Perenggut Malam Pertamaku

Tak lama kemudian Budi sudah kembali bersama Ani dan Ingrid. Ani menghela napas panjang melihat penampilan Marcell. Sedangkan Ingrid yang menatap sekilas pada Marcell malah tanpa sengaja bertemu pandang dengan Marcell. Ingrid pun langsung menunduk. Tapi Marcell malah masih terus menatap Ingrid.

"Masih saja penampilannya seperti itu. Datang bertamu ke rumah orang udah kayak mau nyanyi di panggung. Nggak sopan sekali. Mimpi apa aku harus menikah dengan orang seperti dia? Setelah melihat dia seperti itu, apa ayah masih akan teguh dengan pendiriannya ingin menikahkan aku dengan dia? Brandalan, nggak punya pekerjaan. Apa aku yang harus menafkahi dia, kalau kami menikah nanti? Ogah aku," batin Ingrid yang sejak pertama kali bertemu Marcell memang begitulah penampilan Marcell. Karena itu juga Ingrid tidak menyukai Marcell sejak awal.

"Ehem..ehem.."

Budi berdehem saat melihat Marcell yang terus menatap Ingrid tanpa berkedip. Mendengar Budi berdehem, akhirnya pemuda itu pun berhenti menatap Ingrid, lalu menunduk.

"Baiklah. Semuanya sudah berkumpul di sini. Jadi saya akan langsung bicara pada intinya saja. Jujur saya merasa sangat kecewa pada Bastian yang tidak bisa melindungi Ingrid dan tidak bertanggung jawab. Semalam Ingrid di culik orang, tapi Bastian malah diam saja, bahkan tidak mengabari saya maupun melapor pada polisi. Suami macam apa yang seperti itu?" ucap Budi dengan nada tidak suka.

"Apa? Ingrid di culik? Bagaimana bisa?" tanya Hugo yang memang tidak mengetahui tentang hal ini.

"Semua itu tidak akan terjadi, jika putra bapak bisa menjaga putri saya dengan baik," ujar Budi tidak menutupi perasaan kecewanya sama sekali.

"Siapa yang menculik Ingrid?" tanya Hugo serius.

"Ceritakan tentang kejadian kemarin, Grid!" pinta Budi pada Ingrid.

Ingrid pun menurut dan menceritakan tentang kejadian penculikannya kemarin sampai dirinya pingsan. Kemudian Budi menceritakan tentang orang misterius yang menolong dan mengantarkan Ingrid pulang.

"Maaf, saya benar-benar tidak tahu kalau Ingrid mengalami hal seperti itu. Bastian juga tidak memberitahu saya. Saya akan mendidik anak itu lebih baik lagi," sahut Hugo tidak enak hati.

"Apa jangan-jangan orang yang menculik Ingrid itu adalah orang yang dikatakan oleh Marcell itu? Orang tempat Bastian berhutang. Karena itu Bastian tidak mencari Ingrid, meskipun tahu Ingrid di culik orang. Kalau memang benar, akan aku hajar anak sialan itu. Berani-beraninya dia melakukan semua ini. Mau ditaruh di mana mukaku kalau Pak Budi dan keluarganya tahu tentang hal ini? Bastian seperti saat ini saja sudah membuat Pak Budi merasa sangat kecewa. Bagaimana sikap Pak Budi kalau dia tahu putrinya akan di jual oleh Bastian untuk membayar hutang? Aku benar-benar ingin menghajar anak itu," batin Hugo dengan kedua tangan yang saling meremas seolah menahan diri ingin menghajar orang.

"Saya tidak ingin lagi Bastian menjadi menantu saya. Saya ingin Ingrid dan Bastian bercerai. Tadi pagi saya sudah membicarakan tentang hal ini pada Bastian. Meskipun Bastian menolak untuk bercerai, saya tetap ingin mereka bercerai. Saya tidak mau lagi dia menjadi menantu saya. Saya sudah mengurus surat cerai mereka tadi pagi setelah dia pulang," ujar Budi membuat Hugo terkejut.

"Ber.. bercerai?" tanya Hugo yang tidak menyangka Budi akan meminta Bastian dan Ingrid bercerai, bahkan sudah mengurus surat cerainya. Padahal belum juga genap satu bulan Bastian dan Ingrid menikah.

"Iya," sahut Budi tegas tanpa keraguan.

Sedangkan Marcell merasa lega dan senang mendengar Budi mengurus surat cerai Ingrid dan Bastian.

"Syukurlah. Jika mereka bercerai, Bastian tidak akan bisa lagi menjual Ingrid. Semoga Pak Budi bisa melindungi Ingrid dari Bastian," batin Marcell penuh syukur.

"Sebenarnya saya tidak ingin Bastian dan Ingrid bercerai, tapi saya juga tidak bisa egois meminta mereka melanjutkan pernikahan ini. Saya sendiri juga merasa kecewa dengan sikap Bastian ini. Jika Bastian tidak bisa menjaga dan melindungi Ingrid, saya dengan berat hati akan mendukung perceraian ini," ucap Hugo penuh sesal.

"Bagus jika bapak berpikiran seperti itu. Dan selain tentang perceraian ini, saya juga ingin membicarakan hal lain yang lebih penting lagi," ucap Budi kemudian menghela napas kasar menatap Marcell.

