang ortu bukan soal hubungan tapi memang ortu Ala ini mengekang dia kalau main dan punya teman kena marah.
total 1 replies
Fa'iqoh Siti Elok
lanjut
Wahyuningsih
critanya udah bahus cma q ksih srn jln critanya jgn ber tle2 thor yg lngsng sat set sat set gtu thor 💪💪💪🦾🦾🦾🫶🫶🫶
Alaish Karenina: terima kasih atas masukannya kak. kedepannya aku perbaiki lagi. 🙏🙏
total 1 replies
Fa'iqoh Siti Elok
terharuuuu
Fa'iqoh Siti Elok
idih si mair sok iyes banget aktingnya, nggak bakalan mempan kah sama bang bri,
Alaish Karenina: hahah maira memang menyebalkan
total 1 replies
Muhammad Fadil
ya elah pengen rasanya getok kepala author nya biar up 5 bab sehari /Scream//Scream/
Alaish Karenina: jangan nanti aku hilang ingatan 😭
total 1 replies
Fa'iqoh Siti Elok
mbak ala dengarkanlahlah isi hatiku
cintanya mas bri udah stuk di kamu
Alaish Karenina: haha iyaaa memang udah mentok di Ala. kisah mereka mengharu biru.
total 1 replies
Muhammad Fadil
up thorr /Chuckle//Chuckle/
Alaish Karenina: sip.kak ☺️
total 1 replies
Fa'iqoh Siti Elok
cie cie yg lagi kasmaran nih
Fa'iqoh Siti Elok
omo omo omo modus si bang bri
Fa'iqoh Siti Elok
idih bener kan alanih sok jual mahal, padahal mah masih bucin akut, nggak ada kabar dari bang bri jg rasanya rinduu
Alaish Karenina: 🤣🤣🤣 Ala memang gitu sok jual mahal.
total 1 replies
Muhammad Fadil
up thorr
Alaish Karenina: iya kak ☺️
total 1 replies
Fa'iqoh Siti Elok
wah sama sama melow ini judulnya, kapan kapan di buat nggak sengaja ketemu terus dibuat ala ala india biar kocak, wkwkwkekkk
Fa'iqoh Siti Elok: iya dong
Alaish Karenina: sambil hujan-hujanan ya kak ,🤣🤣
total 2 replies
Lee Mba Young
ya kl cinta gk mungkin pacaran ma wanita lain, pasti ttp setia. giliran maria berkhianat Brian nguber ala lagi. coba si calon pengantin gk berkhianat pling juga ala ttp di tinggal kawin. laki mbladhus itu kl ala balikan ya bodoh bnget. batal nikah bukan krn cinta ma ala tp krn di khianati. karma lah.
Alaish Karenina: mbladus itu apa kak?
total 1 replies
Fa'iqoh Siti Elok
wkwkwkk Brian pasti shok liat perubahan ala
Alaish Karenina: Kejang-kejang malahan, Kak.
total 1 replies
Lee Mba Young
Aneh memang perempuan, dah putus masih ngarep balikan, kyak gk ada laki lain saja. masih mending putusnya pas pacaran drpd dah nikah mlh cerai. pdhl si laki dah moveon dn hampir nikah ma wanita lain,si wanita masih ngarep.br kena WA mantan dah klepek klepek kepikiran 🤣.oalah alah. cm perempuan bodoh yg cinta ma pacar melebihi cinta ma Tuhannya. coba kl gk cinta mati pasti dah move on. kl balikan sayang bnget cantik cantik cm balikan ma mantan.
Alaish Karenina: cowoknya juga belum bisa move on kok, Kak. Mereka masih sama-sama saling mencintai.
total 1 replies
Fa'iqoh Siti Elok
ih sok polos dasar si mair, sebel sama mair
Alaish Karenina: sabar kak sabar
total 1 replies
Fa'iqoh Siti Elok
aah ala mah sok jual mahal padahal sih hatinya lagi soraksorai gem bira sampai bikin parti disco gitu yakan
Alaish Karenina: iya bener, bahagianya banget-banget tp sok cuek
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!