Aillard Cielo Van Timothee adalah seorang Grand Duke yang sangat dikagumi. Dia sangat banyak memenangkan perang yang tak terhitung jumlahnya hingga semua rakyat memujanya. Namun hal yang tak disangka-sangka, dia tiba-tiba ditemukan tewas di kamarnya.
Clarisse Edith Van Leonore adalah seorang putri dari kerajaan Leonore. Keberadaannya bagaikan sebuah noda dalam keluarganya hingga ia di kucilkan dan di aniaya. Sampai suatu hari ia di paksa bunuh diri dan membuat nyawanya melayang seketika. Tiba-tiba saja ia terbangun kembali ke dua tahun yang lalu dan ia bertekad untuk mengubah takdirnya dan memutuskan untuk menyelamatkannya.
"Apakah kamu tidak punya alternatif lain untuk mati?"
"Aku disini bukan untuk mencari mati." jawab Clarisse tenang.
"Lalu untuk apa kamu kesini, menyodorkan dirimu sendiri ke dalam kamp musuh?" Aillard mengangkat alisnya sambil memandang Clarisse dengan sinis.
"Aku disini berniat membuat kesepakatan denganmu. Mari kita menikah!"
➡️ Dilarang memplagiat ❌❌
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KimHana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CHAPTER 11 - PEREMPUAN BERMUKA DUA
Wajah Adeline dengan cepat berubah kaku, lalu dengan cepat dia mendapatkan kembali ketenangannya dan berkata sambil tersenyum, "Oh, dia adalah saudariku yang ke tujuh." ujarnya lembut.
Violet menganggukkan kepalanya mendengar perkataan Adeline, lalu berkata dengan heran, "Lalu kenapa saya sangat jarang melihatnya, Yang mulia."
"Dia orang yang sangat pemalu sehingga jarang keluar dari kamarnya. Maklum saja sebelum tinggal di istana dia terlebih dahulu tinggal di luar, karena itulah sampai saat ini dia belum juga terbiasa dengan lingkungan istana."
"Dahulu ibu sangat kasihan melihat mereka berdua terombang-ambing di jalanan sehingga berinisiatif untuk menjemput saudari dan ibunya." Alis Adeline terkulai menatap Clarisse dengan iba yang membuat Clarisse hampir terkecoh kalau ular ini benar-benar kasihan padanya.
"Ya ampun, Putri. Anda benar-benar baik. Di siang hari yang bolong ini, sangat jarang ada orang yang bersedia menjemput anak haram ayahnya dan menyuruhnya tinggal bersama. Hanya anda satu-satunya di Kekaisaran yang melakukan perbuatan murah hati seperti ini." kata Violet berseru kagum. Fantine dan Charlize menganggukkan kepalanya menyetujui perkataan Violet.
Murah hati? Clarisse ingin tertawa terbahak-bahak ketika mendengar perkataan Violet. Apakah dia tidak tau kalau putrimu yang baik hati ini adalah ular yang di bungkus kulit manusia? Ingin sekali Clarisse mengatakan itu, tetapi tentu saja itu adalah hal yang mustahil.
"Apa yang kamu katakan?" balas Adeline salah tingkah. "Aku hanya berusaha memberikan yang terbaik karena dia adalah saudariku."
"Ya..ya.. terserah anda Putri, bagaimanapun anda adalah orang yang sangat baik. Jangan sampai ada orang yang tak tahu malu memanfaatkan kebaikan anda." ujar Violet sambil melirik Clarisse dengan sinis.
Clarisse memutar bola matanya jengah, melihat antek-antek Adeline secara bergantian terus menyanyikan pujian padanya. Kapan ini akan berakhir? Dia mulai merasa jengah dengan semuanya. Haruskah dia menghancurkan meja ini supaya dia cepat di usir oleh acara munafik mereka?
Tidak.
Itu ide yang sangat konyol. Clarisse menggeleng-gelengkan kepalanya dengan kuat menolak ide itu di benaknya. Otak pintarnya tidak menyarankannya untuk melakukan hal itu yang membuat dia mengurungkan niatnya kembali.
"Lalu apakah ibunya berasal dari rakyat jelata?"
Adeline mengangguk kepalanya dengan pelan memberi isyarat untuk tidak membicarakannya lagi.
"Ck." Violet berdecak memandang Clarisse dengan jijik. Rasa ketidaksukaannya sangat jelas terkandung di matanya yang membuat siapapun akan tau.
Clarisse mengedikkan bahunya acuh tak acuh. Lagipula dia tidak peduli dengan pandangan orang lain terhadapnya, lalu kenapa dia ambil pusing dengan semua itu. Terserah mereka mau memandangnya seperti apa, selama itu tidak memberikan kerugian padanya dia akan dengan senang hati mengabaikannya.
"Lihatlah tingkahnya Yang mulia! Sangat sombong dan tidak tahu sopan santun. Tidak bisakah dia melihat kalau sang putri belum minum teh dari tadi, kenapa dia meminumnya terlebih dahulu?"