"Hal lain yang lebih penting lagi? Apa itu?" tanya Hugo yang tidak bisa menebak hal penting apa yang dimaksud Budi. Begitu pula dengan Marcell.

"Tadi pagi kami telah melakukan tes urine pada Ingrid. Dan dari beberapa testpack berbeda merk yang saya beli, semuanya menunjukkan garis dua yang berarti Ingrid sedang mengandung. Dan Ingrid mengaku hanya Marcell satu-satunya pria yang pernah menyentuh Ingrid," ucap Budi membuat Hugo dan Marcell terkejut.

"A..apakah itu artinya Ingrid sedang mengandung anak saya?" tanya Marcell nampak tidak percaya tapi juga terlihat bahagia.

"Hanya kamu yang menyentuh Ingrid. Kalau bukan kamu ayah anak itu, lalu siapa? Genderuwo?" ketus Budi terlihat kesal.

"Saya akan bertanggung jawab. Saya akan menikahi Ingrid," ucap Marcell tegas tanpa keraguan dengan semangat empat lima bagaikan semangat pejuang kemerdekaan yang rela mati membela negara meskipun hanya bersenjata bambu runcing untuk melawan musuh yang memiliki persenjataan canggih.

"Anak ini benar-benar mencintai Ingrid. Aku tidak pernah melihat dia begitu antusias seperti saat ini," batin Hugo seraya menatap putranya.

"Anak ini sepertinya sangat mencintai Ingrid. Apa karena hal ini, dia nekat menodai Ingrid? Karena ingin memiliki Ingrid? batin Budi menatap Marcell penuh selidik.

"Marcell sangat bersemangat saat mendengar Ingrid sedang mengandung anaknya. Apa dia sengaja menodai Ingrid agar Bastian menceraikan Ingrid, lalu dia bisa menikahi Ingrid?" batin Ani yang juga menatap Marcell penuh selidik.

"Jika bukan karena ayah dan bunda, mana mau aku mempertahankan bayi ini dan menikah dengan pengangguran seperti dia?" batin Ingrid menatap Marcell sekilas penuh kebencian.

Semua orang menatap Marcell yang terlihat begitu antusias itu dengan pemikiran mereka masing-masing. Hal itu pun spontan saja membuat Marcell tersenyum canggung dan menyadari dirinya terlalu bersemangat dan berapi-api saat bicara tadi.

"Saya bersedia menikahi Ingrid untuk mempertanggung jawabkan perbuatan saya," ucap Marcell dengan nada dan ekspresi tenang dan tegas untuk mengusir kecanggungan di dalam ruangan itu.

"Kamu nampak bersemangat sekali ingin menikahi putriku. Apa kamu tahu? Pernikahan itu bukan sebatas janji menjadi pasangan suami-isteri. Pernikahan tidak sebatas upacara peresmian, pemberkatan, akad, atau deklarasi dengan tujuan untuk mengesahkan pertemanan seumur hidup, secara agama kepercayaan dan atau sah secara negara. Pernikahan itu bukan permainan yang bisa kamu tinggal ketika kamu bosan. Pernikahan adalah hal paling sakral, maka jangan membuat keputusan penting jika pikiran kamu masih dangkal,"

"Setelah menikah, artinya kamu bebas tapi terikat. Kamu masih bebas bertemu banyak orang tapi terikat dengan pasanganmu. Kamu harus tahu waktu dan tempat, harus ijin, harus jaga perasaan pasanganmu, dan harus mawas diri terhadap godaan di luar sana," ujar Budi yang mendengar Marcell suka nongkrong sana sini.

"Saya mengerti. Saya akan menjaga batasan saya sebagai seorang suami setelah menikah nanti," sahut Marcell serius.

"Bukan cuma itu. Kamu juga harus tahu tugas serta kewajiban sebagai seorang suami. Apa kamu tahu arti tanggung jawab dalam rumah tangga bagi seorang suami?" tanya Budi dengan ekspresi wajah yang terlihat serius.

"Saya tahu. Suami wajib memberi nafkah lahir kepada istri seperti makanan, pakaian, dan tempat tinggal. Suami juga wajib memenuhi nafkah batin kepada istri seperti cinta, kasih sayang, dan perhatian. Jika saya diizinkan menikahi Ingrid, saya akan berusaha semampu saya menjalankan kewajiban itu tanpa kecuali," sahut Marcell tegas.

Budi mengernyitkan keningnya mendengar jawaban Marcell dan menatap raut wajah Marcell yang terlihat tenang dan penuh keyakinan.

"Apa kamu yakin akan sanggup memenuhi semua kewajiban itu?" tanya Budi memicingkan sebelah matanya.

"Saya sanggup," sahut Marcell penuh keyakinan.

Budi menghela napas panjang, lalu kembali bertanya pada Marcell, "Kamu tidak memiliki pekerjaan, bagaimana kamu akan menafkahi putriku? Jangan bilang kalau sudah menikahi putriku nanti, kamu akan mengandalkan uang orang tuamu untuk memberikan nafkah pada putriku?" tebak Budi penuh selidik.

...🌸❤️🌸...

.

To be continued