NovelToon NovelToon
Between Blood, Sin, And Sacrifice

Between Blood, Sin, And Sacrifice

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Fantasi / Reinkarnasi / Balas Dendam / Time Travel / Dunia Lain
Popularitas:2.2k
Nilai: 5
Nama Author: Carolline Fenita

Mengira bahwa Evan–suaminya hendak membunuhnya, Rose memilih menyerang pria tersebut. Tanpa tahu bahwa Evan berupaya melindungi Rose biarpun tahu bahwa dirinya akan meninggal di tangan istrinya sendiri.

Penyesalan selalu datang belakangan, namun hadir kesempatan untuk memperbaiki garis nasib yang mengikatnya dalam bayangan cinta dan dendam. Rose kembali mengulangi kehidupannya, satu demi satu disadarkan dengan bunga tidur misterius.

Mempraktekkan intrik dan ancaman, menemukan pesona sihir untuk memutus tali asmara yang kusut antara Rose dan Evan yang menjadi suaminya di kehidupan lama dan sekarang. Apakah ia akan berhasil membalik takbir yang telah ditentukan oleh Dewa, atau malah gagal melakukannya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Carolline Fenita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 15 - Lost n Found

Mendapati gadis itu beringsut menjauhinya, pria itu mengucapkan beberapa patah kata untuk menenangkannya. Sewaktu perempuan asing di hadapannya sedikit menurunkan kecurigaannya, ia bertanya dengan ringan.

"Kau terpisah dari temanmu? Ingin berbalik ke tempat tinggalmu?"

Pertanyaannya segera dibalas dengan "um" dari Rose. Khawatir menyelimuti dirinya. Pasti Evan sudah mencarinya dari tadi karena terpisah dari jalur, "Terima kasih atas saranmu. Aku akan mencoba kembali ke rumah temanku."

"Baik, apakah nona keberatan bila saya mendampingi anda selama perjalanan?"

Perempuan itu berpikir sejenak, dengan berat hati ia menerimanya. Lagipula ditemani seseorang lebih baik ketimbang berjalan sendirian di tengah keramaian acara ini. Sesampainya di kediaman Moonstone, Rose segera berlari dan menggedor pintu gerbang. Hanya saja.. Penjaga yang dilihatnya kali ini benar-benar berbeda.

"Apakah anda telah membuat janji?"

Otomatis Rose terbingung. "Rasanya tadi pengawal disini cukup ramah, mengapa kali ini menjadi berbeda? Apa mungkin penjaga ini lebih kaku?" pikirnya dalam hati.

Di saat itulah Rose mengatakan bahwa ia tidak membuat janji. Selama ini pun jarang sekali ia datang dengan pemberitahuan resmi.

"Jika anda ingin bertemu dengan Tuan, anda harus membuat janji terlebih dahulu," ucap salah satu penjaga berkumis tebal penuh arogan.

Penjaga mengusirnya dengan ketus. Pintu ditutup dengan keras sampai-sampai rambut panjang milik Rose terbang ke belakang ditiup angin. Kini gadis itu memutar otak dan melihat ke arah dinding tebal.

"Tidak bisa. Ada orang asing di dekatku, aku tidak bisa memanjat sesuka hati," batinnya dengan murung.

Lagipula dinding itu terlihat jauh lebih licin. Ia tidak ingin mengambil resiko terjatuh dan memperparah segalanya. Mau dikemanakan mukanya ini?

Seolah tengah membaca situasi, lelaki itu membuka mulutnya. Menawarkan bantuan, "Kalau begitu ingin kutemani? Hingga temanmu datang."

Rose mengangguk setuju dan berjalan menuju tempat penjual yang cukup terang. Disana mereka berdua baru berbicara kembali. Lebih tepatnya, lelaki itu yang mengawalinya.

"Sebelum itu, aku memperkenalkan diri dahulu. Panggil aku Chris," kenalnya.

"Aku Rosella. Apakah anda pengunjung baru? perawakanmu terlihat berbeda," tanya Rose dengan penasaran.