Clarisse sontak meletakkan kembali cangkir teh yang berada di mulutnya dan memandang sekelilingnya dengan bingung.
Aturan macam apa itu?
Haruskah dia menunggu ular itu untuk minum supaya ia juga bisa minum? Bagaimana kalau dia tidak minum sama sekali? Lantas apakah ia akan mati kehausan sampai acara ini selesai?
Huh, ini sangat tidak adil. Lagipula dia juga melihat salah satu dari mereka meminum tehnya tadi.
"Hei, kenapa kamu masih duduk disana? Cepat tuangkan teh kepada Yang mulia sebagai tanda terima kasihmu selama ini!" ujar Fantine dengan nada memerintah.
"Fantinee.. Jangan menggertak saudari!" kata Adeline dengan suara sepelan nyamuk. Clarisse bahkan mengira kalau suara nyamuk pun lebih nyaring daripada suaranya.
"Tenang saja Yang mulia, saya tidak menggertaknya. Bukankah ini hal yang wajar menuangkan teh kepada saudari sebagai tanda hormatnya kepada anda."
Mendengar hal itu membuat Adeline menutup mulutnya dengan kaku, tetapi jika dilihat dari dekat kita akan melihat lengkungan sudut bibirnya yang naik ke atas. Dan sayangnya Clarisse melihat semua itu.
"Manusia munafik ini!"
Ingin sekali dia merobek topengnya dan mempertontonkannya di depan banyak orang.
"Cepattt..." teriak Fantine tidak sabar ketika melihat Clarisse yang tidak juga beranjak dari tempat duduknya.
Perlahan Clarisse berdiri lalu berjalan menuangkan teh yang berada di atas meja. Namun entah dari mana ada seseorang yang menyenggol tangannya yang membuat tehnya terlepas dari pegangannya.
"Byuuuurrrr..."
Teh itu tumpah di atas meja membasahi gaunnya dengan sangat cepat. Dia mundur selangkah menghindari bajunya supaya tidak menjadi lebih basah. Ada suara tawa cekikikan di belakangnya. Dia menghembuskan nafas lelah lalu menyeka bagian depan gaunnya yang basah. Jujur saja, ini sangat perih. Tangannya terkena percikan teh itu saat dia menuangkannya, tetapi dia hanya bisa menelan keluhannya secara diam-diam.
Untunglah gaunnya cukup tebal sehingga tidak menembus ke tubuhnya membuat dia selamat dari insiden ini. Dia menolehkan kepalanya dan memandang pelaku yang menyebabkan semua ini.
"Apa?" ujar Fantine tidak takut. Lagipula dia hanya keturunan rakyat jelata. Dia yakin perempuan ini tidak mempunyai status di istana ini, karena itulah dia dengan berani mengerjainya.
Jika bukan karena putri Adeline memperkenalkannya tadi, dia bahkan tidak tau kalau ada seorang putri lagi di istana ini. Lihatlah gaunnya yang sangat kuno dan jelek, itu sangat menyakiti matanya. Bahkan gaun pelayan pun lebih baik darinya.
"Saudari, apakah anda tidak apa-apa?" ujar Adeline sambil menjulurkan tangannya berniat membantu Clarisse.
Clarisse menepisnya lalu berkata dengan dingin, "Tidak usah."
Adeline tertunduk lesu, lalu sedetik kemudian dia berkata lagi dengan nada ramah, "Lalu apakah saudari ingin berganti pakaian?"
"Tidak." jawab Clarisse jutek.
Violet yang sedari tadi memperhatikan geram dengan kelakuan Clarisse, dengan nada marah dia menatap Clarisse dengan sinis, "Sudahlah Yang mulia, untuk apa anda membantunya? Ada segelintir orang yang sangat tak tahu malu di dunia ini dan contohnya adalah dia. Jika anda membantunya, kelakuannya akan menjadi semakin melonjak dan menjadi tidak tahu malu."
"Ta..tapi."
"Tidak usah Yang mulia. Mari kita melanjutkan acara minum teh ini saja" ujar Violet sambil menarik lengan Adeline untuk duduk kembali ke kursi.
Adeline pasrah dan membiarkan dirinya ditarik oleh Violet.
"Saudari ke lima, saya ingin bertanya?" ujar Clarisse tiba-tiba.
Sontak hal itu membuat Adeline mendongakkan kepalanya dan menatap Clarisse dengan bingung.
"Apa lagi yang ditanyakan perempuan rendahan ini? Apakah dia tidak puas dengannya dan ingin balas dendam. Huh, itu tidak mungkin. Bahkan menyentuh jari kuku ku pun dia tidak bisa. Haruskah aku menambah kesenangan ini supaya dia menjadi lebih jera!"
Namun Adeline tidak menunjukkan ketidaksukaannya di permukaan, dengan nada manis dia berkata dengan ramah, "Silahkan, saudari!
"Mana yang lebih tinggi, apakah gelar anak perdana menteri atau anak Kaisar!"