Nai, seorang wanita yang menjadi janda diusia yang masih muda dan memiliki dua orang anak yang berusia enam tahun dan tiga tahun.
Suami tercinta meninggalkannya demi wanita lain. Tudingan dan hinaan dari para tetangga acap kali ia dengar karena kemiskinan yang ia alami.
Akankah Naii dapat bangkit dari segala keterpurukannya?
Ikuti kisah selanjutnya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siti H, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
mulai
Naii menata dagangannya. Ia harus lebih giat lagi untuk mencari nafkah. Pagi hari ia menjajakan sarapan dirumah sakit, sedangkan disiang hari ia berjualan gorengan dan berbagai kue dikiosnya.
Aliyah yang masih berusia tiga tahun, harus ikut merasakan pahitnya kehidupan yang mana sudah ia terima sejak lahir, sehingga membuat mentalnya lebih keras.
Setiap harinya, ia harus menyisihkan uang untuk membayar biaya mondok Ahnaf yang meskipun sudah diberi keringanan potongan, tetap saja ia harus membuat itu terpenuhi, bersyukurnya ia tak harus memikirkan sewa kios, sebab ia telah membelinya.
"Bu, es tim," rengek Aliyah saat melihat peti es krim berbentuk segiempat yang menampilkan berbagai gambar es krim yang lembut dengan aneka rasa disebuah toko sembako.
Naii menatap peti es tersebut. Sudah lama sang boca tak merasakan manisnya coklat dan susu dalam cream lembut tersebut.
"Ayo, tapi jangan yang mahal, ya. Soalnya ibunya harus mengumpulkan uang untuk kak Ahnaf," pesan Naii pada sang bocah, mencoba memberikan pengertian.
Dengan cepat ia menganggukkan kepalanya. Setibanya didekat peti es tersbut, keinginannya berubah. Sama seperti anak-anak pada umumnya.
"kat," ucapnya menunjuk es cream dengan harga 5 ribu rupiah. Naii mencoba mengalihkannya. "Yang ini saja, ya," bujuk Naii, mengambil es cream yang harga tiga ribu rupiah dengan rasa coklat susu.
Bocah itu menggeleng, ia meminta yang berlapis coklat dengan taburan kacang dan ditengahnya terdapat saus blubery.
Naii memandang keranjang dagangannya yang masih tersisa banyak. Sepertinya hari ini pembeli berkurang. Karena langganannya ada yang berganti shift dan pasien sudah pulang ke rumah.
"Ntu, Bu," rengeknya. Naii menarik nafasnya dengan berat, ia mencoba berdamai dengan hatinya, dan berharap jika Allah memberikan kelancaran rezeki untuknya.
"Ya, sudah, ambillah," ucap Naii mencoba menyennagkan hati sang bocah.
"Holleee, maasih, Bu," ucapnya girang. Wajahnya terlihat sumringah dan dengan cepat membuka bungkusnya, lalu menyantabnya dengan lahab.
Naii memandang sang buah hatinya. Ia merasa jika apa yang dilakukannya saat ini juga untuk anak-anaknya.
Setelah es cream yang diinginkannya habis ia tersenyum kepada sang ibu, memamerkan barisan giginya yang penuh dengan noda coklat.
"Kita keliling lagi, yuk, mungkin nanti ada yang beli sisa nasi uduknya," ucap Naii kepada sang bocah.
Sebungkus es cream membuatnya kembali berceria dan menganggukkan kepalanya dengan cepat.
Naii beranjak dari tempatnya, lalu kembali memasuki area rumah sakit dan menjajakan dagangannya. Untuk membuat pelanggannya tidak bosan, maka ia membuat menu beragam yang dapat dijadikan untuk pilihan selera pembeli.
Setibanya dipelataran rumah sakit, ada beberapa orang yang membawa anak kecil dan tidak dapat memasuki rumah sakit. Sebab dalam peraturannya, tidak diperbolehkan anak dibawah usia 12 tahun masuk ke dalam ruangan rawat inap. Saat itu Aliyah dapat masuk karena berbagai negosiasi yang alot dengan alasan jika mereka hidup sebatang kara dan tidak ada yang merawat Aliyah jika ditinggal sendirian.
Melihat Naii membawa keranjang dagangan, mereka menahannya dan membeli semuanya, karena mereka ingin sarapan pagi.
Kini Naii menyadari, jika menyenangkan hati seorang anak kecil juga akan membawa rezeki yang besar dan tanpa disangka-sangka.