Lelaki itu menyahut sejenak, "Bukan, aku orang asli sini. Ibuku yang berasal dari luar."

Rose menggangguk kecil, menunggu bersama pria itu seraya mendengarkan dalam diam. Mereka berbincang ringan di pinggir jalan sambil duduk di bawah naungan pohon besar. Namun tidak berapa lama, lelaki itu pamit karena dipanggil oleh seorang anak kecil. Pada akhirnya gadis itu menunggu dalam kesendirian.

Dengan sisa keyakinannya, gadis itu dengan polos duduk di kursi yang berada tepat pada depan salah satu kios. Matanya berpindah ke kediaman tadi, tidak ada kehadiran Marquess Evan disana. Acara sudah selesai, menyisakan segelintir keluarga dan pasangan yang berjalan dengan canda tawa. Perutnya bergemuruh, sup tadi tidak mengenyangkan. Gadis itu kehilangan konsentrasi dan logikanya.

Rose mengeratkan jubah di bahunya dan menggosok kedua telapak tangannya. Sejumlah tempat yang tadi ia lewati bersama Evan satu per satu tutup. Menyisakan remang remang cahaya bulan di jalan.

"Duh, apa aku harus mencoba mencarinya lagi ya..?" gumam gadis itu, hanya saja ia ragu untuk kembali.

Merasakan seseorang mengikuti dari belakang, bulu kuduk Rose mau tidak mau merinding. Semakin ia mempercepat langkahnya , sosok gelap itu semakin cepat mengejarnya.

Rose terperosok ke jalur pintas sempit, untungnya sosok gelap itu sudah tidak ada lagi di sekitar. Ia melihat ke tiga lorong berbeda yang mengelilinginya. Setelah berputar untuk waktu yang lama, salah satu nona kebetulan lewat di depannya. Rose berteriak memanggilnya, "Nona, jangan pergi dulu."

"Ah, apa yang anda lakukan disini?" tanya perempuan itu dan mengetatkan barang bawaannya.

Belakangan ini marak sekali kejadian dimana seseorang berpura-pura tersesat. Ketika penolongnya tengah lengah, akan muncul sekawanan manusia bercompang-camping untuk mencuri bawaan miliknya. Paling parah dibawa ke semak-semak untuk dilecehkan lalu dibunuh. Tanpa ada jejak sedikit pun.

"Aku sepertinya salah jalan." Rose melihat perempuan itu hendak pergi meninggalkannya dan segera mengiringinya. Gadis itu memohon padanya dan memintanya untuk percaya bahwa ia sama sekali tidak memiliki niat buruk.

Pada akhirnya, perempuan itu memilih mengalah dan menemaninya–menuju jalur sempit yang dipenuhi oleh burung kecil bersangkar perak.

Dengan bantuannya, gadis itu berhasil keluar dari gang. Memintanya menunggu di dekat pos keamanan usai berkomunikasi dengan salah satu lelaki berbaju formal dengan lencana di mantelnya. "George ini adalah salah satu penjaga yang dibayar untuk menjaga pemukiman warga dari semacam orang jahat. Kau bisa mempercayainya."

Tidak lupa Rose mengucapkan selamat tinggal dan berterima kasih kepada perempuan baik hati yang telah mengantarkannya sampai tujuan.

"Tidak masalah," gadis pembawa keranjang itu berlalu dari hadapannya dan pergi sesuai rutenya sendiri.

Baru saja mengucapkan terima kasih dan berjalan beberapa langkah ke dalam pos, matanya menangkap keberadaan Evan. "Apakah itu orang yang dicari olehmu?" tanya pria berlencana itu.

"Kurasa iya," jawab Rose.

George pun membawanya menuju sosok yang memang tengah mencari-cari keberadaan Rose. Keduanya berjalan dengan cepat karena takut bahwa pria itu menghilang lagi dari hadapannya.

"Evan..!!"