Melihat dagangannya habis, tak lupa ia bersyukur atas apa yang ia dapatkan hari ini. "Mudahkanlah, ya Allah, aku ingin mewujudkan cita-cita Ahnaf," doanya dalam hati.
"Ayo, kita pulang," ajak Naii dengan senyum sumringah.
Keduanya menaiki angkot menuju kios. Ia berkeinginan untuk membeli sepeda agar lebih menghemat biaya, ataupun juga motor bekas.
Naii berhenti dipasar. Ia ingin membeli beberapa bahan untuk dagangannya esok pagi dan juga siang ini.
Ia memilih bahan yang segar, dan tak lupa ikan serta daging ayam untuk dagangannya.
Saat bersamaan, seseorang sedang mengamatinya. Naii tidak begitu memperhatikan sekitarnya, karena ia terlalu fokus dengan belanjaannya.
"Hai, Mbak.. . Ini ibunya Ahnaf kan? Yang masuk pesantren B," sapa seorang ibu-ibu berpakaian mewah, sepertinya orang berada, tetapi ia suka berbelanja ke pasar tradisional.
Naii mencoba tersenyum. "Iya, Bu, koq bisa tahu, ya?" tanya Naii penasaran.
Wanita itu membalas senyuman Naii dengan ramah. "Kan anak saya masuk dipesantren yang sama denga n anak ibu, kita waktu itu sama mendaftarnya," ucap sang wanita mencoba mengingatkan Naii. Tentu saja ia mengingat Ahnaf, sebab bocah itu satu-satunya yang memakai kursi roda dan tak henti-hentinya menghafalkan hafalannya, meski hanya ayat-ayat pendek.
Akan tetapi Naii tak benar mengingatnya, sebab ia disibukkan oleh pengurusan untuk biaya potongan bulanannya.
"Oh, Ya, maafin saya jika lupa, Bu. Maklumlah, Bu. Waktu itu sedang repot mengurus administrasinya.
Tanpa sengaja, Maya dan Rani berada ditempat yang sama dan mendengar percakapan keduanya.
"Yaelah, janda, janda. Sudah miskin saja belagu pakai masukin anaknya ke pesantren. Kalau gak sanggup dengan biayanya jangan sok, dong, biar apa coba? Biar dianggap wow, gitu," sela Maya yang tiba-tiba saja memotong ucapan Naii dengan wanita tersebut.
Naii menarik nafasnya dengan berat, kemudian menatap keduanya dengan malas.
"Maaf, Bu, saya tinggal dulu, saya harus dagang kue siang, ini," Naii berpamitan kepada wanita yang tadi menyapanya, sejujurnya ia hanya ingin menghindari mulut pedas Maya yang rasanya ingin segera ia beri sambal level 100.
Wanita itu menganggukan kepalanya dan tersenyum tipis. Kemudian Naii berlalu dari tempat kejadian perkara.
Naii bergegas menghentikan angkot dan kembali ke kios untuk membuat adonan kuenya.
Setibanya dikios miliknya. Ia melihat Guntur yang biasa menyapanya, kini lebih pendiam dan tak lagi menegurnya. Naii mencoba mengabaikannya, toh, ia saat ini fokus ingin mencari yang, bukan untuk mencari musuh.
Saat Naii ingin membuka pintu kios. Terlihat istri Guntur yang saat ini sedang berdiri dan bersedekap tangan dibawah dada, sembari menatap tajam pada Naii.
Sesaat Naii merasa geli. Bagaimana mungkin ada seorang istri bertindak konyol seperti itu."Heemmm, kalau suaminya tak ingin dilihat orang, kenapa ia tak mengelambuinya saja," guman Naii lirih, lalu memasuki kios dan bergegas membuat adonan kue yang akan dijual siang ini.
"Awas kamu, ya, Kang. Kalau sampai kamu beli dagangannya lagi, aku akan buat kamu menyesal," omel wanita tersebut dengan nada ancaman.
Naii mendengar suara wanita tersebut. Ia tersenyum geli mendengarnya. Bagaimana mana mungkin ia menggoda suami orang yang penghasilannya juga tak menentu.
Jikapun ia ingin mencari pendamping hidup, setidaknya bukan suami orang dan tentunya ia akan lebih berhati-hati lagi, agar tak terjerumus ke liang yang sama, karena cukup sekali ia pernah hidup dengan orang yang salah, dan tidak untuk yang kedua kalinya.