Dari jarak pandang dekat, barulah Rose tersadar. Ini Marquess Andrient, adik bungsu Evan. Rose memutar kepalanya ke samping dan mengangguk ke arah George, seolah mengatakan bahwa pria ini memang salah satu kenalannya.

Selesai menunaikan tugasnya, George kembali ke tempat awalnya dan melambaikan tangan kecil ke arah Rose. Gadis itu ikut menundukkan kepalanya seolah tengah memberikan hormat pada pria itu. Melihat kesempatan di depan mata, dia langsung berlari kencang dan mengintari tujuannya seperti anak ayam yang takut kehilangan induknya.

"Kami sudah mencarimu kemana-mana," omel Marquess Andrient sembari menusukkan lidi ke salah satu jajanannya.

"Tampaknya kau santai saja," sinis Rose. Bagaimana bisa seseorang mencari sambil membeli makanan?

Beberapa langkah mendekati rumah kediaman Moonstone, Rose berniat membelokkan arahnya. Marquess Andrient dengan cepat menarik lengannya ke depan lagi.

"Hei, itu rumahnya. Kenapa dilewati?"

Tiba tiba, Marquess Andrient berdiri diam untuk beberapa lama. Pikirannya penuh dengan berbagai kemungkinan karena melihat Rose menunjuk tempat itu dengan penuh semangat. Sebesar apapun pengendalian dirinya, Marquess Andrient tidak bisa tidak menghela nafas penuh kesedihan.

"Ikuti aku dulu."

Awalnya gadis itu terpekur penuh kebingungan, setelah melihat Evan dan Eve di posisi gerbang lain, dia tergagap. "Ella salah masuk rumah, dia mengira rumah itu," menunjuk kediaman tadi, "tempat tinggal kita kak."

Eve memeluk dengan erat majikannya. Pelayannya yang jarang cerewet sekarang menceramahinya tanpa henti seperti rel kereta api yang tidak ada ujungnya. Evan tidak tahu ingin menangis atau tertawa mendengar penuturan dari adiknya.

1
Tini Timmy
strategi yang bagus
Tini Timmy
seru" nih scene ini
Tini Timmy
racun apa tuh/Frown/
Bening Hijau
3 iklan untuk mu
Cherlys_lyn: terima kasihh
total 1 replies
Tini Timmy
lanjut kaka
Tini Timmy
lanjut kakak
iklan untuk mu
Cherlys_lyn: terimakasih untuk dukungannya 😁
total 1 replies
Tini Timmy
lanjut kakak
Lei.
iklan untukmu ka
Cherlys_lyn: terima kasih untuk dukungannyaa
total 1 replies
Tini Timmy
semangat nulisnya kk
Cherlys_lyn: siappp 😁
total 1 replies
Lei.
semangat ka, ada iklan untukmu
Cherlys_lyn: terima kasihh 🥰
total 1 replies
Bening Hijau
ngeri2 sedap chapter ini
Tini Timmy
semangat nulisnya /Smile/
Cherlys_lyn: terima kasih yaa 🥰
total 1 replies
Lei.
2 iklan untukmu ka
Cherlys_lyn: terima kasih atas dukungannyaa 🥰
total 1 replies
ona
terkejut terjungkal terpungkur
ona
bener itu bener
ona
WOYYY PANGERAN KEDUA KEJAM BANGET BJIR NGAPAIN DAH ITU GUE KESEL
Cherlys_lyn: ini baru permulaan, nanti akan disuguhkan adegan yang lebih menjadi-jadi dibanding hari ini 💀💀
total 1 replies
ona
bjir eve ngapain dah
Bening Hijau
ini cerita kehidupan rose sebelum mengulang waktu, kah
Cherlys_lyn: Benar sekali, jadi di bab 18 Rose baru mulai diingatkan secara perlahan oleh anak pemberi permen ☺️
total 1 replies
Lei.
semangat ka, ini ada 3 iklan untukmu
Cherlys_lyn: terima kasihhh
total 1 replies
Tini Timmy
menarik /Smile/
lanjut kk
Cherlys_lyn: okeee, terima kasih ya 😁
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!